Buta Sastra Riau

Bang Long

Bismillah,
APA yang terbayang jika Anda berada pada keadaan buta? Saya yakin bahwa Anda akan membayangkan sesuatu yang hitam, gelap bekope, dan tentu saja mengerikan. Secara harfiah, buta berarti tidak dapat melihat karena mata (penglihatan) rusak. Ini merupakan buta jasad. Namun, ada juga buta batin. Buta mata hati. Buta batin lebih mengarah ke buta mata hati, yaitu suatu keadaan perasaan yang tidak peka terhadap sesuatu. Perasaan seseorang seperti mati terhadap norma-norma atau nilai-nilai suatu objek. Hitung-hitungan selalu berorientasi ke arah untung rugi secara material. Orang-orang yang buta hatinya di dunia itu terjadi karena ketamakan mereka dalam meraih dan menikmati materi.

Buta jasad tentu sangat jauh perbedaannya dengan buta (mata) hati; buta batin. Seseorang yang sudah merasakan buta jasad sejak lahir tentu berbeda dengan orang buta matanya setelah berusia 20 tahun. Lalu, kita pada umumnya akan mengatakan bahwa buta (mata) hati lebih parah daripada buta mata. Namun, sebagai manusia normal, kita tentu akan memilih tidak buta keduanya.

Lantas, bagaimana kalau buta sastra? Buta sastra bisa berkaitan dengan buta mata dan buta (mata) hati. Suatu keadaan jika kita tak mampu nak mempelajari karya sastra (Riau) berarti mata kita sudah buta. Suatu keadaan jika kita tak mampu untuk memajukan karya sastra (wan) Riau, berarti pula buta (mata) hati. Agar tidak buta, kita semestinya berlakon sebagai pelajar. Selain pelajar menurut jenjang pendidikan, kita bisa menjadi pelajar yang tidak terbatas ruang dan waktu.

Nah, bagaimana pelajar sastra Riau? Pelajar sastra Riau berarti pelajar yang berupaya mempelajari dan memahami karya sastra Riau. Apakah sudah terbangun suatu sikap para pelajar untuk mempelajari sastra Riau? Sudah terbentukkah suatu komunitas yang memperlajari sastra Riau? Apakah penting mempelajari sastra Riau?

Kita tidak ingin bangsa ini terjebak dalam lingkaran gelap materi. Bangsa hedonis. Kita lebih menginginkan bangsa ini membangun jatidirinya dengan norma-norma adab. Adab merupakan segala-galanya. Norma-norma itu bisa ambil dari nilai-nilai dalam karya sastra. Selanjutnya, nilai-nilai itu bisa kita tanamkan dalam diri untuk membangun karakter bangsa yang kuat.

Apa peranan sastrawan, sekolah, dan pemerintah dalam hal memajukan karya sastra sebagai suatu aspek kebudayaan? Saya membongkar kembali ingatan pada 2006. Atas rintisan penggiat sastra Riau, pertemuan di gelar pada suatu hotel di Pekanbaru. Tema pembicaraannya Menggauli Sastra Riau. Waktu itu, selain tokoh sastrawan dan akademisi Riau, turut diundang Kepala SMA dan guru. Saya ikut dalam pertemuan tersebut. Pertemuan itu menghasilkan rekomendasi tentang penerbitan karya sastra para sastrawan Riau. Selanjutnya, buku karya sastra tersebut akan didistribusikan ke sekolah-sekolah di Riau. Menurut Saya, inilah kemauan dan upaya luar biasa yang dirintis oleh pemerintah daerah bekerja sama dengan para sastrawan negeri ini. Inilah ikhtiar untuk memperkenalkan dan mempelajari karya sastra Riau kepada para pelajar se-Riau. Namun sangat disayangkan, upaya berkelas yang telah dirintis itu hanya lekat dalam ingatan, tetapi hilang dalam perancangan. Sebab musababnya, entahlah! Hingga saat ini, kemauan dan upaya seperti itu semakin kecut dan menciut.

Bagaimana pun, peranan pemerintah (provinsi dan kabupaten/kota) untuk menerbitkan karya sastra Riau sangat diperlukan. Peranan tersebut sebagai perwujudan kepedulian pemerintah terhadap aspek kebudayaan Melayu (Riau), khususnya bidang sastra. Selain itu, peranan ini juga sebagai bentuk kepedulian pemerintah kepada para sastrawan (pekerja seni). Bentuk perwujudan kepedulian ini pun—kalau terjadi—harus berdasarkan prinsip pemerataan. Selama ini, para sastrawan (Riau) lebih banyak bekerja sendiri dan bermodal secara pribadi untuk menerbitkan karyanya serta memperkenalkan ke masyarakat, termasuk kepada para pelajar. Tentu saja ini sangat terbatas. Karena keterbatasan itu, para pelajar dan guru akan sulit memperoleh buku karya sastra Riau. Kalau kita ke perpustakaan provinsi, perpustakaan daerah untuk mencari buku karya sastra Riau, sangat memperihatinkan, mentelah lagi perpustakaan sekolah. Begitulah nasib karya sastra(wan) Riau hingga saat ini. Ini menjadi keluhan sepanjang hayat jika tidak ada perhatian serius.

Mungkin sebagian orang menganggap karya sastra itu tidak penting. Anggapan seperti itu berkemungkinan pula karena pola pikir yang pragmatis dan materialistik dari sebagian orang tersebut. Tidak jarang pula justru karya sastra (Riau) menjadi objek dari orang-orang berpikiran pragmatis dan materialistik tersebut.

Di sisi lain, nasib pelajaran sastra terus terancam. Kurikulum kita tidak memberikan ruang khusus untuk materi pembelajaran sastra. Kita masih berharap banyak kepada para guru Bahasa Indonesia yang kreatif dan inovatif. Guru Bahasa Indonesia yang kreatif dan inovatif akan mampu menempatkan secara khusus materi pembelajaran sastra pada waktu tertentu.

Para pelajar memerlukan gerakan dan sokongan dari para guru dan kepala sekolah agar tidak terjadi generasi buta sastra Riau di negeri taman para penulis ini.

Untuk mengantisipasi minimnya materi sastra hal ini, para pihak manajemen sekolah dapat melakukan beberapa upaya. Pertama, menggerakkan program literasi sekolah secara rutin dengan memanfaatkan buku karya sastra Riau (pengadaan buku melalui dana BOS). Kedua, membentuk sanggar kesenian yang di dalamnya ada kegiatan sastra (Riau). Ketiga, menggelar sayembara-sayembara yang bersumber dari karya sastra Riau (membaca puisi, syair, cerpen, berpantun, menelaah karya sastra, resensi karya sastra (Riau), dan sebagainya). Keempat, mendatangkan sastrawan (Riau) sebagai narasumber untuk memotivasi para siswa. Kelima, memanfaatkan karya sastra Riau sebagai bahan ajar.

Semoga generasi kita tidak menjadi buta. Buta membaca karya sastra Riau. Buta memajukan dunia sastra Riau. Buta menimba nilai-nilai dalam sumur karya sastra Riau. Mudah-mudahan sekolah, masyarakat, dan pemerintah kita terkondisi dalam keadaan celik sastra.

Semoga bermanfaat! ***

Alhamdulillah.
Bengkalis, Selasa, 11 Rabiul Awal 1443 / 16 November 2021

Baca : Pandemi Literasi

Ikuti berita lamanriau.com di GoogleNews

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *