Riau  

Dua Warga Tewas Diserang Harimau, Pemerintah Terkesan Abai

LAMANRIAU.COM, PEKANBARU – Harimau kembali menerkam warga di lanskap Kerumutan. Yusri Efendi, 34 tahun, ditemukan tewas di atas tanaman kumpai—tanaman rumput di atas sungai—pada 10 Maret 2018 di Dusun Sinar Danau, Pelangiran, Kabupaten Indragiri Hilir.

Yusri Efendi tewas setelah berjuang bersama-sama temannya Rusli, Indra, dan Syahran menghindari serangan harimau. Saat itu keempatnya sedang membuat bangunan sarang walet di RT 038 Simpang Kanan Dusun Sinar Danau Desa Tanjung Simpang Kecamatan Pelangiran.

Jikalahari menyayangkan kinerja pemerintah pusat dan daerah yang lamban dalam melakukan review Amdal dan izin lingkungan korproasi HTI dan sawit di lansekap Kerumutan.

Konflik satwa dan manusia banyak terjadi disebabkan terganggunya habitat satwa oleh aktivitas konsesi HTI dan perusahaan sawit.

“Sejak kematian Jumiati pada Januari lalu, Jikalahari telah berupaya mengingatkan pemerintah agar melakukan upaya yang serius untuk melindungi warga dari potensi konflik satwa dan manusia,” kata Koordinator Jikalahari, Woro Supartinah.

Dua bulan lalu, Jumiati diterkam Harimau di dalam konsesi PT Tabung Haji Indo Plantation (dulunya PT Multi Gambut Indonesia). Jumiati bersama Yusmawati dan Fitriyanti melakukan pendataan sawit yang terserang hama Ganoderma di konsesi perusahaan KCB 76 Blok 10 Afdeling 4 Eboni State Desa Tanjung Simpang, Pelangiran, Inhil.

Tengah asik bekerja, mereka dikejutkan kehadiran harimau. Berusaha melarikan diri meninggalkan lokasi, tiba-tiba setelah berlari sejauh 300 meter, dari arah depan, harimau kembali muncul.

Jumiati sempat bergumul dengan harimau selama 15 menit, sebelum harimau tersebut berhasil mencengkram belakang leher dan memakan pahanya hingga tewas di lokasi.

Kemunculan harimau sudah sangat sering terjadi sejak 2017 lalu dan sama sekali tidak ada tindakan oleh pemerintah. Bahkan setelah kematian Jumiati, pemerintah pusat, KLHK hingga Gubernur Riau dan Bupati Inhil belum melakukan tindakan apapun.

“Kematian Yusri tidak seharusnya terjadi jika Pemerintah, mulai Bupati Inhil hingga KLHK melakukan evaluasi dan pemulihan SM Kerumutan sebagai habitat harimau Sumatera,” lanjut Woro.

Kematian Yusri dan Jumiati karena habitat harimau ditelah dirusak oleh korporasi sawit dan HTI di lansekap Kerumutan. Di dalam lansekap Kerumutan setidaknya ada 15 korporasi HTI dan HPH dan 7 korporasi sawit.

Diantara perusahaan yang melakukan usaha yakni PT Selaras Abadi Utama, PT Rimba Mutiara Permai, PT Mitra Taninusa Sejati, PT Bukit Raya Pelalawan, PT Merbau Pelalawan Lestari, PT Mitra Kembang Selaras, PT Arara Abadi, PT Satria Perkasa Agung.

Kemudian PT Mutiara Sabuk Khatulistiwa, PT Bina Duta Laksana, PT Sumatera Riang Lestari, PT Bhara Induk, PT Riau Indo Agropalma, PT Bina Daya Bentara dan PT Inhil Hutani Permai (HTI dan HPH).

Tujuh korporasi perkebunan kelapa sawit yakni PT Tabung Haji Indo plantation/ PT MGI, PT
Gandaerah Hendana, PT Guntung Hasrat Makmur, PT Guntung Idaman Nusa, PT Bhumireksanusa Sejati, PT Riau Sakti Trans Mandiri dan PT Riau Sakti United Plantation dengan dua konsesi (sawit).

Lanskap Kerumutan salah satunya terdiri atas Suaka Margasatwa (SM) Kerumutan berada di Kabupaten Pelalawan, Indaragiri Hulu dan Indragiri Hilir. Luasnya sekira 120 ribu hektar.

Di dalam lansekap ini ada flora dan fauna seperti Punak, sagu hutan, gerunggung, bintangur, resak, balam, harimau loreng sumatera, macan dahan, owa, rangkong, monyet ekor panjang, dan kuntul putih.

“Kematian Yusri dan Jumiati bukti bahwa korporasi HTI dan Sawit selain merusak hutan juga merusak habitat Harimau, dampaknya konflik Harimau tak bisa dihindarkan. Ini juga tanggungjawab Pemerintah untuk memenuhi hak hidup sebagai hak asasi manusia. Kematian Yusri dan Jumiati membuktikan bahwa Pemerintah masih abai terhadap pemenuhan HAM,” kata Woro.

Untuk itu Jikalahari mendesak, pertama, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta Gubernur Riau segera me-review Amdal dan Izin Lingkungan korporasi HTI dan sawit di atas lanskap Kerumutan.

Kedua, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan membentuk tim untuk mengevaluasi tata kelola dan tata guna lahan di Lanskap Kerumutan.

Ketiga, Balai Besar BKSDA Riau bekerja lebih responsif untuk menghentikan peredaran harimau di pemukiman-pemukiman warga dengan cara melakukan patroli mencegah harimau masuk ke dalam hutan tersisa di Lanskap Kerumutan. (rls)

Ikuti berita lamanriau.com di GoogleNews

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *