Tiga Tipe Manusia, Kita Masuk Mana?

KALAU kita sempatkan baca kitab Siyar A’laam al-Nubala’ jilid 10 halaman 282 , ada perumpamaan yang sangat menggelitik saya untuk kemudian saya ulas dan share dengan para pembaca tulisan saya.

Menurut kitab ini, sebagian hukama’, manusia itu ada tiga jenis: manusia yang keberadaannya bagai makanan pokok, manusia yang keberadaannya bagaikan obat dan manusia yang keberadaannya bagaikan penyakit.

Tipe petama yang disebut bagai makanan pokok adalah manusia yang keberadaannya dibutuhkan orang lain setiap saat. Adanya adalah nutrisi, gizi, penambah darah kehidupan bagi manusia. Orang dengan tipe ini selalu diharapkan kehadirannya. Tiadanya adalah kegelisahan bagi lainnya.

Tipe kedua adalah manusia yang bagai obat; dia adalah manusia yang dibutuhkan hanya ketika orang lain sedang sakit. Tipe ini masuk dalam katagori bagus, menjadi “penyembuh” kegalauan. Namun tidaklah seperti tie pertama tadi yang senantiasa dibutuhkan.

Sementara tipe ketiga, yakni yang bagai penyakit, adalah manusia yang adanya atau kehadirannya sangatlah tidak disuka kapanpun dan dimanapun. Manusia macam ini sungguh diangap musibah bagi masyarakat dan lingkungannya.

Nah, sekarang mari kiga merenung sejenak, masuk di tipe yang manakah kita? Alangkah indahnya jika hidup kita senantiasa punya makna bagi kehidupan orang lain, minimum dibutuhkan untuk suatu saat tertentu. Jangan sampai kita menjadi penyakit yang tak disuka siapapun dan kapanpun karena keberadaannya adalah selalu merugikan dan meresahkan.

Setiap kita pasti dianugerahi berbagai kelebihan-kelebihan dalam hidup ini. Satu orang bisa jadi memiliki anugerah yang berbeda dengan orang yang lain. Marilah kita mencoba mensyukuri nikmat itu dengan cara mejadikan kelebihan-kelebihan itu memiliki manfaat lebih, manfaat yang terus mengalir bahkan untuk masa setelah kematian kita.

Mereka yang orientasi duniawinya kuat, pasti secara cerdas menginvestasikan kelebihan hartanya untuk masa pensiun dirinya dan kehidupan anak cucunya. Mereka yang orientasi kehidupan akhiratnya kuat, pastilah secara tepat menginvestasikan kelebihan-kelebihannya untuk masa depan abadinya, bukan hanya untuk diri dan anak cucunya melainkan pula untuk kedua orang tuanya dan nenek moyangnya. Sungguh luar biasa.

Manakah yang lebih hebat dari kedua model manusia di atas? Yang paling bodoh adalah mereka yang menghabiskan apa yang dimilikinya adalah hanya untuk perutnya untuk kemudian dibuang dalam WC atau toiletnya dan tak berkesempatan bertemu lagi dengannya setelah semua digunakannya. Marilah berinvestasi dengan cerdas dan tepat, semoga kehidupan penuh berkah dan rahmah saat ini dn hari akhirat nanti.

Salam, AIM@PondokPesantrenKota Alif Laam Miim Surabaya.

[KH Ahmad Imam Mawardi]

Ikuti berita lamanriau.com di GoogleNews

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *