Lidah di Ujung Jari

lidah

KONON, suatu hari Lukmanul Hakim diminta majikannya untuk membuat atau menghidangkan makanan yang paling lezat, lalu Lukman pun membuat hidangan dari bahan lidah dan hati. Sang majikan pun senang menikmati hidangan dari ‘chef hebat’ ini. Di keesokan harinya lagi, sang majikan meminta Lukmanul Hakim pula menghidangkan makanan yang paling tidak enak. Kemudian Lukman kembali menghidangkan makanan yang terbuat dari bahan yang sama, yaitu lidah dan hati. Namun rasanya amat berbeda dari makanan sebelumnya. Sungguh sangat tidak lezat.

Melihat dan mencermati apa yang dilakukan Lukmanul Hakim tersebut, sang majikan pun bertanya keheranan; apa alasan Lukman membuat lidah dan hati sebagai makanan yang paling lezat dan yang paling menjijikkan tersebut.

Syahdan Lukmanul Hakim menjawab bahwa enak dan tak enak, lezat dan tak selesanya hidup ini, bahagia dan susahnya manusia dalam menjalani hari-harinya terletak atau tergantung pada lidah dan hatinya. Jika lidahnya lurus maka hatinya pun akan lurus. Jika lidah dan hati lurus maka amal perbuatan pun akan lurus. Dan itulah keimanan yang lurus.

Hal ini sesuai dengan sabda nabi Muhammad Saw, “Siapa yang mengaku beriman kepada Allah Swt dan hari hari akhir, hendaklah berucap yang baik atau diam saja.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Orang Melayu seperti yang ditulis Tenas Effendy banyak menyebut keutamaan sifat jujur dan bersih hati. Sifat jujur ini ditanamkan sedini mungkin kepada zuriat mereka. Dalam kehidupan sehari-hari, orang yang jujur, lurus dan bersih hati akan dihormati masyarakatnya. Banyak cerita rakyat dan legenda serta syair-syair Melayu mengajarkan agar orang berlaku jujur dan berhati bersih tersebut, dan semua sikap luhur dan mulia itu akan menuai keberuntungan di dunia dan akhirat.

Di antara pesan Melayu, “Wahai ananda intan permata/ lurus dan jujur dalam berkata/ elokkan lidah baikkan anggota/ supaya hidupmu tiada leta// Wahai ananda mutu manikam/ berlaku jujur luar dan dalam/ berlaku lurus siang dan malam/ supaya hidupmu tiada karam.

Allah Swt memberi petunjuk di dalam kitab suci Alquran,”Hai orang beriman, jauhi kebanyakan prasangka (kecurigaan), karena sebagian dari prasangka itu merupakan dosa, dan janganlah mencari-cari keburukan orang, dan jangan menggunjingkan satu sama lain, adakah seorang di antara kalian ada yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati. Maka tentulah kalian merasa jijik kepadanya, dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.” (Q.S. al-Hujurat: 12)

Kini media sarana untuk tidak jujur makin banyak dan ada di mana-mana. Munculnya teknologi komunikasi yang sangat pesat membuat sesuatu yang bohong (hoax) menyebar dan menjalar begitu cepat dan tak terkendali.

Pemakai dan penikmat kemajuan teknologi komunikasi mesti mawas diri karena boleh saja alat-alat canggih tersebut akan menjatuhkan derajat kemanusiaannya. Selain lidah yang dapat berbohong, kini jari-jari manusia pun telah menjadi lidah utama untuk menyampaikan berbagai pesan. Pesan tersebut dapat membawa manfaat, namun tidak sedikit mengakibatkan mudarat yang luar biasa.

Lidah yang hari ini banyak diwakili oleh jari-jari di tuts komputer, lap top dan gadjet telah menjadi lidah baru yang amat mengkhawatirkan dan sangat membahayakan. Media sosial kini penuh oleh ucapan yang keluar dari ujung-ujung jari yang dapat mengakibatkan petaka tak terduga. Perang opini antar person, antara kelompok, antara sekte dan berbagai mazhab politik, ekonomi, budaya dan lain-lain tak terelakkan. Semua menyesakkan dan merisaukan. Semua menyebabkan terjadinya kerusakan berinteraksi antar sesama.

Bijak dalam bermedia mesti diutamakan, dipentingkan dan dilaksanakan. Bijak lidah dari jari-jari yang bergerak cepat di keyboard alat-alat komunikasi tak boleh dibiarkan begitu saja.

Sebelum jari-jari meloncat dan menari-nari begitu lincah, cikar dan tangkas, dan terlihat di media, maka asah pikir dan pertajam matahati sebelum menulis atau memberikan pendapat atau pemikiran ke publik.

Kalau tak dapat membuat orang senang, terhibur dan mendapat asupan imajinasi dan pengetahuan dari pikiran yang keluar dari ujung jari, maka untuk diam merupakan langkah yang sangat bijak. Jangan biarkan lidah canggih berupa ujung-ujung jari tersebut membuat keresahan diri dan orang lain, karena semua itu akan mengundang penyesalan yang mungkin tak berujung. Ya, mungkin. ***

Baca : September Kelam

Ikuti berita lamanriau.com di GoogleNews

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *