Hari Pengkhianat

Kumis kucing bunga terindah
bulan ramadhan beribadah puasa
sungguh mulia pahlawan amanah
budi dikenang sepanjang masa

Pasak bumi dijadikan obat
rasanya pahit dibuat pasta
hancur lidah tersebab khianat
amanah dinoda demi tahta

Rawit diiris dicampur babat
dimasak kelapa santannya pekat
hari pahlawan sebagai pengingat
menjadi pengkhianat tak akan selamat

JUDUL Jengah Jengak Cendekia berbeda. Walaupun berbeda yang penting bukan spektakuler. Kalau pun ada yang beranggapan demikian tak masalah. Silakan. Terpenting rekan diskusi rutin tak berkomentar. Sikap ini tentu saja dapat dimaknai tanda setuju.

Sebelumnya, tiga hari lalu, 10 November 2021 bangsa besar ini memperingati Hari Pahlawan. Merujuk KB2I (Kamus Besar Bahasa Indonesia) Pahlawan dimaknai sebagai orang yang menonjol karena keberanian dan pengorbanannya dalam membela kebenaran. Pahlawan adalah juga pejuang yang gagah berani. Di sisi lain dalam konteks berbeda ada pula istilah Pahlawan Kesiangan. Yang artinya [1] Orang yang baru mau bekerja (berjuang) setelah peperangan (masa sulit) berakhir. [2] Orang yang ketika masa perjuangan tidak melakukan apa-apa, tetapi setelah peperangan selesai menyatakan diri pejuang. Apakah ada Pahlawan Kesiangan hari ini? Silakan dinilai.

Berbeda dengan Hari Pahlawan yang direpresentasi melalui seseorang yang rela berkorban, sang Pengkhianat tentu saja berbada. Pengkhianat asalnya dari kata khianat. Artinya perbuatan tidak setia, tipu daya, perbuatan yang bertentangan dengan janji. Begitu KB2I menjelaskan. Berkhianat adalah perbuatan, berbuat khianat. Berkhianat kepada negara dan bangsa adalah perbuatan yang sangat hina. Orang yang berkhianat itulah yang disebut dengan Pengkhianat.

Beraltar sudah terlalu banyak yang mengulas seputar kepahlawanan, maka momen Hari Pahlawan ini, Jengah Jenguk Cendekia (J2C) membincang-kilas ihwal Pengkhianat. Sederhanaya Pengkhianat menjadi pembanding antara kepahlawanan seorang Pahlawan dengan pengkhianatan seorang Pengkhianat. Ini dimaksudkan sebagai pengingat, teristimewa kepada bangsa yang selalu lupa. Yang tak boleh tentu saja lupa siapa itu Pengkhanat Negara dan Bangsa. Bersandar hujah itulah bahwa imbal-sanding Pahlawan dengan Pengkhianat penting diulas-kilas.

Simultansinya Jengah Jenguk Cendekia minimal mengklasifikan tiga tingkatan karakter Pengkhianat. [1]. Pengkhianat makluk kepada khlalik. Ini adalah prilaku pengkhianatan tertinggi. Sederhananya dalam perspektif “teori khalik makhluk” para pengkhianat melupa diri akan keberadaan sang pencipta (khalik). Para pengkhianat percaya adanya khalik, tetapi tidak percaya pada syariat-Nya. Yang lain mereka berlakon-laku ateis (manusia yang tidak percaya adanya sang khalik).

[2]. Pengkhianat Nurani. Nurani yang sunatullah selalu membimbing dan menjunjung tinggi kebenaran terlalu sering dikhianati. Pengkhianatan sang Pengkhianat tentu saja akan meluka-darahi, mendarah hati. Walaupun meluka masih termasuk biasa. Yang berbahaya adalah membusuk hati. Sifat dengki, iri berserta kawan-kawannya termasuk penyakit hati yang dapat membusuk hati. Busuk hati adalah istilah orang-orang yang selalu tidak senang dengan kebaikan orang lain. Esensinya mereka berkhianat pada nurani. Yang sangat mudah tentu saja mencari obatnya. Obat hati ada lima perkara. Begitulah tajuk lagu populer ihwal obat untuk sang Pengkhianat.

[3]. Pengkhianat Negara-bangsa (pengkhianat struktural). Dalam konteks kekinian Hari Pahlawan tidak wajib hanya mengungkap jasa besar seorang Pahlawan. Hari Pahlawan menjadi wajib mengungkap-kisahkan para (sang) Pengkhianat Negara-bangsa. Bahwa negeri ini tidak akan lepas dari kungkungan, pasaungan dan tindasan oleh sang pengkhianat. Itulah sebabnya perlu menjadi pertimbangan ketika memperingati Hari Pahlawan saja. Secara bersamaan juga mengingat sang Pengkhianat. Khususnya para pengkhianat Pancasila yang ingin mengubah menjadi tiga atau dua sila. Mereka pengkhianat (pemakar) ideologi. Itulah salah satu “Para Pengkhianat”. Yang lain silakan ditelusur lebih banyak.

Membahas-puncak Jengah Jenguk Cendekia melalui tajuk “Hari Pengkhianat” mempunyai relevansi esensi terhadap pahlawan manakala adanya sang Pengkhianat. Tanpa Pengkhianat mustahil ada Pahlawan. Simplikasinya “Hari Pengkhianat” merupakan reflektif filosofis memperingati sekaligus menghargai perjuangan seorang Pahlawan. Setuju?!

Selamat “Hari Pengkhianat”.  ***

Baca : Peradaban Domino

Ikuti berita lamanriau.com di GoogleNews

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *