Mimbar  

Hakikat Perjalanan Menuju Allah SWT

Ilustrasi

LAMANRIAU.COM – Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok, dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Mahamengetahui lagi Mahamengenal (QS.Luqman: 34)

Ketika Allah SWT bertanya kepada kita, fa aina tazhabun? (mau pergi kemana kamu?) (QS. al-Takwir : 26), kita sering menjawabnya tidak jelas, kita tidak tahu hendak pergi kemana. Apa sebenarnya tujuan kita dalam hidup ini; mengejar karir, kekayaan, kedudukan, kemasyhuran atau sekedar menghabiskan usia, atau hanya mengikuti perjalanan waktu. Nauzubillah min zalik.

Hidup ini adalah amanah, akan ada pertanggungjawaban apa yang kita lakukan selama di dunia ini di hadapan Allah SWT. Sejatinya di bumi ini kita menebarkan kedamaian, cinta dan kebaikan yang bisa dirasakan dan bermanfaat bagi orang lain.

Ulama sufi mengatakan, “dunia ini seperti sawah ladang”, barang siapa yang menabur kebaikan pasti dia akan menuai hasil dari kebaikannya. Dan jika ia menabur benih-benih kejahatan ia pun akan memetik penyesalan yang tidak berguna lagi.

Jangan terlena dengan kegemerlapan dunia, apalagi mabuk terpesona mencintai dunia, Alquran mengajarkan kita untuk memilih mencintai Allah SWT. Karena mencintai Allah SWT sifatnya lebih abadi. Berbeda dengan harta, pangkat, kedudukan yang semuanya sangat temporer. tidak kekal dan bakal akan kita tinggalkan.

Kita semua akan menempuh perjalanan kembali menuju Allah SWT, tentu sangat didambakan bahwa perjalanan itu menjadi perjalanan yang terindah penuh kenangan yang dilakukan dengan keikhlasan, dengan senang hati menuju Allah SWT.

Hakikatnya ada tiga perjalanan kembali menuju Allah SWT, pertama, shalat. Menjadikan shalat sebagai nafas dalam kehidupan, sebagai kebutuhan yang mutlaq-bukan kewajiban semata, sebagai cahaya yang menerangi kehidupan. Rasulullah SAW bersabda, “Barangsiapa menjaga shalatnya, maka shalat itu menjadi cahaya, bukti dan keselamatan baginya pada hari Kiamat”(HR.Ahmad).

Apalagi shalat dilakukan berjamaah di masjid (dalam keadaan normal), pasti akan menjadi energi spiritual yang luarbiasa, menjadi energi kekuatan umat bahkan pemersatu bangsa dan umat Islam dunia. Sehingga terhindar dari segala perbuatan keji dan mungkar.

Sudah saatnya kita secara pribadi, keluarga, masyarakat, seluruh instansi pemerintah dan swasta serta lembaga pendidikan membangun peradaban umat dengan gerakan memakmurkan masjid shalat berjamaah di awal waktu, sehingga menjadi kebahagiaan jiwa dan sumber ketenangan.

Nabi SAW bersabda, “Penyejuk mataku (penenang hatiku) ada dalam shalat”(HR.Ahmad). Disadari bahwa ada dua waktu yang pasti sedang kita tunggu, kita selalu menunggu waktu shalat, dan saatnya kita menunggu waktu dishalatkan.

Hakikat shalat adalah mi’raj perjalanan menuju Allah SWT dan bertawajuh mengahadap Allah SWT, ketika shalat bukan sekedar gerakan jasmani saja, tetapi mengikutsertakan nafsani (jiwa) dan ruhani (ruh). Artinya jiwanya pun ikut shalat sehingga merasakan getaran qalbu yang menghidupkan rasa, rasa rindunya kepada Allah SWT, rasa takut dan rasa malunya berbuat kebatilan.

Kedua, ibadah hajji/umroh. Perjalanan ibadah haji merupakan perjalanan jasmani dan ruhani menuju Allah SWT—dilakukan dengan segala ketulusan dan keikhlasan hati untuk merasakan, menyaksikan Keagungan Allah dan “bertemu” dengan Allah SWT—saat berada di dua Tanah Haram-Nya (al-Haramain asy-Syarifain) yaitu Makkah al-Mukarramah dan Madinah al-Munawwarah.

Perjalanan ibadah haji bukanlah perjalanan biasa tanpa makna, nilai-nilai yang terkandung di dalamnya sarat dengan hikmah, yaitu : Rihlatun-Tarikhiyyah, napak tilas sejarah Nabi-Nabi dan sejarah Agama Allah SWT, Rihlatun-Hadariyyah, pertemuan umat Islam dunia, Islam universal, Rihlatun-Ubudiyyah, peningkatan nilai ibadah, Rihlatun-Ruju’iyyah, perjalanan ruhani kembali menuju Allah SWT dan kesadaran akan kematian.

Puncaknya saat “Wukuf di Arafah” Berhenti secara fisik, namun pikiran tetap bergerak ke dalam diri (inner journey), merasakan bisikan suara kalbu. Ritual wukuf pada hakikatnya ditujukan untuk mengenal diri; agar kita sadar akan status diri di hadapan Allah SWT dan sesama makhluk.

Mengenal hidup; agar kita sadar tanggungjawab, tujuan, makna, tugas, nilai, awal dan akhir hidup yang kita jalani. Mengenal Allah SWT; agar kita sadar akan Kemahabesaran Allah SWT yang sebenarnya, hidup dari Allah SWT dan kembali pada Allah SWT.

Membenahi diri (berkaca diri); agar kita sadar untuk membenahi diri secara terus-menerus untuk mencapai kesempurnaan akhlak. Wukuf di Arafah adalah momen penyadaran diri seorang hamba melalui proses muhasabah diri, perenungan lintas kehidupan masa lalu, masa kini dan masa depan. Selama ini kita lebih memilih dan mementingkan dunia ketimbang mengabdi kepada Allah SWT.

Selama ini kita menjadi pengembara padang pasir yang tersesat dan kehilangan arah. Kita ingin kembali ketempat asal kita yaitu kepada Allah SWT. Kita mohonkan ampunan kepada Allah SWT atas dosa-dosa yang menyelimuti diri kita. Ibadah Haji dan Qurban tidak terpisahkan, Melalui ibadah Qurban kita dituntut untuk membagi rasa dan kenikmatan kepada saudara-saudara kita yang tidak mampu.

Pada gilirannya diharapkan ikatan ukhuwah Islamiyah yang selama ini telah terjalin, semakin kuat. Kesadaran sebagai umat yang satu (ummatan wahidah) yang diikat oleh tali akidah yang sama, sangat relevan untuk kita aktualkan pada saat ini mengingat kesadaran kita sebagai umat semakin memudar.

Tidak itu saja rasa kebersamaan kita sebagai bangsa juga mengalami goncangan. Mungkin karena bangsa ini selalu berpecah belah, saling menebar isu dan kebohongan, saling mengadu domba, saling menjatuhkan, membuat Allah SWT marah. Sehingga ia menurunkan azab-NYA di tengah kita berupa multi krisis yang tidak pernah selesai.

Tidak itu saja kita juga diberi azab berupa bencana alam seperti longsor, banjir, wabah Covid-19 yang membawa kerugian material, jiwa dan spiritual. Dalam konteks ibadah qurban, pemimpin-pemimpin yang amanah dapat kita lihat pada sosok Ibrahim AS. Ibrahim AS adalah pemimpin yang benar-benar memiliki tauhid yang sangat kuat, sehingga muncul rasa takut kepada Allah SWT andai melanggar perintah-NYA.

Ia sanggup memenuhi perintah Allah SWT walaupun untuk itu ia harus kehilangan sesuatu yang paling dicintainya. Ia memilih Allah SWT sebagai tujuan dan orientasi hidup ketimbang kesenangan duniawai lainnya. Pemimpin yang seperti inilah yang akan adapat melepaskan kita dari kehancuran bangsa.

Ketiga kematian. Drama hidup yang penuh misteri dan seketika bisa mengubah jalan hidup seseorang serta keluarga adalah kematian. Setiap orang tidak bisa lolos darinya. Namun kita semua tidak tahu kapan, dimana dan bagaimana kematian itu terjadi. Sehingga semua yang ada ini tiba-tiba rapuh dan kecil tak berdaya dihadapan-NYA.

Allah SWT mengingatkan kita dalam al-Quran, “Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan diusahakannya besok, dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Mahamengetahui lagi Mahamengenal” (QS.Luqman: 34).

Kematian adalah sesuatu yang paling dekat dengan kita, kematian pasti terjadi, tetapi Allah SWT memberi ruang kebebasan untuk memilih jalan ke arah kematian. Maka usahakan kematian sebagai wisuda kehidupan, meraih akhir perjalanan hidup yang terindah kembali menuju Allah SWT, husnul khotimah.

“Ya Allah, jadikanlah sebaik-baik umurku adalah umur yang terakhirnya, sebaik-baik amalku adalah amal-amal penutupannya dan sebaik-baik hariku adalah hari saat aku menghadap-Mu.” (HR. Ath-Thabarani) .“Ya Allah, akhirilah hidup kami dengan membawa Islam, akhirilah hidup kami dengan iman dan akhirilah hidup kami dengan husnul khotimah.” ***

Ikuti berita lamanriau.com di GoogleNews

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *