Melestarikan Seni Kuda Lumping di Tanah Melayu

Kuda Lumping
Penampilan kesenian kuda lumping paguyuban Joyo Putro Kesumo.

LAMANRIAU.COM, PEKANBARU – Sejak dahulu Indonesia memiliki berbagai macam seni dan pertunjukkan tradisional, dari Sabang sampai Merauke dengan ciri khas daerah masing-masing. Kini kesenian tersebut tidak hanya menetap pada daerah asalnya, namun merajalela seiring perpindahan penduduk dari satu provinsi ke provinsi lain.

Baca : FPK Riau Gelar Parade Bhineka Tunggal Ika

Salah satu contohnya ialah Kesenian Jaran Kepang atau biasa disebut Kuda Lumping, kesenian tradisional yang berasal dari tanah Jawa ini tidak lagi hanya bisa dinikmati melalui televisi ataupun smartphone saja. Kini masyarakat luar Pulau Jawa pun bisa menikmati kesenian ini secara langsung tanpa harus berpergian ke daerah asalnya.

Pada era milenial, perlahan terjadi krisis terhadap pelestarian budaya, mengakibatkan semakin luntur dan langkanya kesenian tradisional. Masyarakat Indonesia yang mudah untuk menerima pengaruh luar menjadi salah satu penyebabnya.

Namun masih ada sebagian masyarakat yang mengupayakan agar tidak punahnya kesenian tersebut. Seorang pelaku seni yang akrab dipanggil Pakde Tono ini salah satunya. Ia mendirikan sebuah Paguyuban Kuda Lumping sejak tahun 2015 lalu bersama dua rekannya. Hal ini berawal dari kecintaannya terhadap kesenian kuda lumping sehingga terciptalah paguyuban tersebut.

“Paguyuban Kuda Lumping ini Pakde dirikan bersama teman namanya Agung dan Adi, pada tanggal 28 Agustus 2015. Tujuan utama paguyuban ini untuk melestarikan budaya khususnya kuda lumping sebagai bentuk kepedulian terhadap budaya luhur. Mencari seduluran maksudnya berawal dari sini bisa menambah dan mempererat persaudaraan dan mengarahkan generasi muda untuk melakukan kegiatan positif,” ujar salah satu pendiri Paguyuban Kuda Lumping ini, kemarin.

Paguyuban ini bernama Joyo Putro Kesumo (JPK), nama yang memiliki makna Jaya anak Kelahiran Sumatera. Dengan penjabaran Joyo yang berarti jaya, putro berarti putra atau anak, kesumo yang artinya kelahiran sumotro dalam bahasa Jawa.

Sesuai namanya paguyuban ini berada di Pulau Sumatera, tepatnya beralamat Jalan Umban Sari Atas, Kecamatan Rumbai, Kota Pekanbaru, Riau. Tanah Melayu ini menjadi bagian lahirnya kesenian Jawa sebagai pengikat silaturahmi.

Kini Paguyuban JPK terus berkembang dan telah memiliki anggota kurang lebih 50 orang dengan anak muda yang mendominasi. Pakde berharap dengan adanya paguyuban ini, bisa mengarahkan generasi muda agar melakukan kegiatan yang positif, apalagi pada masa sekarang era milenial dengan banyaknya pengaruh buruk dari luar seperti narkoba yang bisa merusak generasi bangsa. ***

*** Tulisan kiriman Ayu Maya Ratih, Mahasiswi Jurusan Ilmu Komunikasi, Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (STISIP) Persada Bunda Pekanbaru.

Ikuti berita lamanriau.com di GoogleNews

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *