Sadar Diri

Kesehatan Bumi

ALHAMDULILLAH; Apa kabar pagi Ahad ini? Semoga semua sehat wal’afiat dengan suasana hati yang nyaman. Kalau hati kita tak nyaman, lain pula nikmat coffee morning pagi ini, ya tak?.

Kandaskan kopi yang masih tersisa di cawan itu. Jangan mubazir. Kopi mahal di kopitiam yang nampak makin ramai macam cendawan tumbuh selepas hujan. Kalau sudi, biarlah hamba kawankan sekejap dengan kopi spiritual edisi ahad ini.

Pukul berapa bangkit tadi pagi? Jelang subuh, lepas subuh, atau baru bangkit? Memang tak sama setiap orang. Tergantung pada kesadaran diri kita masing-masing menyambut rezeki fajar.

Hari ahad, biasanya ramai orang bangkit pagi-pagi buta. Namun tidak sedikit pula yang membuta balas dendam sampai tengah hari.

Hidup adalah pilihan. Orang serius selalu memilih bangun lebih pagi. Orang kurang serius katanya memilih bangun lebih siang. Suka hati lah.

Kemarin ada sahabat di seberang pulau menghantar pertanyaan Maciam Pulut via Whatsapp, “Bagaimana membangun kesadaran diri dan kesadaran kelompok dalam bermasyarakat?”

Dalam pandangan hamba yang dhoif ini, membangun kesadaran diri mesti dimulai dengan mengenal diri sendiri.

Mengenal diri sendiri adalah mengenal apa yang kita inginkan, potensi apa yang kita miliki, serta apa yang dapat kita lakukan. Pepatah Spanyol mengatakan: “Mengenal diri sendiri adalah awal dari perbaikan diri”.

Celakanya, dari sejumlah orang yang menekuni profesi tertentu, hanya kurang dari dua persen yang benar-benar serius dan mengembangkan dirinya (Rhenald Kasali, 2014).

Pada tulisan hamba yang sudah-sudah, pernah diulas bahwa untuk dapat mengenal siapa diri kita, yang empunya diri harus lah menginsyafi akan keberadaan dirinya.

Keinsyafan itu akan mencuatkan azam. Azam itu adalah kehendak yang betul-betul kuat. Keinginan saja belum lah cukup, tetapi harus ada kemauan yang amat kuat untuk insyaf.

Azam itu lah yang memungkinkan dia melakukan perjalanan jauh ke dalam dirinya. Suatu perjalanan mencari, menemukan, dan akhirnya baru lah dia dapat mengenal jati dirinya.

Jati diri merupakan sifat dasar manusia yang terberi (given) dari Tuhan. Ianya merupakan fitrah manusia. Jati diri adalah diri kita yang asli. Ianya serupa tapi tak sama dengan identitas diri.

Identitas diri adalah tanda diri kita yang menunjukkan siapa kita sejatinya. Identitas diri lebih mencerminkan atribut yang sifatnya lahiriah. Sedangkan jati diri mencerminkan sesuatu yang lebih hakiki (bathiniah). Sebab itu manusia bertopeng sukar diketahui identitas dirinya.

Kesadaran tentang nilai penting jati diri sangat berguna bagi pengembangan pribadi manusia yang seutuhnya. Karena itu orangtua-tua kita selalu memberikan Tunjuk Ajar: “Apa tanda Melayu pilihan, Jati dirinya jadi pegangan.

Kesadaran tentang jati diri sebagai esensi keberadaan manusia, baik sebagai makhluk ciptaan Tuhan, individu, dan makhluk sosial akan membawa kepada pemahaman yang kuat bahwa hidup adalah perjuangan untuk mengubah takdir yang bisa kita ubah.

Kesadaran kelompok dalam bermasyarakat tidak mungkin akan terwujud tanpa ada kesadaran diri setiap individu sebagai anggota penyusun kelompok itu.

Setiap manusia bertanggungjawab atas dirinya sendiri. Budayawan di Gerbang Abad XX, Raja Ali Haji dalam Gurindam Dua Belas Pasal 1, Ayat 4 mengingatkan kita:

“Barang siapa mengenal diri,
Maka telah mengenal akan Tuhan yang bahari”

Jadi, bagaimana cara membangun kesadaran diri dan kesadaran kelompok dalam bermasyarakat? Kurangkan perangai menyakiti hati dan menyusahkan masyarakat, buang tipu muslihat, dan layani lah mereka sepenuh hati tanpa pamrih dan berpura-pura. Hargailah kemanusiaan mereka sebagai manusia, bukan melayani orang macam robot besi minus hati nurani.

Ingat baik-baik Gurindam Dua Belas Raja Ali Haji Pasal 12:

Akhirat itu terlalu nyata, kepada hati yang tidak buta.

Apa Maciam…? ***

Baca : Mutasi Pikiran

Ikuti berita lamanriau.com di GoogleNews

Respon (2)

  1. Jadi, bagaimana cara membangun kesadaran diri dan kesadaran kelompok dalam bermasyarakat? Kurangkan perangai menyakiti hati dan menyusahkan masyarakat, buang tipu muslihat, dan layani lah mereka sepenuh hati tanpa pamrih dan berpura-pura.

    Kalau tak mau di sakiti jangan menyakiti. Berbuat baik akan di balas dengan kebaikan. Setiap perbuatan akan selalu di kenangan orang.

  2. Dalam makne tulisannye, betol cakap Prof…, sekarangnie hanye segelintir orang yang tau dirinye dan Tuhannye, kalau nak disebot masih banyak orang yang berkamuflase bersame Tuhannye menunjukan dirinye dekat dengan sang pencipte tapi masih belum mengenal dirinye berkelakuan sangat bertentangan paham ajaran Tuhannye..berbuat tak tulus ikhlas ade udang dibalek batu, banyak berjanji, berbohong, berhutang, menzalimi orang dan perilakunye justru berperangai buruk….
    Semoge kite digolongkan kepade manusie yang tau diri, sayang same sesame dan Sang Pencipte..

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *