Oleh Brigtar Muhd Zulkifly Ramadhan
PELANGGARAN aturan dalam berlalu lintas merupakan masalah yang sudah berlarut-larut di hampir semua wilayah kesatuan Republik Indonesia. Kenyataan ini membuat tingkat kecelakaan akibat pelanggaran berlalu lintas masih saja tinggi.
Minimnya kesadaran dari masyarakat sendiri dalam hal ini pengemudi saat berkendara merupakan salah satu penyebab tingginya angka kecelakaan lalui lintas, seperti tidak memperhatikan dan mentaati peraturan lalu lintas yang ditetapkan, kesiapan mental yang kurang pada saat mengemudi ataupun mengemudi dalam kondisi tubuh yang kelelahan, maupun saat kodisi tubuh dikuasai oleh pengaruh obat-obat terlarang ataupun minuman keras.
Kebanyakan masyarakat cenderung berupaya untuk berkendara dan mementingkan cepat sampai tujuan. Dengan kultur budaya masyarakat kita sekarang ini, dapat dikatakan sebaik apapun seorang petugas Polisi Lalu lintas dalam melakukan pengaturan dan penjagaan lalu lintas di jalan raya, atau selengkap dan secanggih apapun rambu-rambu yang dipasang dan sarana prasarana yang dimiliki, bahkan sehebat apapun peraturan berlalu-lintas yang dibuat, apabila tidak ada kesadaran hukum dari masyarakat itu sendiri sebagai pengguna jalan dan subjek dalam berlalu lintas, maka semuanya hanya akan menjadi sesuatu yang sia-sia atau tidak ada gunanya.
Masyarakat yang abai dengan aturan dalam keselamatan berlalu lintas khususnya transportasi darat pada umumnya akan ditindak dan ditangani oleh kepolisian setempat. Kewenangan penindakan terhadap pelanggar aturan lalu lintas ini terdapat dalam Undang-Undang RI Nomor 22/2009 pada BAB XIX tentang Penyidikan dan Penindakan Pelanggaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Adanya penindakan terhadap pelanggaran lalu lintas merupakan tindakan awal yang perlu dilaksanakan sebelum situasi lalu lintas berkembang menjadi tidak lancar, tidak tertib dan terjadi kecelakaan. Untuk menertibkan pengemudi yang tidak tertib, Polisi menerapkan dua jenis tindakan yaitu tindakan edukatif (memberi teguran simpatik) dan tindakan yuridis (tindakan secara hukum) dengan cara Tilang.
Pada tahun 2019, Kabid Humas Polda Riau menyatakan bahwa terjadi peningkatan jumlah pelanggaran yang signifikan jika dibandingkan dengan tahun 2018 sebesar 81 persen. Pelanggaran ini didominasi oleh kendaraan roda dua dengan jenis pelanggaran tidak memakai helm (Riau Pos, 2019). Hal ini juga dikuatkan dengan adanya media lokal yang memberitakan tentang banyaknya pelanggaran lalu lintas yang terjaring oleh operasi zebra muara takus pada tahun 2019 (Cakaplah, 2019).
Jumlah pelanggaran lalu lintas di Kota Pekanbaru masih tinggi. Hal ini dapat dilihat berdasarkan tabel berikut:
Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa pada tahun 2018, 2019, ke 2020, jumlah pelanggaran terlihat meningkat secara signifikan. Disini dapat dilihat bahwa masyarakat Kota Pekanbaru masih saja melakukan pelanggaran lalu lintas dan tidak mematuhi aturan maupun etika dalam berlalu lintas. Walaupun pada tahun 2021 sudah diadakan lockdown dan PPKM, namun hanya beberapa bulan saja. Namun setelah kebijakan pemerintah tentang PPKM diturunkan levelnya dicabut, masyarakat kembali lagi melakukan pelanggaran lalu lintas.
Berdasarkan Pasal 13 UU Nomor 2/2002, tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia di antaranya adalah memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum dan memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat. Untuk itu, kepolisian RI termasuk di dalamnya Polres Kota Pekanbaru memilki tugas pokok untuk berupaya dalam mewujudkan keamanan dan ketertiban masyarakat serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat (Deayomi, 2017: 3).
Dalam mengurangi angka kecelakaan lalu lintas di wilayah hukum Polresta Pekanbaru, terdapat unit pendidikan dan rekayasa atau yang biasa disingkat dengan Dikyasa. Unit Dikyasa (Pendidikan dan Rekayasa) di Polresta Pekanbaru sendiri memiliki beberapa tugas salah satu di antaranya penyelenggaraan penyuluhan terhadap masyarakat, mahasiswa/pelajar, pengusaha, angkutan umum, pengemudi angkot/taksi/bus, pengemudi truk dan tukang parkir (Septrianti, 2018: 51-52). Dengan demikian, Unit Dikyasa Polres Kota Pekanbaru mengemban tugas dalam hal memberikan pendidikan kepada masyarakat terkait dengan aturan-aturan khususnya dalam hal ini aturan mengenai lalu lintas.
Peran aktif dari polisi khususnya unit Dikyasa Polres Kota Pekanbaru Provinsi Riau sangat diharapkan dalam rangka efektifnya pendidikan masyarakat tentang lalu lintas sehingga angka kecelakaan akibat pelanggaran lalu lintas dapat dikurangi.
Menurut Hasibuan, 2000 (Torang, 2013: 165) Manajemen sendiri adalah ilmu dan seni untuk mengatur proses pemanfaatan sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.
Sehubungan dengan itu menggunakan teori manajemen sebagai pisau analisis untuk membantu tulisan ini. George R. Terry membahas sebuah teori dalam bukunya yang berjudul “Principles of Management” memberikan sebuah definisi: “Manajemen adalah suatu proses yang membedakan atas perencanaan, pengorganisasian, menggerakkan pelaksanaan dan pengawasan, dengan manfaat baik ilmu maupun seni, agar dapat menyelesaikan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya”. Menurut Terry (2014: 9) dalam me-manage suatu hal pekerjaan harus melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu, yang dinamakan fungsi-fungsi manajemen. Fungsi manajemen tersebut memiliki 4 (empat) poin, yang terdiri dari:
1. Perencanaan (Planning)
Perencanaan merupakan tindakan untuk menentukan tujuan-tujuan yang hendak dicapai selama suatu masa yang akan datang dan apa yang harus diperbuat agar dapat mencapai tujuan-tujuan itu. Dalam sebuah perencanaan, maka diperlukan kemampuan untuk mengadakan visualisasi dan melihat ke depan guna merumuskan suatu pola dari himpunan tindakan untuk masa mendatang. (George R. Terry, 2016: 17)
2. Pengorganisasian (Organizing)
Pengorganisasian adalah cara menyatukan sumber daya pokok dengan secara teratur dengan mengatur orang dalam pola yang sedemikian rupa, sehingga mereka dapat melaksanakan aktivitas guna mencapai tujuan yang diharapkan. Sehingga dalam pelaksanaannya dapat sesuai dengan yang diharapkan bekerja sama secara efektif dan efisien. (George R. Terry, 2016: 17)
3. Pelaksanaan (Actuating)
Actuating merupakan kegiatan yang dilakukan seorang manager untuk menggerakkan anggota kelompok sedemikian rupa hingga mereka berkeinginan dan berusaha untuk mencapai sasaran-sasaran yang ditetapkan. Dalam actuating ini mencangkup penetapan dan pemuasan kebutuhan manusiawi dari para anggota, memberikan penghargaan, memimpin, mengembangkan dan memberikan kompensasi pada mereka. (George R. Terry, 2016: 17)
4. Pengendalian (Controlling)
Pengendalian dalam susunan manajemen yaitu, mengukur pelaksanaani dengan tujuan-tujuani menentukani sebab-sebab penyimpangan-penyimpangan dan mengambil tindakan-tindakan korektif saat diperlukan. Pengendalian berfungsi sebagai alat penetapan standar pelaksanaan. Hal-hal yang terdapat pada pengendalian yaitu, merencanakan informasi umpan balik, membandingkan kegiatan-kegiatan yang ada pada saat ini dengan kegiatan yang sudah terlaksana, menentukan dan mengukur segala bentuk penyimpangan, sertaI mengambil tindakani korektif yang diperlukani untuk menjamin bahwa semua peluang yang ada telah digunakan dengan cara paling efektif dan efisien dalam mencapai tujuan dari suatu organisasi. (George R. Terry, 2016: 17)
Teori manajemen ini dimaksudkan untuk membantu solusi dari segi manajerial bagaimana efektivitas Dikmas Lantas yang dilakukan oleh Unit Dikyasa polisi lalu lintas dalam membantu mengurangi angka pelanggaran lalu lintas yang selalu meningkat tiap tahunnya. Seperti halnya bagaimana perencanaan yang dilakukan oleh Unit Dikyasa dalam mempersiapkan penyelenggaraan giat-giatnya, hingga pada saat pelaksanaan dan pengendaliannya. ***
Baca : Kegiatan Patroli Sebagai Cegah Tangkal Kejahatan dalam Tupoksi Sabhara Polri