Ini Sebabnya Mengapa RI tak Bisa Kendalikan Harga CPO Dunia

LAMANRIAU.COM, JAKARTA – Indonesia merupakan produsen kelapa sawit mentah (crude palm oil atau CPO) terbesar di dunia. Namun, Indonesia belum dapat mengatur harga sawit CPO dunia termasuk minyak goreng  (migor).

Dirilis dari katadata.co.id, Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) Sahat Sinaga mengatakan berdasarkan data Council of Palm Oil Producing Countries (CPOC), industri nasional memasok sekitar setengah dari konsumsi CPO dunia. Namun tingkat konsumsi CPO dalam negeri hingga kini hanya mencapai 35%, kondisi ini yang membuat Indonesia tak bisa mengendalikan harga CPO. Artinya permintaan dalam negeri jauh lebih kecil dibanding dengan yang harus dieksport.

“Kalau (tingkat konsumsi CPO) masih seperti sekarang, belum mencapai 60%, maka harga sangat dipengaruhi patokan internasional karena mereka yang membeli produk terbanyak,” kata Sahat kepada Katadata, Rabu 19 Januari 2022.

Tingkat konsumsi CPO di dalam negeri pada 2021 meningkat dibandingkan realisasi 2019 sebesar 31%. Sahat meramalkan tingkat konsumsi CPO domestik akan terus meningkat dan menjadi 37% pada 2022. Peningkatan konsumsi pada tahun ini akan didorong oleh program peningkatan campuran CPO dalam bentuk Fatty Acid Methyl Ester (FAME) ke dalam bahan bakar atau lebih dikenal dengan Biodiesel.

Pemerintah juga mulai uji coba dengan bahan bakar campuran 40% FAME atau B40 pada Februari 2022. Oleh karena itu, pemerintah meningkatkan angka kebutuhan biodiesel pada 2022 sebanyak 7,84% menjadi 10,15 juta kiloliter dari kebutuhan pada 2021 sejumlah 9,41 juta kiloliter.

Pemenuhan keutuhan biodiesel pada tahun ini akan diemban oleh 22 badan usaha dengan kapasitas terpasang 15,49 juta kiloliter. Berdasarkan data Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), konsumsi CPO oleh industri biodiesel pada Januari-November 2021 mencapai 6,56 juta ton. Pada waktu yang sama, konsumsi CPO di industri pangan mencapai 8,24 juta ton, sedangkan oleh industri oleokimia sebanyak 1,94 juta ton.

Adapun, total ekspor industri minyak sawit pada 11 bulan 2021 mencapai 31,21 juta ton. Jenis minyak sawit dengan volume terbanyak adalah refined palm oil sebanyak 23,45 juta ton.

Berdasarkan negara tujuan, Cina menjadi tujuan utama ekspor minyak sawit nasional yang mencapai 6,3 juta ton atau 26,86% dari total ekspor hingga November 2021. Selanjutnya diikuti India sebanyak 3,42 juta ton), Pakistan sebanyak 2,36 juta ton, Malaysia sebanyak 1,77 juta ton, dan Belanda sebanyak 1,62 juta ton. Dari sisi ekspor, Wakil Ketua Umum III Gapki Togar Sitanggang menyatakan industri pengolah CPO domestik akan mendapat tambahan bahan baku dari sebagian alokasi ekspor pada tahun ini.

Pasalnya, India diramalkan mengurangi konsumsi CPO pada 2022 lantaran harga minyak nabati berbagai jenis juga tinggi. Togar mengatakan di tengah harga komoditas yang naik, pelaku industri India diproyeksi akan menambah konsumsi minyak kedelai pada 2022.

Togar meramalkan utilisasi industri pengolah CPO domestik akan menembus level 90% pada tahun ini akibat pengalihan CPO dari yang seharusnya diekspor ke India. Pada saat yang sama, Togar menilai kebutuhan industri pengolah CPO di dalam negeri akan naik dari posisi 2021 sebanyak 49 juta ton.

Saat ini, kapasitas terpasang industri pengolah CPO adalah sekitar 55 juta ton. Walau demikian, Togar berpendapat industri pengolah CPO akan menahan investasi penambahan kapasitas terpasang.

“Sekarang kan belum tahu kondisi ekonomi (global) seperti apa. Kalau India beli CPO lagi, turun lagi dong (utilisasinya). Kalaupun ada rencana penambahan kapasitas, tidak dalam waktu dekat,” kata Togar. (jm/net)

Ikuti berita lamanriau.com di GoogleNews

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *