Puisi A’yat Khalili, Antrean, Jalan Raya dan Kabar Siang

Antrean

ANTREAN

Keadilan pernah diciptakan
untuk membatasi jalan

Kau yang datang keluar lebih dulu
Agar aku mendapat celah masuk pintu
dalam ruang hidup yang hiruk-pikuk

Sesekali kau kibas rasa gerah
Tak kusadar rasa asinmu menyapa
Melunasi hutang yang dulu sama

Tempo hari merebut sisa tempat duduk
Mereda punggung untuk perjalanan jauh
Akhirnya yang lain menenggelamkan kaki
untuk berdiri seraya meyakini mampu mandiri

Kau yang muda memberi yang tua jeda
Cukup untuk menyadari usia hampir tiba

Entah di stasiun yang mana?

Keadilan pernah ada bagi setiap pejalan
yang tidak lupa berangkat dan pulangnya

Ciledug, 07 Agustus 2017

JALAN RAYA

Sungguh sesak dada ini
Saat kujaring nafasmu
Lebih panas dari cerobong
Wajah gagap memucat
Disambar baur asap

Lebih banyak risau ketimbang riang
Jika jalan bisa melambat
Untuk apa jadwal dan rencana
Buru-buru selalu
mengejar waktu atau waktu
yang mengejar dirimu.

Dalam kepungan kendaraan
Nyaris hidup habis di tengah jalan
Menghadapi kenyataan
akan kemacetan

Jangan bilang hidup itu nikmat
Kalau kata-kata selalu meratap
menyalahkan apa yang ada

Bukankah jalan adalah pilihan
Kapan dan dimana kau seharusnya
berada sekarang?

Ciledug, 14 Agustus 2017

 

KABAR SIANG

Melalui ujung kepala matahari menurun
terik ke dada. Melalui keningmu
siang mengilat cahaya sepanjang jejak
Tidak ada yang sembunyi dalam gairah
Kekekalanmu hanya hawa panas
Menumbuh bunga keringat di badan

Atap langit berdiang seluas kebiruan
Pandang yang tidak pernah nyata
Hanya hamparan batas menerima
Kelemahan lebih sempurna
Lebih meyakinkanmu manusia

Menapakai alur waktu. Jarak ruang
tidak pernah sampai
Apa sebenarnya makna kerahasiaan?
Tak mampu melihat
Rasanya tetap menjejak
Ibarat sekujur terikmu melekat di dahi
Meski tak pernah sempat kubaca

Kesibukan merajalela
Jalan jauh di antara kita hanya polusi
Berharap teduh dalam rumah

Damai yang benar-benar nyata
Sedalam panasmu di rasa.

Ciledug, 13 Agustus 2017

A’YAT KHALILI, lahir Sumenep, 10 Juli 1990. Karya-karyanya berupa puisi, cerita pendek, esai, artikel dan ulasan tersebar ke berbagai media lokal, nasional dan internasional, juga banyak mendapat penghargaan dan terbit lebih dari 65 buku. Ia pernah diundang mengikuti Temu Sastrawan Nusantara Melayu Raya (TSN) ke-1 (Padang, Sumatera Barat, Maret 2012); Pertemuan Penyair Nusantara (PPN) ke-6 (Jambi, Desember 2012); Sempena Mahrajan Persuratan dan Kesenian Islam Nusantara (Sabah, Malaysia, Januari 2012); Pemerhati Pertemuan Baca Puisi Dunia Numera (Kuala Lumpur, Malaysia, 21-24 Maret 2014), Pertemuan Sastera Budaya Negara Serumpun (Singapura, 30 Januari-06 Februari 2016); dll. Adapun antologi puisi tunggalnya berjudul, “Pembisik Musim.” Sekarang tinggal di kota kelahirannya, Sumenep-Madura. ***

Baca : Puisi Terjemahan Jose Protasio Rizal dari Filipina

*** Laman Puisi terbit setiap hari Minggu. Secara bergantian menaikkan puisi terjemahan, puisi kontemporer nusantara, puisi klasik, dan kembali ke puisi kontemporer dunia Melayu. Silakan mengirim puisi pribadi, serta puisi terjemahan dan klasik dengan menuliskan sumbernya ke email: [email protected] [redaksi]

Ikuti berita lamanriau.com di GoogleNews

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *