Pembodohan Bangsa

Gunung

Pulau natuna penghasil gas
pantainya indah berbatuan cadas
kami adalah bangsa cerdas
membodohi jangan terlalu lugas

Wedang jahe gula batu
asam jawa daun kencur
visi kami merdeka bersatu
negeri berdaulat adil makmur

Makan siang menu susi
sayur lobak tumis tengiri
jalankan pemerintahan rujuklah konstitusi
jangan sampai khianat negeri

FRASA ‘pembodohan bangsa’ bukanlah lawan tanding dari frasa ‘pencerdasan bangsa’. Boleh saja jika ada yang mengklaim sebagai (menjadi) bagian dari sebuah parodi. Sehingga ‘pembodohan bangsa’ adalah lawan dari ‘pencerdasan bangsa’. Ihwal upaya pembodohan bangsa inilah jika ada jelas-jelas bertentangan dengan amanah konstitusi (UUD 1945).

Undang-Undang Dasar 1945 sebagai konstitusi telah memberikan pijakan filosofis yang merefleksikan sebuah visi sekaligus misi negeri ini didirikan. Berpedoman UUD 1945 sesuai pembukaan bahwa Indonesia visinya adalah: negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Tentu saja misinya adalah [1]. Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. [2]. Memajukan kesejahteraan umum.[3]. Mencerdaskan kehidupan bangsa.  [4]. Ikut melaksanakan ketertiban dunia.

Menyambung-kisah suasana kekinian tidak berlebihan jika ‘pembodohan bangsa’ jangan hanya dimaknai sebagai lawan tanding dus parodi dari ‘pencerdasan bangsa’. Misi ketiga, mencerdaskan kehidupan bangsa wajib dimaknai dalam konteks fungsi-peran-tugas pemerintahan negara yang dijalankan oleh penyelenggara pemerintahan. Dalam bahasa sederhana, pemerintah (eksekutif) diberikan amanah untuk mencerdaskan kehidupan bangsa, bukan sebaliknya. Makna bukan sebaliknya adalah tidak melakukan upaya-upaya ‘pembodohan bangsa’. Bangsa di sini dimaknai sebagai warga masyarakat. 

Tajuk ‘pembodohan bangsa’ dikemukakan dalam Jengah Jenguk Cendekia (J2K) adalah sebagai pengingat. Oleh karena pengingat sandarannya ulas-hikmah. Pengingat jangan pula dimaksudkan menasihati dus mengkritisi. Bukan apa-apa, kata nasihat terkesan menggurui seperti (nasihat) orang tua terhadap anak. Sementara kata kritisi, walaupun tidak langsung, galibnya selalu dituduh sebagai (pihak) oposisi.

Nasihat dan kritis sesungguhnya titik tumpunya adalah pengingat konsisten pada jalur amanah. Pengingat jalur amanah ini pula minimal yang disebut dengan ‘bukan pembodohan bangsa’ (pencerdasan bangsa). Sebab manakala nasihat dan kritis dianggap oposisi, akan terkesan sebagai (menjadi) ‘pembodohan bangsa’. Mengapa? Kata orang-orang bijak “demokrasi tanpa pengingat (penyeimbang), penguasanya akan terjerumus ke dalam jurang”. Minimalnya jurang ‘otoritarian’. Apakah anak bangsa negeri ini rela penyelenggara pemerintahan terperosok atau terjerumus masuk ke dalam jurang? Tentu saja tidak. Sekali tidak.

Berpijak sebagai pengingat, menyampaikan pesan amanah konstitusi kepada penyelenggara pemerintahan menjadi penting dilakukan. Dalam mengingatkan sesuai pembukan UUD 1945 selain visi dan misi terdapat lanskap cara bernegara. Lanskap inilah merefleksikan misi ketiga ‘mencerdaskan kehidupan bangsa’. Esensi sesungguhnya di sinilah kedudukan pengingat yang dimaknai sebagai ‘pencerdasan bangsa’, bukan ‘pembodohan bangsa’. Oleh karena itu, elok nan bijaksana walaupun kapasitasnya sekadar mengingatkan, jangan lagi dianggap berlawanan. Pengingat adalah bagian integral dari mencerdaskan bangsa, bukan pembodohan bangsa.

Ulas-tutup, J2C jujur rada kebingung-bimbangan memahami dan menghadapi akhir tahun ‘seolah-olah’ terus-menerus dalam ‘belenggu pandemi’. Pertanyaan pengingat tentu saja: Apakah menurut WHO sampai saat ini dunia umumnya, dan negeri ini khususnya masih masuk ke dalam klasifikasi (pengkategorian) era pandemi?

Tambahan yang tak kalah pentingnya juga pertanyaan pengingat: Manakah yang lebih mengkhawatirkan dalam jangka waktu lama menurut kajian akademis (penelitian ilmiah objektif dan jujur) antara: vaksin, instrumentasi tes (PCR dan lainnya), atau virus (termasuk Covid-19)?

Sebagai anak bangsa dalam upaya tidak menjadi bagian dari ‘pembodohan bangsa’, pertanyaan pengingat menjadi mustahak untuk direnung-perhatikan. Renungan ini berklid-klindan sesuai Peraturan Daerah Kota Pekanbaru Nomor 5/2021 tentang, “Perlindungan Masyarakat Dari Penyebaran dan Dampak Corona Virus Disease 2019”. Nomenklatur (penamaan) regulasi (peraturan daerah) yang mengandung kata “perlindungan masyarakat” penting direnungkan.

Bersagang pada upaya perenungan itulah pertanyaan pengingatnya: Sampai kapan (berapa lama) waktunya masyarakat Kota Pekanbaru harus dilindungi? Dilindungi dari apa? Dari vaksin, instrumentasi tes (PCR dan lainnya), virus (termasuk Covid-19 dengan variannya), masker, regulasi, pelacakan, atau apa?

Wallahu a’lam bishawab. ***

Baca : Sandiwara Konstitusi

Ikuti berita lamanriau.com di GoogleNews

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *