Tidak Ada Judul

barau

gunung-gunung berapi
sepanjang nusantara
aktif bersama

sungai-sungai
meluap bersama

jiwa-jiwa
berontak

Posted FB, 5 Desember 2021

TIDAK ada judul.

Abbas Abdurrahman namanya. Seorang pewarta. Warga Panam Bandabandang, yang kampung berkuahnya terletak di tengah titik pusat Negeri Andalasia. Biasanya dia keliling Pekanbaru, ‘ngitari kota’ nenteng tustel. Lalu ngodak sini ngodak sana. Tembak titian dan jembatan. Tembak pondok dan gegedungan. Tembak banjir dan sesampahan.

Eh, tetiba ‘nulis puisi.

Belum tertarik baginya puisi – tampaknya – kalau belum betul-betul dikejutkan luapan-luapan amat dahsyat lelaut dan gegunung. Seperti luapan muntahan gunung berapi. Juga seperti luapan air laut melanda memanjat daratan, yang amat besar dalam beberapa hari ini.

Bila semburan larpa Semeru di Jawa telah menimbun, mengubur dan membunuh hidup-hidup manusia dan hewan di kaki-kakinya. Luapan air laut pesisir Indragiri di Sumatera telah menjebol tanggul-tanggul dan mengaramkan ribuan hektar petani kelapa. Itu baru pesisir Indragiri dan sekitarnya.

Belum masuk wilayah lainnya.

Memang. Di Indragiri. Tidak mematikan manusia dan mengubur hewan-hewan seketika. Tetapi masa depan mereka sudah terbunuh sebelum ajal tiba. Termasuk anak cucu mereka yang belum lahir ke dunia.

“Bas. Gunung Merapi sudah meletus pula.”

Aku kabarkan peristiwa petang semalam ini kepada Abas yang peduli tentang keresahgelisahan alam ini. Seperti Ebiet G Ade mengabarkan berita kepada kawannya tentang sebuah tragedi :

“kukabarkan semuanya. Kepada karang kepada ombak kepada matahari.”

“Puisimu, bukan hanya kabar. Juga prediksi.”

Ketika Semeru mendadak meletus tanpa info dini, Merapi masih tenang dalam sunyi. Macam tengah istirahat panjang dan tengah bermimpi. Tiada gelagat menyentak bangun bangkit dan mengamuk lagi. Tetapi ketika Semeru mulai mereda, eh macam berantai, Merapi pula bangun seketika, menyemburkan larpa. Bara api.

Puisimu itu, seperti mesin OSG untuk perut bumi. Bisa melihat partikel-partikel halus jejaringan telus dari kedalaman gunung berapi. Bisa pula melihat hati jantung bumi yang kompak unjuk resah, geram terus dikibuli.

“Gunung dan laut mana lagi setelah ini, Bas?”

Biarlah masing-masing gunung dan laut menjawab dan menyahut sendiri. Namun betulkah ini laknat dari si boneka pinikio yang dulu itu minta dilaknat? ; andai dia berbohong andai dia berkhianat pada rakyat?

Lagi-lagi, biarlah.

Awan dari dalam perut bumi ‘kan menjawab.

Seperti zaman nabi-nabi
Ketika semua sudah dikebiri,
habis dizalimi. Saat orang-orang
tak berdaya lagi;

Maka, alamlah yang bereaksi
Kalau tidak laut mengirim
ombak tinggi ~ tsunami,
gunung-gununglah
memuntahkan fijar api

Sudah banyak Dia gambarkan
Sudah lama pun kita ingatkan
Fir’aun bukanlah teladan
makhluk berakal budi.***

Panam Bandaraya, 2021

Ikuti berita lamanriau.com di GoogleNews

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *