Opini  

NV. Pangalian Cultuur Maatschappij, Perkebunan dan Pabrik Kelapa Swasta Pertama di Indragiri Hilir

kelapa indragiri hilir

INDRAGIRI HILIR sebagai negeri hamparan kelapa dunia, rekam jejak sejarah budidaya tanaman kelapa telah dimulai sejak abad ke-19. Tanaman kelapa (Cocos nucifera), pada masa itu daging buahnya dicungkil dan dikeringkan ataupun disalai menjadi kopra. Kopra banyak digunakan untuk bahan baku margarin pengganti mentega yang diolah dari lemak hewan. Kopra telah menjadi salah satu komoditas ekspor utama dari Hindia Belanda.

Kopra dari tanah Indragiri Hilir langsung diekspor ke Singapura, Malaysia, Belanda dan negara Eropa lainnya. Sehingga tanaman kelapa menjadi tanaman kehidupan salah satu sumber pendapatan utama para petani di Indragiri Hilir. Bahkan tanaman kelapa yang ditanam oleh rakyat menjadi penggerak mata rantai roda perekonomian di daerah ini hingga sampai saat sekarang.

Tanah subur Indragiri Hilir telah pula menaruh minat perusahaan asing untuk berinvestasi di daerah ini sebagai wilayah Onderafdeeling Indragirische Benedenlanden. Perusahaan tersebut bernama NV. Pangalian Cultuur Maatschappij yang didirikan pada tanggal 16 Juli 1912 di Amsterdam Belanda. Akta pendirian perusahaan ini disetujui oleh Menteri Kehakiman Kerajaan Belanda pada tanggal 15 Agustus 1912.

Selaku Direktur perusahaan dipegang oleh Anton Herkules von Sprecher warga negara Swiss yang juga merupakan Direktur NV. Indragiri Cultuur Maatschappij. Sedangkan yang mengurus operasional dilapangan ditunjuk Paul Mecke Kepala Adminsitrator NV. Indragiri Cultuur Maatschappij yang terlebih dahulu telah beroperasi di Afdeeling Indragiri.

Dari 185 lembar saham yang disepakati dalam akta pendirian NV. Pangalian Cultuur Maatschappij saham mayoritas dikuasai oleh Cultuur Maatschappij Indragiri sebanyak 155 lembar. Wolfgang Peter von Juwalta 15 lembar saham, Hektor von Sprechcer Bernegg, Eduard Heer, August Leonhard Tobler masing-masing 5 lembar saham. Kesemuanya pemilik saham merupakan warga negara Swiss yang bertempat tinggal di Zurich.

Sebagai pemegang saham mayoritas NV. Indragiri Cultuur Maatschappij, perusahaan ini membuka perkebunan dan pabrik karet dan gambir yaitu Onderneming Gading Air Molek, Sungai Sago, bahkan memiliki beberapa onderneming karet dan gambir di daerah lain diluar Afdeeling Indragiri.

Perusahaan ini merencanakan membangun perkebunan kelapa seluas 3.500 hektar di Pengalihan yang berada di daerah Sungai Pengalihan yang bermuara ke Sungai Indragiri. Daerah ini pada masa Pemerintah Hindia Belanda masuk dalam Onderafdeeling Indragirische Benedenlanden wilayah Afdeeling Indragiri Keresidenan Riau.

Selain perkebunan kelapa juga dibangun pabrik pengolahan minyak kelapa di lokasi yang sama. Bahkan juga telah didirikan pula pabrik pengolahan gambir yang salah satu komoditas ekspor pada masa itu, namun pabrik gambir belum sempat dioperasikan. Gambir digunakan untuk bahan penyamak kulit dan bahan baku zat perwarna.

Untuk mengangkut buah kelapa yang dipanen, perusahan membangun jaringan rel kereta. Dengan menggunakan lori, buah kepala diangkut dari blok-blok perkebunan menuju pabrik yang berada di areal perkebunan. Rel kereta juga dibangun menuju dermaga atau pelabuhan berada di tepian Sungai Indragiri yang oleh masyarakat di daerah ini dikenal dengan nama Pengalihan Kedai (Kodai). Sistem jaringan pengangkutan dengan menggunakan rel kereta dibangun untuk mempermudah mata rantai proses produksi dari kebun menuju pabrik dan dermaga.

Keberadaan NV. Pangalian Cultuur Maatschappij telah disampaikan oleh Dr. B. Polak seorang Pakar Gambut Hindia Belanda dari Institut Ilmu Tanah di Stasiun Penelitian Umum untuk Pertanian di Buitenzorg (Bogor) pada 1943. Beliau menuliskan bahwa pada tahun 1914 telah dibangun perkebunan kelapa partikelir dengan luas lahan sekitar 1.200 hektar.

Perkebunan kelapa swasta ini milik pengusaha Eropa dengan nama Pengalian Estate terletak disekitar daerah Sungai Pengalihan yang bermuara ke Sungai Indragiri. Pada tahun 1922 perkebunan kelapa tersebut telah mampu menghasilkan buah sekitar 60.000 butir setiap bulan. Namun pada tahun 1940 sudah mulai tidak begitu produktif. Upaya pemupukan dan perbaikan parit-parit areal perkebunan dilakukan secara teratur. Akibat turunnya harga kopra pada tahun 1940 mengakibatkan usaha tersebut tidak begitu menguntungkan bagi perusahaan.

Sebagai kawasan onderneming yang berada dikawasan diareal tersendiri, supaya tenaga kerja betah bekerja ditata dengan asri dengan hiasan tanaman bambu disekitar perumahan, kantor dan pabrik. Untuk pembatas areal perkebunan dengan lahan masyarakat disekitarnya ditanami pohon kelapa sawit sebagai pagar dengan jarak yang rapat.

Selain pabrik dan dermaga didirikan pula beberapa rumah panggung bertongkat beton dibangun dengan megah terutama untuk para petinggi perkebunan dan pabrik yang berasal dari Eropa. Bekas tapak pabrik, tongkat rumah dan bak air hingga saat ini masih ada pada areal perkebunan di jalan tanah depan Puskesmas Kempas Jaya.

Untuk tenaga kerja kontrak yang bekerja di perkebunan dan pabrik umumnya didatangkan dari tanah Jawa. Ratusan tenaga kerja kontrak pribumi yang mengurus kebun dan pabrik dengan petinggi berasal dari bangsa Eropa.

Mandor yang dipercayakan kepada kaum pribumi antara lain bernama Mandor Maed dan Mandor Suradi. Disediakan pula alat kesenian wayang kulit yang lengkap bagi tenaga kerja kontrak yang berasal dari tanah Jawa. Dimasa tertentu terutama kegiatan perayaan, pertunjukan wayang kulit ditampilkan sebagai pelepas lelah dan pengobat rasa rindu kampung halaman bagi para pekerja yang merantau dari tanah Jawa.

Keberadaan perkebunan dan pabrik kelapa milik NV. Pangalian Cultuur Maatschappij menjadi bagian penting dalam sejarah budidaya dan industri perkelapaan di Indragirische Benedenlanden ataupun Indragiri Hilir. Perusahaan ini sebagai perusahaan pertama yang menerapkan konsep perkebunan kelapa terintegrasi atau terpadu antara kebun dan pabrik. Tata kelola perkebunan dan pabrik telah pula diatur dengan manajemen modern Eropa.

Hal ini tidak terlepas dari kebijakan politik ekonomi liberal yang diterapkan Kerajaan Belanda di wilayah Hindia Belanda. Sehingga modal asing terbuka untuk berinvestasi disektor perkebunan setelah sistem Tanam Paksa (Cultuurstelsel) dihapuskan. Pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan Undang-Undang Agraria (Agrasische Wet) pada tanggal 9 April 1870. Melalui undang-undang ini para pemilik modal asing bangsa Belanda maupun bangsa Eropa lainnya mendapat kesempatan luas untuk berusaha dibidang perkebunan.

Sejak itu pula keuntungan besar yang diperoleh dari ekspor hasil perkebunan ini dinikmati para pemodal asing serta pajak dan cukai dipungut oleh Pemerintah Hindia Belanda. Sebaliknya penderitaan harus dipikul kaum pribumi akibat eksploitasi tenaga kerja dengan upah yang dibayar murah dan perampasan hak atas tanah.

NV. Pangalian Cultuur Maatschappij yang dalam akta pendiriannya akan berakhir pada tahun 1977 mengalami kenyataan tutup beroperasi pada masa revolusi kemerdekaan Republik Indonesia. Gejolak perang kemerdekaan membuat produksi perkebunan dan pabrik terganggu serta tidak terawat lagi. Para petinggi dan para tenaga kerja asing mengungsi ke Singapura dan kembali ke Eropa.

Sedangkan tenaga kerja pribumi tidak jelas masa depannya, akhirnya hasil perkebunan tidak produktif dan pabrik ditutup. Keberadaan perusahaan ini telah menjadi bagian dari perjalanan kisah Indragiri Hilir sebagai negeri seribu parit hamparan kelapa dunia, penghasil kelapa di pantai Timur Sumatra. ***

Baca : 1.000 Parit (Parit Mahakarya Orang Indragiri Hilir)

Junaidy bin Ismail Abdullah, yang lahir di tepian Sungai Igal pernah tinggal di tepian Sungai Pelanduk, Gangsal, Reteh, Ibu Mandah, Sapat Dalam. Masa ini bermukim antara Parit 14 dan Parit 15 Tembilahan di tepian Sungai Indragiri.

Ikuti berita lamanriau.com di GoogleNews

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *