Konsul Malaysia Silaturrahmi ke LAM Riau

LAMANRIAU. COM, PEKANBARU – Konsul Malaysia di Pekanbaru Wan Nurshima Wan Jusoh melakukan kunjungan silaturahmi ke Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR), Senin (26/11).

Kehadiran Wan Nurshima yang didampingi staf Konsulat Malaysia di Pekanbaru, Antoni ini diterima oleh Ketua Umum Majelis Kerapatan Adat (MKA) LAMR Datuk Seri H. Al azhar, Ketua Umum Dewan Pimpinan Harian (DPH) LAMR Riau Datuk Seri Syahril Abubakar, anggota MKA Khaidir Akmalmas, Timbalan Ketua Umum DPH LAMR Datuk H.R. Marjohan Yusuf, Datin Hj. Nuraini, Sekretaris Umum DPH Datuk M. Nasir Penyalai, Penyelaras Bidang Perempuan LAMR Al Zuhra, dan pengurus lainnya.

Ketua Umum Dewan Pimpinan Harian (DPH) LAMR Datuk Seri Syahril Abubakar saat menyampaikan eluan selamat datangnya memperkenalkan pengurus LAMR yang hadir kepada Konsul Malaysia. Datuk Seri Syahril mengatakan semua dia menduga Konsul Malaysia di Pekanbaru seorang pria sebagaimana konsul Malaysia di Pekanbaru sebelumnya.

“Suatu kejutan, persiapan saya berjumpa dengan konsul yang bapak-bapak, tidak tahu bahwa konsul sudah diganti dengan ibu-ibu. Karena konsul Perempuan, saya minta dengan Datin Nur [Datin Nuraini] dan ibu-ibu di sini untuk memperbanyak kegiatan yang berkaitan dengan perempuan yang bisa dikongsikan antara Provinsi Riau dengan Malaysia seperti kuliner, ekonomi kreatif dan lain-lain,” ujar Datuk Seri Syahril.

Menurut Datuk Seri Syahril, melalui kerja sama Dunia Melayu Dunia Islam (DMDI) yang mana Malaysia dan Riau ikut di dalamnya, melalui kerja sama di bidang budaya diantaranya ada kesepakatan untuk menggalakkan Silat Hangtuah.

Dia mengatakan setiap negeri rumpun Melayu dapat dipastikan memiliki khazanah seni bela diri silat. Silat yang akan digalakkan adalah silat Hangtuah.

“Dalam waktu dekat Pengerusi Biro Sosial Budaya dan Adat DMDI Tan Sri Wira Prof. Dr. Abdul Latif bin Abubakar akan berkunjung ke sini [Riau] dan dia minta disampaikan salamnya kepada Datuk Seri Al [Al azhar],” kata Datuk Seri Syahril.

Konsul Malaysia di Pekanbaru Wan Nurshima Wan Jusoh mengaku merasa tersanjung dengan sambutan begitu mesra [hangat] dari pengurus LAMR atas kunjungannya ini.

“Saya sejujurnya memang tak menyangka memang sebegini sambutannya, kalau tahu, saya juga akan mengarang pantun-pantun,” ujar Wan Nurshima.

Nurshima mengatakan, dia juga telah mencoba membuka laman sesawang [website] resmi LAMR yaitu lamriau.id. Dia menilai Bahasa Melayu yang digunakan di website tersebut terlalu tinggi daripada yang dia ketahui.

“Kepahaman Bahasa Melayu saya masih kurang karena latar belakang saya dari sains. Di Malaysia ada Jurusan Sastra dan Jurusan Sains. Saya masih baru, namun saya yakin, pada pertemuan akan datang bisa menjawab pantun-pantun [dari pengurus LAMR],” kata Wan Nurshima.

Selain itu, perempuan yang menggantikan Konsul Malaysia di Pekanbaru sebelumnya Hardi Hamdin ini mengaku berbesar hati saat berada di Riau. Walaupun Malaysia adalah negeri Melayu, ketika dia sampai di Riau baru sebulan lebih di Riau, Melayu di sini lebih Melayu daripada Melayu di Malaysia.

“Peluang selama saya di sini, kalau boleh saya nak belajar lagilah bersama datuk dan datin sekalian sebagai bekalan untuk dibawa pulang. Sehingga nanti, saya bisa menulis pantun, menulis syair, menulis sajak meskipun latar belakang saya bukan dari Sastra,” ujarnya.

Ketua Umum Majelis Kerapatan Adat (MKA) LAMR Datuk Seri H. Al azhar pada kesempatan tersebut menjelaskan secara ringkas sejarah berdirinya LAMR dan hubungan erat yang telah terjalin antara LAMR dengan Malaysia.

Datuk Seri Al azhar memberi contoh orang pertama yang diberi gelar kehormatan adat oleh LAMR adalah Duta Besar Malaysia untuk Indonesia H Muhammad Khatib bin Abdul Hamid pernah diberikan gelar kehormatan adat oleh LAMR dengan gelar Datuk Lela Putra pada 9 Januari 1986 silam.

Pemberian gelar kehormatan tersebut mengingat jasa beliau dalam mempercepat proses pemulihan hubungan Indonesia dan Malaysia pasca konfrontasi yang memilukan bagi Sumatera khususnya bagi Riau. “Konfrontasi menyebabkan budak-budak Melayu yang menuntut di Pulau Jawa mesti balik karena kesukaran ekonomi. Di sinilah peran duta besar membantu memulihkan hubungan diantara kedua negara,” jelas Datuk Seri Al azhar.

Mengenai sejarah LAMR, Datuk Seri Al azhar memaparkan bahwa organisasi ini ditubuhkan pada 6 Juni 1970 sebagai organisasi yang modern karena lembaga adat yang tradisional sudah wujud bersamaan dengan wujudnya puak Melayu di Sumatera pada umumnya dan Riau pada khususnya.

Lembaga-lembaga adat yang sudah ada sejak dahulu kala itu masih lagi memainkan perannya sebagai pemangku kepemimpinan dan pengawal adat dan tradisi pada lingkup masyarakat yang ada seperti kampung, pebatinan, walaupun lama kelamaan adat dan tradisi tersebut tergerus juga oleh arus modernisasi sehingga perannya kian berkurang.

Pada tahun 1970, Gubernur Riau pada masa itu yaitu Arifin Achmad bersama pemuka masyarakat di Provinsi Riau ini berhimpun dan bermufakat membentuk suatu organisasi modern yang menyelaraskan aktivitas pada lembaga-lembaga adat tradisional yang ada di rantau ini.

LAMR hakikatnya adalah mendampingi, menyelaraskan, mendorong, menggesa agar lembaga –lembaga adat tradisional itu tetap berfungsi sebagai pengawal jati diri Melayu di lingkup terbatas kekuasaan tersebut.

“Semangat itu terlihat dari ucapan Gubernur Riau masa itu bahwa LAMR memiliki tugas utama adalah ‘membangkit batang terendam’. Membangkit batang terendam kekuatan-kekuatan kultural dan adat yang tergerus zaman, tertimbun, tenggelam, terkaburkan, dilihat seperti batang yang hendak ditimbulkan semula,” jelas Datuk Seri Al azhar.

Pada kesempatan sembang bersama, Wakil Ketua Umum DPH LAMR Datin Hj. Nuraini mengatakan kepengurusan LAMR juga terdiri dari kaum perempuan. “Kami berharap antara Riau dan Malaysia dapat berbagi pengalaman khususnya mengenai perempuan,” ujar Datin Nuraini.

Di penghujung pertemuan Datuk Seri Syahril Abubakar mengatakan banyak hal yang dapat dikerjasamakan antara Riau dan Malaysia melalui Konsul Malaysia di Pekanbaru, selain kerja sama di bidang kegiatan perempuan, budaya, hal lainnya adalah dalam hal pengembangan ekonomi kreatif. “Tahun 2019, perlu diagendakan adanya kunjungan muhibah antara Riau dan Malaysia,” kata Datuk Seri Syahril. (z)

Ikuti berita lamanriau.com di GoogleNews

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *