Di Kerajaan Langit

Bang Long

Bismillah,
Selamat Hari Guru se-Dunia, 05 Oktober 2021!

WABAH Covid-19 datang. Kehidupan berubah. Bencana seperti wabah laksana banjir. Dalam sistem kebudayaan, bencana merupakan kodrat. Kodrat merupakan faktor alam yang sulit dilawan. Covid-19 yang merupakan kodrat itu telah mengubah tatanan kehidupan. Agaknya, banyak yang tidak setuju kalau saya katakan bahwa wabah ini juga guru kehidupan.

Kata orang bijak, kita lebih baik berdamai dengan alam. Alam yang membentang memang merupakan hadiah dari Allah Taala. Namun, kesalahan kita memanfaatkan hadiah ini akan mengubah tatanan kehidupan. Perangai berlebih-lebihan yang kita lakukan mengundang bencana datang. Bukankah alam membentang merupakan guru kehidupan. Alam terkembang jadikan guru.

Selain kodrat, faktor lain yang mengubah keadaan adalah zaman. Zaman berubah, sistem kehidupan pun bergeser. Kehadiran teknologi merupakan akibat dari perubahan zaman. Penemuan-penemuan dan inovasi teknologi yang semakin dahsyat telah menggeser tatanan kehidupan kita sehari-hari. Zaman teknologi informasi digital, misalnya, mendidik kita untuk menjadi lebih bijaksana. Teknologi pun hadir sebagai guru kehidupan. Akankah kita turut menjadi guru kehidupan laksana alam dan zaman?

Alam terkembang jadikan guru. Itulah pesan istimewa tokoh pendidikan kita, Ki Hajar Dewantara. Inilah seharusnya menjadi konsep dasar dunia pendidikan kita. Sudah selayaknya pendidikan kita kembali ke akar, yaitu alam. Konsep akar inilah yang layak kita bangun. Bukan mengandalkan konsep-konsep negara lain. Inilah konsep lokalitas pendidikan nusantara. Melalui konsep kembali ke akar ini, cinta tanah air akan tertanam dan tumbuh dengan subur sebab tanah kita adalah tanah surga.

Ada puisi berjudul Tembang Guruku. Puisi ini ditulis oleh penyair Jasman Bandul. Tembang Guruku (TG) masuk 15 besar puisi Guru Nasional yang ditaja oleh penyair Asrizal Nur. Puisi karya Cikgu JB ini termaktub dalam antologi Di Bawah Bendera (2017) dan Musafir Ilmu. Puisi ini tentu saja punya keistimewaan tersendiri sehingga terpilih menjadi 15 puisi terbaik di kalangan guru di tanah air. Ternyata, puisi TG karya JB ini bermain dengan alam. Alam menjadi bahan utama penciptaan puisi tersebut. Diksi-diksi puisi TG memang memanfaatkan alam untuk melukiskan siapa dan bagaimana seorang guru.

Secara naratif, saya melukiskan bahwa dalam TG ada sosok guru yang luar biasa. Ini adalah ingatan seseorang kepada sosok guru yang terhormat. Sebagai akibat dari ingatan itu, terlahirlah tembang khusus buat guru yang dihormati. Kita bisa memahami karakter “Umar Bakri” dalam puisi ini merupakan jatidiri pendidik sejati. Pikiran bawah sadar akan membawa kita dalam suasana gembira mengenang aktivitas luar biasa seorang guru. Dalam puisi tersebut, guru digambarkan mengayuh waktu di pagi hari, meneroka sepi jadi matahari sebagai simbol bahwa guru mampu membongkar dan mengubah perangai anak didiknya seperti habis gelap terbitlah terang. Karakter guru yang selalu mengingat dan berdoa kepada Allah Taala dilukiskan JB dengan larik Menjuluk matahari atas kepala tepat/Tangan tengadah seraya munajat.

Kemuliaan guru yang mendidik siswa sehari-hari digambarkan JB melalui nyanyian di senja pesi, lesi, sepi, payau, silau, dan riuh. Diksi-diksi yang dipakai diujung larik pertama setiap bait itu memberikan penegasan tentang kemuliaan tugas sebagai guru. Dalam susah payah (diwakili oleh diksi pesi, lesi, sepi, payau, silau, riuh), guru tetap memanusiakan manusia. JB melukiskannya dengan larik Mengecap makanan di masak tadi pagi/Sebagai agunan masa depan berseri. Karakter guru diibaratkan seperti tukang masak (chef) dengan berbagai bumbu kehidupan sehingga akan menghasilkan mutu masakan (manusia) yang bergizi di masa depan. Dalam bait lain, penulis menggambarkannya dengan Merambah angin pulau ke pulau/Mengukir cahaya di masa depan berkilau.

Ketika membaca dan memahami puisi TG, kita akan menemukan sosok guru kehidupan. Guru kehidupan adalah guru yang menanamkan ibrah. Melalui ibrah itu, nilai-nilai kehidupan hakiki akan terbangun sehingga membentuk karakter bangsa yang kuat. Ada sosok guru yang penuh cita-cita dan semangat juang dalam karya JB ini yang dilakarkan dengan Menating hari ke bukit pukau/Menanam ingin di dalam angin. Dalam puisi itu, ada gambaran keteguhan guru dalam menghadapi berbagai situasi. Kalau kita kaitkan dengan situasi wabah Corona, semangat pantang menyerah dan keteguhan guru itu benar-benar digambarkan JB dengan amat kuat. Lagu-lagu guruku selalu teguh/Memikul waktu semakin angkuh/Di zaman baru yang kian keruh// Lalu di bait terakhir, Bernyanyilah tentang tembang guruku/Tentang sepacul kisah yang tak pernah rebah dan kalah.

Keteguhan dan kemuliaan guru dalam puisi tersebut tentu saja tidak bisa dikalahkan oleh kehadiran Corona. Meskipun penyair Marhalim Zaini (MZ) menggambarkan pergeseran kehidupan, termasuk ruang gerak guru dan dunia pendidikan dalam puisinya berjudul Siapakah Engkau, Corona? Pergeseran itu dilukiskan MZ dengan larik Engkau mengusir kami dari Jalan-jalan, mal, pasar, kantor-kantor, sekolah, kampus-kampus, bahkan dari rumah ibadah kami. MZ juga melukiskan kehadiran Corona bagai teroris yang datang dalam senyap dan menembaki dengan peluru kecemasan. Namun, dengan memahami hakikat siapakah guru, semua halangan bisa dijadikan sebagai tantangan untuk lebih kuat menghadapinya. Itulah tembang guru kehidupan, tembang yang selalu dinyanyikan di Kerajaan Langit. Hal ini sesuai dengan pandangan Al-Ghazali (teolog, filosuf, kritikus, sufi, dan ahli pendidikan). Dalam karya termasyhurnya Ihya ‘Ulumiddin, Al-Ghazali berpandangan bahwa guru adalah orang yang berilmu, beramal, mengajarkan ilmu, dan memberi manfaat bagi kehidupan akhirat serta menunjukkan jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Kedudukan guru menurut al-Ghazali adalah termasuk kelompok yang disebut pembesar di kerajaan langit (lebih mulia daripada malaikat langit dan malaikat yang bertugas di bumi), yang diibaratkan matahari yang menyinari dirinya dan orang lain.***

Hanya Allah Taala Yang Mahatahu.

Alhamdulillah.

Bengkalis, Ahad, 26 Safar 1443 H / 03 Oktober 2021.

Baca : Jalan ke Kanan

Ikuti berita lamanriau.com di GoogleNews

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *