Waktu

Bang Long

Bismillah,
….
Dan biarkanlah hari ini memeluk masa silam dengan kenangan
dan masa depan dengan kerinduan (Waktu, Kahlil Gibran)

SEKITAR lima bulan, kita sudah melewati tahun baru hijriah. Hari ini, sudah beberapa hari pula kita telah melewati tahun baru masehi. Kehadiran tahun baru akan melahirkan masa silam. Masa silam bukan sekedar lembaran pahit-manis. Masa silam pun bukan hanya catatan kenangan hampa rasa. Masa silam menjadi ibrah penting buat kita dalam melakoni perjalanan di tahun baru. Jika tahun baru ibarat kacang, maka masa silam adalah kulitnya. Jangan sampai kacang lupa akan kulitnya.

Kehadiran tahun baru seumpama jelmaan pagi. Ketika malam menjelang, kita senantiasa merindukan pagi. Waktu pagi memberikan resa bahagia. Kebahagiaan itu seiring dengan anggapan bahwa waktu pagi merupakan masa depan. Pagi adalah keberkahan. ”Ananda, waktu pagi adalah waktu yang sangat utama dan penuh berkah. Waktu yang berkah adalah waktu yang penuh kebaikan. Keberkahan pada waktu pagi daripada waktu-waktu yang lainnya karena pada waktu pagi tersebut adalah waktu yang biasa digunakan manusia untuk memulai amal. Waktu tersebut adalah waktu ketika kita sedang bersemangat untuk beraktivitas,” begitulah penjelasan tokoh Jalal dalam novel saya berjudul Demi Masa (DOTPLUS Publisher, Edisi Revisi 2021). Aidh Abdullah Al-Qarny mengatakan bahwa waktu pagi merupakan saat yang paling bagus di antara waktu sepanjang siang dan malam. Pikiran jernih. Jiwa berkobar. Berkah dalam pemberian. Kelapangan dari Tuhan langit dan bumi…. Segeralah meniti siang hari itu sejak awalnya dan manfaatkan waktu dalam sehari sejak waktu pagi (2005:184-185).

Setiap pergantian tahun, kita juga akan merindukan masa depan. Kita selalu saja bicara tentang masa depan. Masa depan itu adalah umur kita. Jika rerata umur kita 63 tahun, maka kita hanya memiliki jatah hidup 756 bulan. Jatah hidup 756 bulan itu sama dengan 22.680 hari. Waktu merupakan akumulasi hari. Kehadiran tahun baru sama hal berkurangnya umur kita sekitar 365 hari. Ini bermakna bahwa kita adalah kumpulan hari. Ulama Hasan al-Bashri mengatakan bahwa manusia hanyalah kumpulan hari. Setiap kali satu hari hilang, maka akan hilang pula sebagian dirinya.

Kehadiran tahun baru berarti kita kehilangan 365 hari dari bagian diri. Usia jadi berkurang. Terjadilah tahapan siklus hidup. Balita menjadi anak-anak. Anak-anak menjadi remaja. Remaja berubah muda dan dewasa. Lalu, kita menua. Pada waktunya, kita kembali pada kekosongan. Tanpa terkecuali, kita akan menghadapi kekosongan itu. Waktu menghadap Tuhan. Ketika tahun baru hadir, kita tidak perlu mengubur masa silam.

Kehidupan kita tersaji nikmat tak terhingga. Kita tak dapat menghitung nikmat yang telah dianugerahkan oleh Tuhan. Namun, kita selalu saja lalai dengan kenikmatan. Sesungguhnya, sadar atau tidak, kita tertipu oleh kenikmatan. Kita tidak pandai menggunakan waktu ketika masih sehat. Kita berleha-leha. Kita berfoya-foya. Joli sana, joli sini. Itu bermakna diri kita sendiri telah tertipu dengan nikmat sehat. Lalu, kita pun sering terkecoh dengan waktu luang yang dimiliki. Ketika waktu luang kita isi dengan perangai tidak berfaedah, itu bermakna diri kita sendiri telah tertipu oleh nikmat waktu luang. Bukan cuma itu, kita juga lupa dengan waktu muda. Kita alfa dengan kekayaan. Yang lebih parah, kita lupa waktu mati. Ketika itu, kita tak ubahnya telah tersungkur ditikam kesia-siaan. Kata Imam Syafi’i, ”Waktu laksana pedang. Jika engkau tidak menggunakannya, maka ia yang malah akan menebasmu. Dan dirimu jika tidak tersibukkan dalam kebaikan pasti akan tersibukkan dalam hal yang sia-sia”. Kita takut dengan perbuatan sia-sia, tetapi kita melakukannya juga.

Bangsa Melayu sangat menjunjung tinggi hakikat waktu. Waktu memiliki kedudukan yang penting. Karena penting itulah, orang Melayu dituntut untuk selalu memanfaatkan waktu dengan patut. Bukan cuma itu. Orang Melayu pun semestinya mampu menghargai waktu. Dalam kehidupan, bangsa Melayu terkenal arif dalam memanfaatkan waktu. Kearifan ini tentu saja memberikan teladan bagi kehidupan. Petani dan pelaut, misalnya, senantiasa memanfaatkan musim ketika berladang atau berkebun dan melaut. Musim merupakan perwujudan dari waktu.

Berkaitan dengan kearifan bangsa Melayu ini, banyak sekali Tunjuk Ajar Melayu (1994:357) tentang memanfaatkan dan menghargai waktu. Orang tua-tua Melayu selalu mengatakan bahwa apa tanda orang berilmu, ianya tahu memanfaatkan waktu. Sesungguhnya, orang yang memanfaatkan waktu itulah termasuk orang berilmu. Ini membuktikan bahwa waktu semestinya dimanfaatkan dengan benar. Ada pembelajaran bahwa kita tidak dibenarkan menyia-nyiakan waktu. Sikap tidak menyia-nyiakan waktu ini merupakan persyaratan utama bagi bangsa Melayu yang terpandang, beradat, berbangsa, bijak, dan budiman. Apa tanda Melayu terpandang, pantang baginya waktu terbuang. Apa tanda Melayu beradat, terhadap waktu ianya ingat. Apa tanda Melayu berbangsa, hidupnya pantang membuang masa. Apa tanda Melayu bijak, membuang masa ia tak hendak. Apa tanda Melayu budiman, membuang waktu ia pantangkan.

Banyak juga orang yang tidak bisa memanfaatkan waktu dengan benar. Orang macam ’ni tergolong yang menyia-nyiakan waktunya (dirinya). Mereka bermalasan. Mereka lalai. Mereka tak ingat mati. Inilah orang yang aniaya, merugi, celaka, binasa, dan semua kerugian diperolehnya. Apa tanda orang aniaya, waktunya habis tersia-sia. Apa tanda orang merugi, waktu terbuang tak ada arti. Siapa suka membuang masa, alamat hidup akan binasa. Jika waktu tidak diingat, binasalah hidup dunia akhirat. Jika begini, kita termasuk orang tidak bernilai.

”Waktu tidak menunggu siapa pun. Di dalam bus kesuksesan itu, tidak ada satu kursi pun bagi orang-orang yang tidak bernilai,” kata Aidh Abdullah Al-Qarny (2005:4). Lalu, ”Jika kalian bertanya tentang waktu, lihatlah pada diri sendiri. Berapa banyak telah kalian manfaatkan waktu luang untuk kebaikan. Atau, betapa waktu luang telah melahirkan kelalaian yang dahsyat,” demikian dalam novel Sumbang (2021:104).***

Alhamdulillah.
Bengkalis, Ahad, 28 Jumadil Awal 1443 / 02 Januari 2021

Baca : Lesung

Ikuti berita lamanriau.com di GoogleNews

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *