Peradaban Domino

Sumber pikiran menjadi penting
agar laku-lakon tidak merajam
gajah mati bersulam gading
manusia meninggal bersulam makam

Doa dipanjat sebagai penangkal
karena godaan terus menjajah
manakala manusia melupa asal
martabat diri sejengkal tanah

Ulama berdoa menolak bono
ubaru bertaubah menyesal karma
begitulah esensi peradaban domino
ambigu menjadi karakter utama

DOMINO adalah sebuah permainan yang mengandung unsur olahraga. Sebaliknya olahraga yang bernuansa permainan adalah domino. Itulah makna sementara yang selalu didengar. Setuju atau tidak. Ada pendapat lain. Silakan. 

Simultansinya, beberapa minggu lalu pada sebuah “rumah peradaban” domino selain dilombakan juga diistiharkan menjadi struktur kepengurusan organisasi. Paling tidak untuk di Riau. Begitulah talenta domino dalam reaktualisasi sosiologisnya.

Berbeda dengan Peradaban Domino. Kata (konsep) peradaban yang disanding-jajarkan dengan domino mempunyai makna strategis untuk merefleksi masa depan. Peradaban Domino tidak hanya dapat dijelaskan bersandar reaktualisasi sosiologis saja, melainkan juga eskatologis (sandaran pengetahun ragam peristiwa akhir zaman) berbasis teknologi yang multi-bidang dan multi-dimensi. Hanya saja ketika mencermat-telaahi talenta dunia di akhir zaman berbasis perspektif “Pradaban Domino” amat sangat jarang dikemukakan. Padahal Peradaban Domino merupakan reflektif yang berisi nasihat sekaligus peringatan pada umat manusia.

Bersagang terlupakannya kata Cendekia pada Jengah Jenguk. Yang seharusnya Jengah Jenguk Cendekia.  Dalam konteks inilah Jengah Jenguk Cendekia (J2C) mengulas-ringkas makna penting Peradaban Domino sebagai salah satu perspektif masa depan. Jengah Jenguk Cendekia mempunyai minimal tiga alasan pentingnya Peradaban Domino sebagai perspektif sekaligus pendekatan.

Pertama, ihwal benturan peradaban. Peradaban Domino menolak, tidak sependapat jika peradaban saling berbenturan, tanpa disengaja (desain/design, rencana/setting plus diarahkan/framing). Sebagaimana yang selalu dirujuk dalam bukunya Paman Sam (Samuel Huntington) yang berjudul, “Benturan Peradaban”. Jika peradaban saling berbenturan, sangat jelas namanya bukan peradaban melainkan penghancuran. Sila ditelusur.

Kedua, kerancuan dan kedistorsian ihwal kemajuan teknologi. Berbagai ragam temuan teknologi yang khusus untuk kemaslahatan manusia hampir tidak ada. Itulah sebabnya kemajuan teknologi tidak selalu berjalan linier-simetris dengan peradaban. Yang paling sederhana mau diakui atau tidak, khusus bagi negeri-negeri pemiliki hak veto (privilege discrimination atau afirmatif negatif) pada organisasi terbesar dunia Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Pada umumnya negeri-negeri ini adalah pemilik senjata nuklir. Tambah sedikit, juga penjual (pengeskpor) instrumentasi persenjataan pertahanan-perang.

Ketiga, kerancuan cara berpikir tentang sang pencipta (khaliq). Peradaban Domino bersebarangan dengan cara berpikir yang menghilangkan tuhan (ateis). Ini bukan persoalan beragama atau tidak sebagai bagian dari hak asasi manusia (HAM). Lebih filosofis ihwal pertanggungan jawab antar sesama manusia khususnya, dan alam semesta raya umumnya. Beraltar tanpa taggungjuawab itulah negeri-negeri pemilik hak veto “semena-mena mengembangbiakan” persenjataan nuklir dan sejenis lainnya.

Seloroh contoh misalnya ada kesepakatan antar “ulama dunia dari berbagai agama” yang meratifikasi bahwa pembuat dan penjual bom nuklir (bom yang menghancurkan) adalah “haram dan dosa besar”. Bagi mereka (penduduk negeri) yang beragama percaya kepada tuhan jelas dapat memahami. Namun bagi mereka yang tidak bertuhan (ateis), bagaimana? Di sinilah letak misterinya. Mereka yang percaya saja berlomba-lomba memproduksi mesin perang atas nama perlindungan diri. Apalagi yang tidak?

Mengulas-akhir Jengah Jenguk Cendekia ini memberikan pelajaran strategis jika “Peradaban Domino” adalah reflektif hukum domino yang selalu disebut-sebut sebagai efek domino: satu tumbang semua tumbang. Istilah populernya jitabeh (tibo siji, tibo kabeh).

Syabas buat Persatuan Olahraga Domino Indonesia (PORDI) Provinsi Riau. ***

Baca : Mutasi Adat?

Ikuti berita lamanriau.com di GoogleNews

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *