Tanjung Durhaka

Bang Long

Bismillah,

DURHAKA bermakna ingkar, tidak taat, tidak patuh dengan kebenaran/kenyataan. Mendurhakai berarti mengingkari atau melawan dengan cara yang salah. Biasanya yang diingkari atau dilawan adalah Tuhan, Emak dan Bapak (orang tua), alam (lingkungan), atau negara. Perbuatan mendurhakai bernilai tak elok. Pendurhaka merupakan orang yang mendurhakai. Seseorang dicap sebagai pendurhaka karena perangainya yang mengingkari sesuatu dengan cara yang keliru. Namun, ada pula seseorang berjuang demi keadilan, tetapi dicap sebagai pendurhaka. Hang Jebat, umpamanya, dituduh sebagai pendurhaka meskipun menuntut keadilan demi membela Hang Tuah.

Ada beberapa kisah rakyat yang bercerita tentang pendurhaka. Di Bengkalis dan sekitarnya, kisah Dedap Durhaka sangat melegenda. Kisah Si Tanggang terkenal di Malaysia. Lalu, ada Malin Kundang di Sumatera Barat. Di kampung saya, Pulau Buru Karimun, Kepri, kisah Tanjung Ambat sangat dikenal masyarakat. Keempat kisah rakyat tersebut bercerita tentang anak yang durhaka kepada orang tua. Semua pendurhaka menanggung akibat yang tersiksa luar biasa. Tentu saja akibat yang diterima bersifat menyiksa.

Terkenang Emak, saya pulang tanpa rencana. Rindu Emak. Dari Bengkalis, saya naik kapal feri menyusuri beberapa pulau. Di Selat Bengkalis setelah Desa Ketam Putih, ada pulau kecil di tengah selat antara Pulau Bengkalis dan Pulau Padang. Itulah Pulau Dedap sebagai tanda kisah durhaka di pesisir Riau. Pulau Dedap tanpa penghuni. Kapal melewati beberapa desa yang nampak di pinggiran Pulau Bengkalis dan Pulau Padang. Sejajar dengan Desa Ketam Putih, ada Desa Pelkun, Kembung Luar, dan Sekodi. Di Pulau Padang, berderet Desa Dedap, Desa Kudap, dan Desa Bandul. Desa Sekodi dan Kembung Luar merupakan desa di ujung Pulau Bengkalis. Posisi Desa Bandul di Pulau Padang pun demikian. Di ujung kedua desa tersebut, hempasan gelombang Utara muara Selat Melaka bergelora. Gelombang itu ditangkup Tanjung Kongkong yang mengarah ke kampung Panglima Koyan, Desa Selat Akar dan Teluk Belitung. Banyak kisah rakyat yang masih hidup di sepanjang perairan dan gugusan pulau di pesisir Riau ini.

Kapal melewati muara itu dengan belaian gelombang di mulut Tanjung Kongkong. Pulau Merbau menyambut ramah dari depan. Di sini, ada kisah rakyat terkenal dengan Merbau Bersiram (Bersimbah) Darah. Dari dalam kapal, aku hanya bisa memandang air mata/ yang menetes di atas jalan-jalan setapak berlumpur/ Gas dan minyak di Kurau itu pun tak mau tahu/ Sudah berapa juta barel airmata mereka hisap/ dan Merbau masih menangis Tak Malu Kita Jadi Melayu, 2019:15). Hempasan gelombang kian mereda. Dua jam berlayar, kapal berlabuh di pelabuhan Tanjung Harapan, Selat Panjang. Tanjung Harapan, pelabuhan Selatpanjang/ Orang-orang melabuhkan harap dari sauh-sauh kapal/ Menjemput rezeki dari Maha Pemberi (Tak Malu Kita Jadi Melayu, 2019:37).

Ibu kota Kabupaten Kepulauan Meranti yang berjuluk Kota Sagu ini menyimpan kisah lain tentang Tanah Jantan. Dalam catatan sejarah, Sultan Siak VII, Sultan Assyaidis Syarif Ali Abdul Jalil Syaifuddin Baalawi (1784-1810), yang biasa disapa Sultan Syarif Ali memberikan titah kepada Panglima Besar Muda Tengku Bagus Saiyid Thoha untuk mendirikan negeri atau bandar di Pulau Tebingtinggi (Selatpanjang sekarang). Bergeraklah Tengku Bagus dan armadanya. Selain laskar dan hulubalang, Tengku Bagus juga diiringi beberapa pembesar Kerajaan Siak. Panglima menghunjam kerisnya dan memberi salam pada tanah Hutan Alai. Tanah Hutan Alai membatu. Panglima meraup sekepal tanah. Rasanya panas. ”Menurut Beta, tanah Hutan Alai ini tidak baik dijadikan negeri karena tanah ini adalah Tanah Jantan. Hutan Alai baru bisa berkembang menjadi negeri dalam masa yang panjang,” kata Tengku Bagus di hadapan pembesar Kerajaan Siak laskar, dan hulubalangnya.

Panglima bertolak menyusuri tebing pulau. Mereka nampak tebing yang tinggi. Keris ditancapkan lagi sambil memberi salam. ”Alhamdulillah, tanah tebing tinggi ini menjawab salam Beta. Tanah terasa sejuk. Dengarkan sekalian. Di tanah hutan tebing tinggi inilah yang amat baik didirikan negeri. Negeri ini nantinya akan berkembang aman dan makmur jika pemimpin dan rakyatnya adil, bekerja keras, serta menaati hukum Allah. Panglima itu mencabut kerisnya yang bernama Petir Terbuka Tabir Alam Negeri. Beliau menamakan negeri itu dengan sebutan Negeri Makmur Kencana Bandar Tebing Tinggi.

Dari Selatpanjang ke Tanjungbalai Karimun menelan masa sekiar dua jam. Perjalanan satu jam dari Negeri Makmur Kencana Bandar Tebing Tinggi kita akan melewati Tanjungsamak. Kadang singgah, kadang tak. Samak, aku berkias tentang tanjung gundah/ kampung bakau yang tak lagi dapat dicekau/ tanah tebing yang runtuh bersepai/ kampung sedih dihempas gelombang pedih…. Samak, warna-warni pelangi di tanjung ini/ telah menjadi gundah di hatimu/ Pulau ini jangan sampai tenggelam Tak Malu Kita Jadi Melayu, 2019:34).

Sampai jua di Tanjungbalai Karimun setelah satu jam diayun gelombang dari Tanjungsamak. Melaut rindku/ Ingin pulang kepadamu/ di Balai pertemuan itu….Jadilah seperti gunungmu/ Jantan menjulang hingga petang Tak Malu Kita Jadi Melayu, 2019:29). Bakaubakau pagar pukau/ Disapu angin tetap ingin/ Kokoh dalam deru arus selat/ Ombak Karimun patah di tepi tebing Tak Malu Kita Jadi Melayu, 2019:36).

Wajah Emak makin dekat. Kapal cepat yang aku tumpangi tiba setelah berlayar selama tiga puluh menit. Kapal itu melewati Desa Selat Mendaun, Desa Kandis, Desa Tanjungbatu Kecil, lalu tiba di Pulauburu Karimun. Ketika naik di pelabuhan pulau bersejarah ini, kita akan disuguhi dengan bangun bersejarah Masjid Raja Abdul Gani. Raja Abdul Gani merupakan keturunan Raja Haji Fisabilillah. Usia masjid ini tidak jauh berbeda dengan masjid sultan di Pulaupenyengat dan Daik Lingga. Tidak berapa jauh dari masjid ini terdapat makam keturunan Rasulullah Shallallahu Alaihi wa sallam. Selain itu, ada juga tempat wisata legenda seperti Makam Moyang Seraga (makam asal usul nenek moyang penduduk Pulauburu Karimun), Makam Badang (makam orang Melayu terkuat yang pernah hidup dan mengabdikan dirinya pada Kerajaan Tumasik), dan Tanjung Ambat (kisah legenda tentang anak durhaka. Inilah Tanjung Durhaka).
….
Tanjung Ambat adalah tamsil kerinduan Emak
pada kita sebagai anak yang lalai budi, rapuh akhlak
karena harta, sebab kuasa, Emak jadi lupa
dipandang hina dan bodoh karena hodoh
….
Tanjung Ambat tanjung durhaka
kakubeku di bibir pantai permai
Orang-orang memandangnya
Ada air mata Emak di sana.

Aku tiba di rumah. Kupeluk Emak.***

Bengkalis, Selasa, 15 Jumadil Akhir 1443 / 18 Januari 2022

Baca : Pelita Hati

Ikuti berita lamanriau.com di GoogleNews

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *