Hidup Damai Bersama Indonesia

Pemuda

ADALAH sebuah nikmat yang tiada terkira, kita hidup di Indonesia hari ini. Di usia kemerdekaan yang ke 76 tahun ini, kita patut bersyukur masih menikmati Indonesia dalam wujud dan substansi yang sama.

Secara wujudiyah, kemerdekaan Indonesia telah memberikan dampak nyata dalam kehidupan kita sehari-hari. Bisa menikmati bersepeda, naik motor, naik mobil, olah raga, dan kegiatan-kegiatan fisik lainnya. Sementara secara substansial, kita masih bisa merasakan kekhusukan dalam beribadah kepada Tuhan, dapat bersimpuh luruh dihadapan Allah tanpa ada yang mengganggu, dapat merangkul dengan mesra anak-anak kita dan lainnya.

Bahwa Indonesia masih memberikan gerak bebas bagi kelangsungan hidup sisi-sisi kemanusiaan kita, begitu juga memberikan jaminan atas tumbuh-kembangnya kreativitas individual maupun kelompok.

Meskipun, masih ada kekurangan di sana-sini, korupsi masih merajalela, keadilan masih sekedar dongeng, keserakahan berebut jabatan muncul dimana-mana, namun betapapun itu, bersyukur telah hidup damai bersama penduduk Indonesia, menjadi sangat patut untuk di haturkan kepada Tuhan.

Kondisi yang cukup kontras, masih saja tersimpan rapi dalam catatan sejarah beberapa tragedi di Timur Tengah. Sebuah kawasan yang terdiri dari Negara-negara penyetok bahan minyak terbesar untuk dunia. Kawasan ini, adalah kawasan yang penduduknya Muslim. Mayoritas masyarakat di negara-negara Timur Tengah seperti Yaman, Iran, Iraq, Lebanon, Suriah, dan lain-lain, merupakan pemeluk agama Islam. Di sebagian Negara ini, untuk beribadah pun kita kesulitan, karena dilanda konflik.

Beberapa minggu yang lalu, Afghanistan yang juga merupakan Negara Islam, di kuasai oleh kelompok Taliban. Dunia guncang. Kota Kabul dipenuhi oleh manusia yang akan melakukan evakuasi para diplomat dan warganya dari Afghanistan. Kenapa hal ini terjadi?

Penguasaan ini, dikhawatirkan akan mengungkap kembali kisah perode sebelumnya, ketika Taliban menguasai Afghanistan pada tahun 1996 – 2001. Pada periode itu, Taliban telah menerapkan syariah Islam secara ekstrim. Misalnya, kewajiban untuk tidak menggunakan musik dan telivisi. Perempuan paling banyak menjadi korban atas penerapan ini. Seperti tidak diperbolehkan keluar rumah tanpa didampingi muhrimnya, serta diharuskan mengenakan burqa yang menutup wajah hingga ujung kaki. Bahkan perempuan tidak diperbolehkan bekerja dan anak perempuan tidak diperbolehkan mengenyam pendidikan.

Memang, salah satu isu penting ketika penerapan syariah Islam dalam sebuah Negara, adalah isu tentang peran perempuan. Perempuan seringkali menjadi “korban” kekerasan atas nama Agama. Misalnya pelaksanaan qanun jinayat di Aceh yang justru melakukan kontrol atas tubuh perempuan dan membatasi ruang gerak perempuan. Bukannya memberikan jaminan atas keselamatan dan kesejahteraan bagi perempuan, melainkan melarang mereka untuk keluar di atas pukul 22.00 di Kota Banda Aceh.

Di sini, perspektif nya bukan memberikan ruang gerak yang dinamis bagi perempuan, melainkan “kontrol” atasnya. Perempuan menjadi “obyek” control bagi penguasa. Ketika terjadi pemerkosaan atas tubuh perempuan, yang salah bukan lelaki yang memperkosa, melainkan perempuan yang memamerkan keindahan tubuhnya. Itulah yang terjadi pada Bariah Ibrahim Magazu, perempuan di Negeria yang hamil dan melaporkan dirinya diperkosa, tetapi karena ia tidak berhasil membuktikannya. Ia dihukum cambuk 180 kali: yang seratus sebagai hukuman zina, dan yang 80 sebagai hukuman qazab, menuduh orang lain berbuat zina.

Oleh karena itu, sekali lagi bersyukurlah kita hidup di Indonesia. Kita dipersatukan dalam Pancasila. Kita bisa secara sungguh-sungguh taat beragama juga cinta pada tanah air kita. Menjalankan perintah agama; sholat, puasa, memperingati hari-hari besar Islam, 1 Muharam, Mualudan, rejeban (bulan rajab, isra’ dan mi’raj Nabi), sembari juga menjalankan upacara bendera setiap tanggal 17 Agustus, 30 September, 5 Oktober, dan hari-hari besar nasional lainnya.

Menghafal dan melantunkan Alquran juga menghafal dan melantunkan lagu-lagu cinta tanah air. Mendoakan para pejuang atau pahlawan yang telah memperjuangkan negeri Indonesia ini, tanpa harus mempertanyakan suku, ras, dan agama mereka. Ini lah Indonesia. Terimakasih Indonesia.***

Baca : Menjadi Bangsa Indonesia

Ikuti berita lamanriau.com di GoogleNews

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *