Opini  

M a n d a h

Daerah Batin Enam Suku Wilayah Kesultanan Riau Lingga
(Bagian Pertama)

KECAMATAN Mandah dengan ibukotanya Khairiah Mandah merupakan salah negeri tertua di Kabupaten Indragiri Hilir yang banyak menyimpan ceritera dan sejarah di masa lalu. Mandah dan daerah sekitarnya disebut dengan daerah Batin Enam Suku pernah berada dibawah naungan Kesultanan Riau Lingga.

Beberapa literatur memberikan rujukan tanah pesisir pantai Timur Sumatra ini telah menjadi bagian poros perdagangan maritim nusantara dengan pelabuhan Kuala Mandah sebagai pelabuhan utama tempat kapal berlabuh bongkar muat barang niaga. Ekspor hasil bumi dari daerah Indragiri dan sekitarnya serta impor barang niaga dari Bandar Singapura dan Semenanjung Malaya berlangsung di Pelabuhan Kuala Mandah.

Merujuk kepada ensiklopedia yang terbit pada masa Pemerintahan Hindia Belanda yaitu Encyclopedie van Nederlandsch Indie Tweede Druk yang terbit di Batavia tahun 1918, menjelaskan bahwa Mandah : Landschapje aan de kust van Indragiri, tevoren onderdeel van het voormalig Sultanaat Lingga-Riouw, maakt thans met Gaoeng een district der afdeeling Indragiri, residentie Riouw en Onderh. uit. Een uur stoomens van de kust ligt het plaatsje Keria (Ar. Cheiriah = het liefelijke), waar de Chineesche handelaren wonen. Een weinig verder ligt een Maleische kampong, waar het districtshoofd (Amir) verblijf houdt. Aan de monding van de Mandah-rivier, Koeala Mandah, is een douane-kantoor gevestigd, Er wordt een vrij uitgebreidt sagohandel gedreven.

Jika diterjemahkan secara sederhana dari ensiklopedia Hindia Belanda tersebut bahwa Mandah merupakan Lanskap di pantai Indragiri, yang sebelumnya merupakan bagian dari bekas Kesultanan Riau Lingga, sekarang bersama dengan Gaung membentuk sebuah distrik bagian dari Afdeling Indragiri, Keresidenan Riau beserta daerah takluknya. Satu jam dari pantai adalah kota Keria (Bahasa Arab, Cheiriah = indah), tempat tinggal para pedagang Cina. Sedikit lebih jauh adalah kampung Melayu, tempat tinggal Kepala Distrik (Amir). Kantor bea cukai terletak di muara Sungai Mandah, Kuala Mandah terdapat perdagangan sagu yang cukup ramai.

Pada ensiklopedia tersebut menyatakan Mandah sebelumnya merupakan bagian dari bekas Kesultanan Riau Lingga, sekarang bersama Gaung membentuk sebuah Distrik bagian dari Afdeling Indragiri. Pernyataan ini sejalan dengan isi Buku Siri Klasik Warisan Tuhfat Al-Nafis Raja Haji Ahmad dan Raja Ali Haji editor Virginia Matheson Penerbit Fajar Bhakti Sdn. Bhd, Shah Alam 1997. Di dalam buku tersebut menjelaskan bahwa Mandah yang disebut dengan daerah Batin Enam Suku yang kelak bersama Gaung, Reteh dan Kateman serta Danai menjadi bagian Kerajaan Riau Lingga sebagaimana berikut ini :

“Alkisah maka tersebut perkataan anak Raja Minangkabau empat orang, seorang bernama Raja Bayang, kedua bernama Raja Hijau, ketiga bernama Raja Mastika, keempat Raja Lais. Syahadan adalah Raja Bayang itu meminang akan putera Sultan Hasan Raja Indera Giri, bernama Raja Halimah. Maka tiada diterima oleh Sultan Hasan itu. Maka marahlah Raja Bayang.

Maka keempat anak raja itu pun pergilah melanggar Indera Giri. Maka berperanglah Sultan Hasan dengan keempat raja itu. Maka tiada berapa hari berperang itu Sultan Hasan pun tewas, lalulah lari ke Gaong. Maka Indera Giri pun dapatlah oleh raja berempat itu. Maka diperintahnyalah Indera Giri itu. Adapun Raja Bayang pergi ke Retih itu memerintah pula Retih itu.

Syahadan apabila Raja Haji Pangeran Suta Wijaya mendengar Indera Giri sudah rosak dan Retih sudah diperintahkan oleh Raja Bayang, maka ia pun sangatlah marahnya. Maka lalulah ia pergi melanggar Retih. Maka peranglah Engku Kelana itu dengan Raja Bayang. Maka tewaslah Raja Bayang itu, lalu ia berundur ke Indera Giri. Maka diperikut oleh Engku Kelana ke Indera Giri, maka lalu berperang pula. Maka bantu dari Jambi pun datang pula, maka jadi besarlah perang itu, beramuk-amukan dan berbunuh-bunuhan sebelah menyebelah.

Maka tiada berapa lamanya larilah raja yang berempat tiada berketahuan membawa dirinya. Maka Indera Giri pun dapatlah oleh Engku Kelana. Kemudian pergilah Engku Kelana ke Gaong mengambil Sultan Indera Giri itu lalu dibawanya balik diserahkannya Indera Giri itu kepada Sultan Indera Giri semula dan termasuk Batin Enam Suku diambil oleh Kelana Pangeran Suta Wijaya itu, kerana Raja Bayang mengambil Indera Giri itu selalu diambilnya Tapukan itu sekali.

Syahadan apabila selesai Engku Kelana itu mengambil Indera Giri dan Retih dan Batin Enam Suku, maka Sultan Hasan Indera Giri pun menikahkan Engku Kelana dengan puteranya yang bernama Raja Halimah itu, betapa adat raja besar-besar. Kemudian maka Pangeran Suta Wijaya pun berbuat negeri di Kuala Cenako, maka suruh-menyuruhlah ke Riau.

Sebermula kata sahibul hikayat ada satu Lebai Minangkabau mengakukan dirinya keramat dengan ilmunya dengan beberapa menyalahi adat konon, pada tempat yang bernama Danai.

Banyaklah orang-orang berguru kepadanya, mangkin sehari mangkin ramailah muridnya. Adalah ia mengaku dirinya Datuk Malaikat maka banyaklah orang-orang Rantau berhimpun kepadanya. Maka akhir-akhir pekerjaannya diperintahkannyalah sekalian Rantau itu sampailah ke Karimun, Buru dan Ungar. Maka duduklah ia seperti kerajaan sendiri serta diperbuatnya beberapa kubu dan benteng akan melawan Riau.

Syahadan khabar itu pun sampailah kepada Engku Kelana maka berangkatlah Engku Kelana dengan kelengkapan perangnya. Maka dilanggarnyalah segala teluk rantau Danai itu dengan berperang beramuk-amukan, berbunuh-bunuhan. Maka tiada berapa hari berperang itu, maka dapatlah tertangkap Datuk Malaikat itu. Maka lalu didepang tangannya serta diikat rantai, maka disuruh hantar ke Riau. Maka apabila sampai ke Riau, disuruh bunuh oleh Yang Dipertuan Muda. Maka matilah ia. Maka segala tempat-tempat itu jadi milik kepada Engku Kelana diambil dengan perang sebagaimana keadaan Batin Enam Suku juga adanya.

Kemudian tetaplah Kelana Pangeran Suta Wijaya itu di dalam Riau. Maka apabila ia sampai ke dalam Riau maka tiadalah diberinya menyebut lagi nama Pangeran Suta Wijaya itu demikianlah halnya. Maka tetaplah ia di dalam Riau dengan kemuliaannya.

Bersambung ….

Baca : Kelapa Inhil Pusaka Riau

Junaidy bin Ismail Abdullah, yang lahir di tepian Sungai Igal pernah tinggal di tepian Sungai Pelanduk, Gangsal, Reteh, Ibu Mandah, Sapat Dalam. Masa ini bermukim antara Parit 14 dan Parit 15 Tembilahan di tepian Sungai Indragiri.

 

Ikuti berita lamanriau.com di GoogleNews

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *