Dahsyatnya Ledakan Gunung Semeru tanpa Peringatan

LAMANRIAU.COM, LUMAJANG – Bencana alam menimpa warga Kabupaten Lumajang, Jawa Timur. Setelah gunung Semeru meletus atau mengalami erupsi, Sabtu 4 Desember 2021 sore sekitar pukul 15.00 WIB. Dahsyatnya ledakan tanpa peringatan tersebut, membuat warga panik.

Dari rekaman beberapa video, tampak peristiwa letusan gunung dengan keadaan banyak warga di kaki gunung berhamburan ke luar rumah demi menyelamatkan diri. Video itu juga menunjukkan, erupsi gunung sangat tinggi berkisaran atas 10 meter dari puncak Gunung Semeru.

Letusan gunung aktif tersebut membuat warga dua kecamatan di Kabupaten Lumajang gelap gulita. Petugas Pos Pengamatan Gunung Api Semeru, Yadi Yuliandi membenarkan adanya awan panas guguran Gunung Semeru, seperti yang terlihat dalam sejumlah video yang beredar di media sosial (medsos).

Mengenai informasi suara gemuruh, Yadi mengaku belum mengetahui pasti. “Karena bercampur banjir, kita belum mengetahui informasi pastinya. Nanti akan kami informasikan kembali,” kata Yadi.

Berdasarkan hasil pengamatan sementara, visual Gunung Semeru tidak terlihat. Hal ini karena gunung yang memiliki ketinggian 3.676 meter dari permukaan laut (mdpl) itu tertutup kabut tebal.

Hal serupa juga diungkapkan Kepala Sub Bagian Data, Evaluasi, Pelaporan dan Kehumasan Balai Besar Taman Nasional Bromo, Tengger dan Semeru (BB TNBTS), Sarif Hidayat. Saat ini, kata dia, pihaknya belum mendapatkan informasi detail dari Pos Pengamatan Gunung Api Semeru.

“Masyarakat yang ada di bawah diminta waspada, terutama yang berdekatan dengan sungai,” kata Sarif.

Gunung Semeru sempat erupsi, pada 16 Januari 2021 lalu. Dua hari kemudian, Kasi Kedaruratan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jawa Timur (Jatim), Satriyo Nur Seno memastikan kondisi normal sehingga warga dapat kembali ke rumah masing-masing.

Kepala Pusdalops Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Bambang Surya Putra mengatakan, tidak ada peringatan dini atas peristiwa yang berdampak pada warga Lumajang.

“Yang pertama, tentunya semua sumber daya dikerahkan ke Lumajang. Terkait kondisi itu, kebetulan itu mendadak sekali, kami tidak mendapat sama sekali peringatan, dan tidak juga mendapat informasi (peringata letusan Semeru, red) dari teman teman yang berwenang (Pos Pengamatan Gunung Semeru, dan lainnya),” kata Bambang.

Bambang mengatakan, BNPB langsung melakukan koordinasi dengan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD).

“Kemudian, kami menyelamtkan nyawa, ya. Sebanyak-banyaknya. Tapi, kami belum tahu apakah ini (letusan Semeru, red) akan membesar atau seperti apa. Ini juga, informasinya terus dilakukan monitor,” kata Bambang.

Soal jumlah warga terdampak letusan Gunung Semeru, Bambang mengatakan, pendataan masih dilakukan sementara ini.

“Sekarang fokus pada penyelamatan zona zona pada risiko bencana 1 dan 2, untuk evakuasi ke tempat yang aman. Untuk ring 1 dan ring 2, saya belum lihat petanya. Tapi, untuk Pemda Kabupaten Lumajang, saya yakin mereka sudah ada peta, dan akan mengarahkan masyarakat ke zona hijau,” kata Bambang.

Dia juga memastikan, Tim Penyelamatan sudah berada di lokasi bencana. “Posisinya saat ini, sudah di lapangan, yaitu BPBD Kabupaten Lumajang dan BPBD Jawa Timur. Saya sudah dapat gambar-gambar langsung dari lapangan. BNPB segera meluncur, yang pasti, semua mode transportasi pasti akan digunakan,” ungkap Bambang.

Bambang juga mengatakan, hasil pantauan BNPB juga untuk mengetahui dampak letusan Gunung Semeru terhadap kegiatan transportasi penerbangan. “Ya, kami akan pantau untuk menutup atau tidak, bandara bandara terdampak erupsi Semeru,” katanya.

Mengutip laporan dari laman resmi PVMBG terlihat dalam waktu 24 jam Gunung Semeru mengalami 54 kali letusan atau erupsi dengan amplitudo 11-12 mm dengan durasi 85-130 detik. Dalam waktu yang hampir bersamaan terpantau 4 kali guguran lava pijar dengan jarak luncur 500-800 meter, dengan pusat guguran 500 mdi bawah kawah.

“Masyarakat, pengunjung, wisatawan tidak beraktivitas dalam radius 1 Km dari kawah Semeru dan jarak 5 KM arah bukaan kawah di sektor tenggara – selatan, serta mewaspadai awan panas guguran, guguran lava, dan lahar sepanjang aliran sungai atau lembah yang berhulu ke puncak Gunung Semeru,” imbau PVMBG.

Dalam sejarah kegunungapian, letusan Gunung Semeru telah terjadi sejak tahun 1818 lalu. Gunung Semeru sendiri merupakan gunung bertipe strato dengan puncak tertingginya ialah Mahameru. Dalam Gunung ini terdapat kawah Jonggring Seloko di sebelah tenggara puncak yang terbentuk sejak 1912.

Sementara untuk Letusan Gunung Semeru umumnya letusan abu bertipe vulkanian dan strombolian yang terjadi 3-4 kali setiap jam.

Letusan tipe vulkanian dicirikan dengan letusan eksplosif yang kadang-kadang menghancurkan kubah dan lidah lava yang telah terbentuk sebelumnya, selanjutnya terjadi letusan bertipe strombolian yang biasanya diikuti dengan pembentukan kubah dan lidah lava baru.

Terakhir kali letusan Gunung Semeru terjadi pada 19 Mei 2008 dengan guguran awan panas yang didahului letusan asap. Arah awan panas ke Besuk Bang dengan jarak luncur 1500m. Pada 21 Mei 2008 terjadi 6 kali guguran awan panas ke Besuk Bang, Besuk kembar dan Besuk Kobokan dengan jarak luncur 1000-3000 m. Dan pada 22 Mei 2008 terjadi 4 kali guguran awan panas ke Besuk Kobokan dengan jarak luncur 2500m. (rri)

Ikuti berita lamanriau.com di GoogleNews

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *