Pandemi Literasi

Bang Long

Bismillah,
PANDEMI menggurita. Ia merayap ke mana-mana. Jari-jemarinya menjalar dan menampar. Tubuhnya masuk dan merasuk siapa saja yang diinginkan. Pandemi menerjang negara. Ia mencakar pagar sekolah. Ia mengintip perpustakaan berdebu. Lalu, makhluk nano itu meloncat ke tingkap-tingkap rumah. Ia menggedor pintu. Para siswa dan guru sempat terpenjara dalam rumah. Sekolah menjadi tempat terlarang. Namun, pandemi tidak bisa mengutuk kita jadi batu. Kita terus saja bergerak. Berbagai kemungkinan perlawanan kita lakukan.

Pandemi merupakan suatu kodrat dari Allah Taala. Ianya sudah mengubah sistem kebudayaan. Kata Ki Hajar Dewantara, ada dua faktor yang memengaruhi kebudayaan. Pertama, kodrat (alam). Kondisi alam tidak bisa kita lawan. Menjarah alam secara berlebihan pun akan berakibat negatif pada diri kita. Mengada-ada tentang kondisi alam yang terlarang pun akan memudaratkan kita. Memanfaatkan kekayaan alam yang tidak sesuai syariah pun akan berakibat buruk pada kita. Kedua, zaman. Perubahan zaman sangat berkaitan dengan kebiasaan kita sebagai manusia. Perubahan zaman mengakibatkan terjadinya pergeseran dalam kebudayaan. Pendidikan pun berubah. Dunia pendidikan mengalami kejutan-kejutan perubahan itu. Pandemi telah menghadirkan kejutan budaya dalam kehidupan kita. Bahkan, pandemi mengejutkan budaya literasi kita.

Sejalan dengan pandemi, istilah literasi pun semakin meluas di tanah air. Istilah ini kian dekat dengan kehidupan kita. Literasi tidak hanya karib dengan orang-orang dari kalangan tertentu. Saat ini, literasi akrab dengan keluarga. Karena itu, ada program Gerakan Literasi Keluarga (GLK). Literasi sangat dekat dengan sekolah. Sebab itu, ada program Gerakan Literasi Sekolah (GLS). Selanjutnya, jika GLK dan GLS sudah membumi, maka program Gerakan Literasi Masyarakat (GLM) akan tumbuh menghijau. Akhirnya, program Gerakan Literasi Nasional (GLN) akan menggema di tanah air. Kita akan menyaksikan gaung kecerdasan akan meraung dalam ruang gema tanah air.

Ada tiga hal penting dalam membangkitkan semangat literasi selain pemerintah. Pertama, keterlibatan keluarga sebagai pendidik pertama dan utama. Keluarga–orangtua dan keluarga lainnya–tidak bisa lepas tangan dalam mendidik anggota keluarga. Keluarga merupakan akar yang akan memperkuat semangat dalam membangkitkan gerakan literasi. Kedua, pemangku kepentingan di sekolah seperti pendidik dan tenaga kependidikan serta kepala sekolah sebagai manajernya. Sejatinya, pendidik dan tenaga kependidikan serta kepala sekolah menjadi penggerak literasi. Jadilah sekolah penggerak literasi. Sekolah penggerak literasi akan melahirkan generasi yang haus literasi dan menghasilkan karya literasi. Memotivasi dan menyagang warga sekolah secara bersama untuk berliterasi akan memperkuat tekad untuk membangun semangat literasi. Ketiga, para tokoh masyarakat menjadi teladan dalam aktivitas literasi. Rumah ibadah, ruang keramaian, balai desa, balai pertemuan, dan ruang terbuka hijau menjadi laman literasi yang bisa digerakkan oleh tokoh masyarakat dengan melibatkan generasi milenial.

Gerakan literasi bisa dilakukan kapan saja dan di mana saja. Bahkan saat ini, literasi bisa kita lakukan dalam ruang hampa dan jalan sunyi. Di dalam ruang dan waktu hampa itu, aktivitas membaca dan menulis merupakan dua kegiatan literasi yang mencerdaskan bangsa. Mari kita obati generasi rabun dengan membaca. Ayo kita obati generasi lumpuh menulis dengan menulis. Ya, lahirkan generasi membaca dan menulis sesuatu yang berfaedah melalui gebrakan literasi bermarwah. Mulai dari rumah, lanjutkan di sekolah, dan kembangkan dalam masyarakat. Beberapa kegiatan yang bisa dilakukan di antaranya (1) Literasi dini seperti menyimak dan memahami pembacaan karya sastra serta berkomunikasi melalui media gambar; (2) Literasi permulaan bisa dilakukan dengan mendengarkan, berbicara, membaca, dan menulis karya pembangunan karakter, terutama karya sastra; (3) Literasi perpustakaan dapat dilakukan dengan belajar di perpustakaan secara rutin, memanfaatkan sumber rujukan di perpustakaan dalam mengerjakan tugas, mencari karya sastra dan menganalisisnya; (4) Literasi media dapat dilakukan dengan cara membimbing anak membuat media pribadi dan menulis sesuatu yang berfaedah di dalamnya (seperti media sosial, blog, web); (5) Literasi teknologi dapat dilakukan dengan mempelajari perangkat keras dan lunak komputer, teknologi digital, dan etika pemanfaatan teknologi; (6) Literasi visual dengan cara membuat video pembacaan karya sastra, film pendek tentang pembangunan karakter/akhlak mulia, dan sebagainya. Melalui jenis literasi tersebut, kita bisa memprogramkan berbagai sayembara, baik di sekolah maupun di masyarakat.

Sebagai taman para penulis, Riau dan Kepulauan Riau (Kepri) memiliki sejarah literasi gemilang. Berpuluh ribu kitab–kini sudah menjadi manuskrip–lahir dari rahim para penulis handal pada zamannya. Sayangnya, kitab-kitab literasi itu dijarah penjajah dan berada di beberapa musem mancanegara. Agak janggal memang, kita harus ke negara lain jika ingin menelaah menuskrip tentang Melayu. Sejak abad ke-18 hingga kini, karya-karya literasi Riau dan Kepri terus saja bersayap. Berlaksa karya literasi itu melanglangbuana menembusi ruang dan waktu. Tiada sekat. Karya itu terus melintasi geografis tanpa batas bagai pandemi. Hal itu bisa terjadi karena literasi bisa dilakukan kapan dan di mana saja. Bahkan, geliat ini bisa hidup di ruang hampa, ruang kesunyian.

Jika geliat literasi sudah terbangun dari rumah, berlanjut di sekolah, dan terbangun dalam kehidupan bermasyarakat, Saya yakin akan terbentuk bangsa dan negara literat. Bangsa dan negara literat bukan sekedar celik huruf. Yang kita harapkan adalah melalui geliat literasi bisa melebihi batasan celik huruf. Aktivitas literasi, baik manual maupun digital menjadi suatu kebiasaan dalam kehidupan sehari-hari. Kita berharap suatu masa pemandangan orang berliterasi ditemukan di mana-mana. Semoga literasi seperti pandemi yang merebak dari suatu ruang ke ruang lain. Dari pandemi literasi yang sudah merebak ke seantero negeri, kita akan memiliki generasi emas yang berhati mulia dan cerdas.***
Alhamdulillah.

Bengkalis, Jumat, 29 Rabiul Awal 1443 / 05 November 2021.

*) Musa Ismail, Sastrawan dan ASN di Dinas Pendidikan Kabupaten Bengkalis, Riau

Baca : Longkang

Ikuti berita lamanriau.com di GoogleNews

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *