Mimbar  

Sabar dalam Memaknai dan Menghadapi Musibah

musibah

LAMANRIAU.COM – Musibah berasal dari kata ashaaba, yushiibu, mushiibatan yang berarti segala yang menimpa pada sesuatu baik berupa kesenangan maupun kesusahan. Namun, umumnya pemahaman musibah selalu identik dengan kesusahan. Padahal, kesenangan yang kita rasakan pada hakikatnya juga mhusibah. Dengan musibah, Allah SWT hendak menguji siapa yang paling baik amalnya.

“Sesungguhnya kami telah jadikan apa yang ada pada bumi sebagai perhiasan baginya, karena Kami hendak memberi cobaan kepada mereka, siapakah antara mereka yang paling baik amalnya.” (QS Al-Kahfi (18): 7).

Baca : Kita Pasti akan Kembali Kepada Allah

Ada tiga golongan manusia dalam menghadapi musibah. Pertama, orang yang menganggap bahwa musibah adalah sebagai hukuman dan azab kepadanya. Sehingga, Ia selalu merasa sempit dada dan selalu mengeluh.

Kedua, orang yang menganggap sebagai penghapus dosa. Ia tidak pernah menyerahkan apa-apa yang menimpanya kecuali kepada Allah SWT.

Ketiga, orang yang meyakini adalah ladang peningkatan iman dan takwanya. Orang yang seperti ini selalu tenang serta percaya bahwa dengan musibah itu Allah SWT menghendaki kebaikan baginya.

Musibaah yang menimpa kepada manusia ada dua macam. Pertama, dunia; dan kedua, akhirat. Musiibah dunia salah satunya ialah ketakutan, kelaparan, kematian dan sebagainya sebagaimana, Allah SWT jelaskan dalam surat Al-Baqarah ayat 155.

“Dan pasti akan kami uji kalian dengan sesuatu dari ketakutan, dan kelaparan, dan kekurangan harta dan jiwa dan buah-buahan, dan berilah kabar gembira bagi orang-orang yang sabar.”

Adapun musibaih akhirat adalah orang yang tidak punya amal saleh dalam hidupnya, sehingga jauh dari pahala. Rasulullah SAW pernah bersabda, “Orang yang terkena musibah, bukanlah seperti yang kalian ketahui, tetapi orang yang terkena musibah yaitu yang tidak memperoleh kebajikan (pahala) dalam hidupnya.”

Orang yang terkena musibah berupa kesusahan dunia, jika ia hadapi dengan kesabaran, ikhtiar dan tawakal kepada Allah SWT, hakikatnya ia tidak terkena mussibah. Justru yang ia dapatkan adalah pahala.

Sebaliknya, kesenangan selama hidupnya, jika ia tidak pandai mensyukurinya, maka itulah musibah yang sesungguhnya. Karena, bukan pahala yang ia peroleh, melainkan dosa.

Berkenaan dengan hal tersebut, dalam hadis Qudsi Allah SWT berfirman, “Demi keagungan dan kemuliaan-Ku, Aku tiada mengeluarkan hamba-Ku yang Aku inginkan kebaikan baginya dari kehidupan dunia, sehingga Aku tebus perbuatan-perbuatan dosanya dengan penyakit pada tubuhnya, kerugian pada hartanya, kehilangan anaknya. Apabila masih ada dosa yang tersisa dijadikan ia merasa berat saat sakaratul maut, sehingga ia menjumpai Aku seperti bayi yang baru d ilahirkan.” ***

Ikuti berita lamanriau.com di GoogleNews

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *