Pandemi Papers?

tanah

Elok budi bangsa kami
jasa pahlawan sangat dihormati
inilah kisah negeri pandemi
benda tak tampak menakut-nakuti

Marwah dijunjung negeri kami
adat budaya menjadi tradisi
tersebab barat sekuler diimami
penusuk tubuh enggan diinvestigasi

Tanah surga gemah ripah
tongkat kayu laksana padi
itulah pertanda mental dijajah
memburu rente untung pribadi

DIMULAI dengan keterkejutan rekan-rekan diskusi rutin mingguan kami. Memang tidak semua. Kejahatan penghindaran pajak dunia kembali dibongkar-paparkan. Hasil kerja konsorsium jurnalis investigasi internasional (ICIJ) ini menyebutnya sebagai “skandal penghindaran pajak”. Sebutan merujuk pada upaya dunia untuk membersihkan uang kotor (dirty money) yang bersumber dari “kejahatan pajak” dan segala turunannya.

Pada sisi lainnya ternyata bagi sebagian besar rekan tidak terkejut. Bahkan menanggapinya biasa-biasa saja. Investigasi rutin. Manipulasi pengemplangan kewajiban.

Walaupun angkanya miliaran dollar. Dampaknya bagi negeri-negeri dunia ketiga (bukan dunia lain), belum tergoncang. Orang masih boleh berpergian ke seluruh penjuru dunia. Tidak ada “dunia lockdown”. Toh sebelumnya juga sudah ada Panama dan Paradise. Sekarang Pandora Papers.

Betul juga. Walaupun bukan betul-betul banget. Tak seperti Upin dan Ipin. Betul, betul, betul. Kalau menjadi empat betulnya, tentu objeknya tidak lagi ihwal penghindaran, pengemplangan atau apalah namanya, pajak. Lalu apa?

Dari sinilah bermula kisah misterinya. Ini adalah upaya memaksimalkan (maksimalisasi) kerja sama (kolaborasi) para jurnalis dunia untuk menelisik lebih dalam. Membongkar-ungkap lebih spesifik. Tentu membongkar-tuntas dengan metode investigasi jurnalistik.

Dijamin banyak yang akan penasaran. Khususnya para khalayak di negeri dunia ketiga, dan yang mengklaim sebagai “dunia keempat” khususnya. Sebagaimana yang tertera dalam laman onlinenya. Sesuai yang tertera dalam laman International Consortium of Investigative Journalists (ICIJ), menyebutkan bahwa Pandora Papers merupakan produk investigasi ICIJ terbesar yang pernah ada di dunia. Isinya ihwal rahasia keuangan politisi, miliarder, dan elit global. Kata yang terakhir, elite global (EG) pasti menjadi sorotan utama.

Pertanyaannya: Mengapa menyangkut sesuatu itu “yang tak kasat mata” penting dilakukan kolabrorasi para jurnalis (wartawan) handal dunia? Jawabnya wajib ada paper keempat. Sebelumnya sudah ada tiga papers (laporan atau kertas kerja). Panama, Paradise dan Pandora. Lalu yang keempat apa?

Beraltar pertanyaan itulah Jengah Jenguk ingin mengulas-ringkas ihwal perlunya investigasi kolaborasi yang sama. Begitu pentingnya oleh karena sangat mempengaruhi kemaslahatan kehidupan umat manusia di dunia. Betapa tidak, bagai sebuah kotak pandora (bukan pandora papers), di mana keaadaan dunia tiba-tiba saja “gelap-hitam”. Tidak saja mengejutkan. Bahkan membuat panik dan ketakutan. Tidak tanggung-tanggung melibatkan langsung sebuah organisais besar dunia. Apa saja yang disuruh (enggan menyebutkan diperintahkan), oleh organisasi itu ditelan mentah-mentah. Tanpa usul periksa. Apalagi berusaha bersikap cerdas-kritis. Pendapat wajib satu. Yang lain hoak.

Bersagang pada realitas itulah, Jengah Jenguh mengargumentasikan minimal tiga hal penting ditelaah-cermati: Mengapa kertas kerja (papers) keempat perlu diinvestigasi secara internasional? Pertama, para jurnalis dan lembaga swadaya masyarakat lokal-nasional, tak berdaya melawan dominasi dan hegemoni media kolaborator terkait “sesuatu yang tak kasat mata”. Sederhananya ini dibuktikan tentang investigasi perlunya pendapat kedua (second opinion) yang amat sangat minim. Atau sama sekali tidak ada?

Kedua, “sesuatu yang tak kasat mata” menyisakan hiruk-pekak dan tuli-pikun sumber dan asalnya. Menariknya “yang kasat mata” justru instrumentasi utama (pembukti, yang belum pernah diaudit investigatif ke-otentik-kannya), pendukung dan turunannya dengan berbagai varian produknya. Perlu diingat varian produk tersebut dikuasai oleh kalangan elite global “penguasa-usaha” industri farmasi global.

Ketiga, kewenangan lembaga organisasi dunia di bidang kesehatan yang “seolah-olah memegang kendali” menentukan hitam-putihnya dunia “dalam keadaan darurat bahaya”. Menjadi pintu masuk investigasi sementara, tentu saja beragam kebijakan yang dikeluarkan beserta dokumen-dokumen penting yang melandasinya. Lebih lanjut tentu saja para jurnalis internasional lebih memahaminya secara komprehensif.

Mengulas-akhir Jengah Jenguk, seorang rekan bertanya: “Apa sebaiknya nama yang akan menjadi objek investigasi secara bersama-sama (kolaboratif) para jurnalis dunia?”

Namanya sudah disebutkan sejak awal. Mari berdoa semoga menjadi paper keempat. “Apa itu?” “Pandemi Papers”. 

Setuju? ***

Baca : Psiko-Neuro “Virus Serakah”

Ikuti berita lamanriau.com di GoogleNews

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *