Kumulipo, Syair Mitologi dari Hawaii

krisis Kesusasteraan

HAWAII adalah salah satu tempat di mana salah satu ujung peradaban bangsa Austronesia berada; ujung lain di sebelah utara. Kepulauan Hawaii benar-benar berada di tengah-tengah Lautan Teduh, jauh dari daratan besar mana pun. Dan masih beberapa ribu kilometer lagi ke arah Tenggara untuk mencapai Rapa Nui (Pulau Paskah, Easter Island) di ujung timur wilayah “kemaharajaan Austronesia (Melayu-Polinesia, Malayo-Polynesian). Sebuah “bangsa” atau ras yang dipercaya bukan saja karena sesama penutur Bahasa Austronesia, namun juga memiliki jejak persebaran genetika yang saling berantai, yang dimulai dari wilayah yang sekarang dikenal sebagai Nusantara. Oppenheimer menulis: “…, tapi mereka kemungkinan berasal dari Sulawesi di Indonesia Timur. Orang-orang Polinesia [di mana Hawaii termasuk di dalamnya, lihat Gambar 32 hal. 280; sas] mempunyai penanda-penanda genetis yang sama secara eksklusif dengan orang-orang Asia Tenggara ….” (1998, terj. 2010: 279).

Jadi siapa yang pernah menggemari serial tv Hawaii Five’O [di TVRI serial asli tayang periode 1980-an; remake serial 2010-2020] bolehlah berbangga ternyata mereka saudara kita juga. Penulis (sas) dulu juga sempat bertanya-tanya di dalam hati, kenapa TVRI bersedia menayangkan program Irama Lautan Teduh yang menayangkan nyanyian-nyanyian [yang tak dapat dimengerti bahasanya] dan tarian-tarian [yang terkesan sensual] yang mendayu-dayu pada periode 1970-an sampai 1980-an itu [dengan perasaan nasionalisme remaja; hahah]. Barulah bertahun kemudian bisa memaklumi, memahami, bahkan harus memuji. Hawaii ternyata adalah kita juga, dan Pak Hoegeng (mantan Kapolri; mungkin satu-satunya polisi yang terkenal lurus yang pernah ada di Indonesia, selain polisi tidur; heheh) sebagai komandan The Hawaiian Seniors, kelompok musik yang telah mengisi acara tersebut dengan begitu indahnya.

Sebelum memasuki abad XX, Hawaii adalah sebuah negara yang merdeka, sejajar dengan negara-negara lain di dunia, termasuk Amerika Serikat yang kemudian menguasai dan menjadikannya sebagai negara bagian ke-50. Pada penghujung abad ke-19, tepatnya pada 1881, Raja Kalakaua melakukan pelayaran mengelilingi dunia, hal yang belum pernah dilakukan penguasa negara mana pun hingga saat itu. Raja Hawaii itu mengunjungi berbagai negara, mulai dari AS (San Fransisco), Jepang, Tiongkok, Siam, Singapura, Johor, Malaka, Burma, Mesir, berbagai negara di Eropa termasuk Inggris dan Irlandia. Di Siam, saat bertemu dengan Raja Chulalangkorn (Rama V), Raja Kalakaua menyatakan bahwa beliau mempunyai darah Melayu, yang kemudian dibalas oleh Raja Siam itu dengan mengatakan bahwa Siam juga mempunyai pertalian darah dengan Melayu. Sebelumnya, pada 1879, Raja Kalakaua melalui Parlemen Kerajaan Hawaii, bersama Maharaja Abu Bakar, Sultan Johor kala itu, membentangkan satu usulan yang bertajuk “Penyatuan Dunia Melayu”. Yang kemudian mengilhami Dr. Jose Rizal mengembangkan gerakan Pan-Malaysian.

Rumpun bahasa Melayu-Polinesia adalah sebuah cabang utama dari rumpun bahasa Austronesia yang mencakup semua bahasa Austronesia yang dipertuturkan di luar Taiwan (yang menjadi cabang tersendiri). Memiliki jumlah penutur lebih dari 350 juta jiwa – lebih sedikit dibanding rumpun Indo-European dan Sino-Tibetan, tetapi memiliki 1.200 anggota bahasa (terbanyak di dunia; mungkin hanya keluarga bahasa Niger-Kongo saja yang mampu menyamainya), dan wilayah persebaran terluas di dunia (secara longitudinal meliputi 206° berbanding 360°).

Dua ciri khas morfologi bahasa Melayu-Polinesia adalah sistem afiksasi (awalan, akhiran, sisipan, dan kombinasinya) dan reduplikasi (pengulangan semua atau sebagian kata) untuk membentuk kata-kata baru yang mengekspresikan berbagai makna. Memiliki sedikit fonem, memungkinkan sebuah teks untuk memiliki sedikit suara yang sering digunakan, dan umumnya tidak memiliki gugus konsonan. Sebagian besar juga hanya mengenal sejumlah kecil vokal (umumnya huruf hidup “dasar” seperti a, i, u, e, dan o).

Demikian juga dengan Bahasa Hawaii (‘Olelo Hawai’i), secara linguistik kita masih dapat menemukan [jejak] kesamaan dengan bahasa Melayu, atau juga bahasa Indonesia; terutama pada kosakata dasar. Hanya saja uniknya secara fonologis bahasa Hawaii hanya mengenal 8 [huruf] konsonan, dan 5 vokal [dengan variasi panjang dan pendek]. Bahasa Hawaii tidak mengenal huruf k seperti yang terdapat dalam Melayu; konsonan k pada bahasa Hawaii berhubungan dengan t pada Melayu. Konsonan h pada Hawaii, adalah p atau b pada Melayu; dan masih ada lagi. Bahasa Hawaii juga tidak mengenal konsonan akhir. Contoh yang dapat ditampilkan di sini seperti [Indonesia = Hawaii]: akar = a’a, ikan = i’a, mata = maka, mati = make, hati = ake, apa = aha, api = ahi, buah = hua, bulu, hulu, nyiur = niu, langit = lani; dua = [e-]lua, tiga = [e-]kolu (Jawa telu), lima = [e-]lima, enam = [e-]ono, tujuh = [e-]hiku (Jawa pitu), delapan = [e-]walu (Jawa wolu); dst.

Salah satu tradisi masyarakat Hawaii yang terkenal adalah Kumulipo. Dalam kepercayaan orang Hawaii, Kumulipo adalah syair dan nyanyian suci tentang penciptaan, berupa mitologi kosmogoni, dan juga memuat genealogi para anggota kerajaan Hawaii. Kumulipo tersusun atas 16 wa (bagian yang menunjukkan era atau zaman) yang berisi 2.102 baris sanjak. Raja Kalakaua pernah menerbitkan Kumulipo pada 1889. Kemudian penerusnya, Ratu Lili’uokalani, menerbitkan pula pada tahun 1897 berikut [sebagian] terjemahan bahasa Inggris-nya, saat Sang Ratu tengah dalam tawanan AS di Istana Iolani.

Simak Video Berikut disini

Berikut 25 baris pertama dari Kumulipo. Selamat menikmati.

KA WA AKAHI

O ke au i kahuli wela ka honua
O ke au i kahuli lole ka lani
O ke au i kukaʻiaka ka la
E hoʻomalamalama i ka malama
O ke au o Makaliʻi ka po
O ka walewale hoʻokumu honua ia
O ke kumu o ka lipo, i lipo ai
O ke kumu o ka Po, i po ai
O ka lipolipo, o ka lipolipo
O ka lipo o ka la, o ka lipo o ka po
Po wale ho—ʻi
Hanau ka po
Hanau Kumulipo i ka po, he kane
Hanau Poʻele i ka po, he wahine
Hanau ka ʻUku-koʻakoʻa, hanau kana, he ʻAkoʻakoʻa, puka
Hanau ke Koʻe-enuhe ʻeli hoʻopuʻu honua
Hanau kana, he Koʻe, puka
Hanau ka Peʻa, ka Peʻapeʻa kana keiki, puka
Hanau ka Weli, he Weliweli kana keiki, puka
Hanau ka ʻIna, ka ʻIna
Hanau kana, he Halula, puka
Hanau ka Hawaʻe, o ka Wana-ku kana keiki, puka
Hanau ka Haʻukeʻuke, o ka ʻUhalula kana keiki, puka
Hanau ka Piʻoe, o ka Pipi kana keiki, puka
Hanau ka Papaua, o ka ʻOlepe kana keiki, puka

Terjemahannya:

ZAMAN PERTAMA

Kala gelombang pasang membolak-balikkan panas bumi
Kala gelombang pasang menjungkir-balikkan langit
Kala mentari memijari
Bulan terterangi
Musim malam Makaliʻi(1)
Sumber alam semesta ini
Sumber kegelapan, yang menjadikan kelam
Sumber malam, yang menjadikan malam
Kegelapan pekat, kegelapan dalam
Kegelapan siang, kegelapan malam
Hanya di hari malam
Lahirlah di malam-malam
Lahirlah Kumulipo(2) di malam hari, lelaki ialah
Lahirlah Po’ele(3) di malam hari, perempuan ialah
Lahirlah ʻUku-koʻakoʻa(4), yang menjadikan ʻAkoʻakoʻa(5 ), maka jadilah
Lahirlah Koʻe-enuhe(6) yang mengguncang bumi, maka jadilah
Lahirlah Koʻe(7), maka jadilah
Lahirlah Peʻa(8), [lalu] Peʻapeʻa(9) anak-anaknya, maka jadilah
Lahirlah Weli(10), [lalu] Weliweli(11) anak-anaknya, maka jadilah
Lahirlah ʻIna(12), [lalu] anak-anaknya, maka jadilah
Lahirlah darinya, Halula(13), maka jadilah
Lahirlah Hawaʻe(14), [lalu] anaknya Wana-ku(15), maka jadilah
Lahirlah Haʻukeʻuke(16), [lalu] anaknya ʻUhalula(17), maka jadilah
Lahirlah Piʻoe(18), [lalu] anaknya Pipi(19), maka jadilah
Lahirlah Papaua(20), [lalu] anaknya ʻOlepe(21), maka jadilah

Penjelasan :
=> Terjemahan ke dalam bahasa Indonesia ini dilakukan lebih ke pendekatan literer dibandingkan pendekatan antropologis dalam terjemahan bahasa Inggris Martha Beckwith.

=> Menurut Martha Beckwith: (1)Makaliʻi = Gugus Bintang Kartika (Pleiades), (2)Kumulipo = Awal-dalam-kegelapan-pekat (Beginning-in-deep-darkness), (3)Po’ele = “ratu” dari Kumulipo, (4)ʻUku-koʻakoʻa = bunga karang (coral polyp), (5)ʻAkoʻakoʻa = [batu] karang (coral), (6)Koʻe-enuhe = belatung (grub), (7)Koʻe = cacing tanah (earthworm), (8)Peʻa = bintang laut (starfish), (9)Peʻapeʻa = [anak-anak] bintang laut (small starfish), (10)Weli = teripang (cucumber), (11)Weliweli = [anak-anak] teripang (small sea cucumber), (12)‘Ina = landak laut (sea urchin), (13)Halula = landak laut berduri pendek (short-spiked sea urchin), (14)Hawaʻe = landak laut halus (smooth sea urchin), (15)Wana-ku = landak laut berduri panjang (long-spiked sea urchin), (16)Haʻukeʻuke = landak laut cincin (ring-shaped sea urchin), (17)ʻUhalula = landak laut berduri tipis (thin-spiked sea urchin), (18)Piʻoe = teritip (barnacle), (19)Pipi = tiram mutiara (pearl oyster), (20)Papaua = induk mutiara (mother-of-pearl), (21)ʻOlepe = tiram (oyster).

[CATATAN PENULIS: dengan segala keterbatasan dan mohon permaafan, terjemahan/alih-bahasa Kumulipo di atas mungkin sekali tidak akurat karena Penulis (sas) tidak memahami bahasa dan kultur Hawaii. Tetapi – dengan mengedepankan “keberanian” dan maksud baik – sebagai perkenalan mudah-mudahan terjemahan itu sudah cukup memadai, sekurang-kurangnya untuk menggambarkan “suasana-makna” yang diusung oleh syair di atas. Terjemahan dilakukan dengan bantuan google-translate, KBBI daring, Tesaurus Bahasa Indonesia Eko Endarmoko, serta dipandu dengan edisi terjemahan bahasa Inggris oleh Martha Beckwith yang dipublikasikan pertama kali pada 1951 oleh University of Chicago Press dari sumber: www.ulukau.org. Sumber-sumber lainnya untuk tulisan ini berasal dari: Wikipedia, www.quora.com, www.britannica.com, dan www.thepatriots.asia; serta Eden in the East, Stephen Oppenheimer, Ufuk: 2010].

***

Baca : Meriau-riaukan Riau [dalam Puisi] (1)

Ikuti berita lamanriau.com di GoogleNews

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *