Hukum  

Drama Penguntitan Bupati Kuansing Andi Putra Dibuntuti KPK dari Taluk Kuantan hingga ke Pekanbaru 

LAMANRIAU.COM, PEKANBARU-Tiga orang saksi yang merupakan orang dekat Bupati Kuantan Singingi non-aktif, Andi Putra diperiksa dalam sidang kasus dugaan suap perpanjangan hak guna usaha (HGU) PT Adimulia Agrolestari (AA) di Pengadilan Tipikor Pekanbaru, Kamis 24 Februari 2022. Ketiganya menjadi saksi untuk terdakwa perkara ini yakni General Manager PT AA, Sudarso yang didakwa memberi suap kepada Andi Putra.

Sebagaimana dirikis, SabangMerauke News.com, dari ketiga saksi tersebut terungkap detik-detik penguntitan yang dilakukan penyidik KPK terhadap Bupati Andi Putra pada Rabu, 18 Oktober 2021 lalu. Ketiga saksi yakni ajudan bupati, Hendri Kurniadi, sopir bupati, Deli Iswanto dan pengawas kebun bupati Andri alias Aan.

Operasi terencana KPK ini diawali oleh penguntitan penyidik KPK saat terdakwa Sudarso datang ke rumah Bupati Andi Putra pada 18 Oktober sekitar pukul 10 pagi. Sudarso tiba didampingi oleh dua orang yang adalah supir dan staf kantor PT AA. Di teras rumah, Andi menyambut kedatangan Sudarso dan keduanya lantas masuk ke dalam rumah dan berbicara beberapa waktu.

“Pak Sudarso masuk ke rumah. Ada tas selempang kecil. Tapi, saat ke luar dari rumah, tas selempang itu masih dibawa,” kata Hendri Kurniadi, ajudan Andi Putra di Pengadilan Tipikor, siang tadi.

Usai menerima seorang tamu lainnya, Andi Putra bersama sopir Deli dan Hendri pun berangkat menggunakan mobil Honda CRV hendak ke Pekanbaru. Keberangkatan Andi Putra ke Pekanbaru karena keesokan harinya, politisi Partai Golkar ini akan memberi kesaksian di sidang kasus korupsi yang menjerat mantan Bupati Kuansing, Mursini di Pengadilan Tipikor Pekanbaru.

Sekitar pukul 12.30, Andi Putra sempat mampir untuk melakukan salat zuhur di masjid daerah Koto Baru. Ketiganya turun dan masuk ke dalam masjid. Tanpa disadari, penyidik KPK ternyata juga ikut masuk ke masjid untuk menunaikan salat bersama mereka.

Rasa curiga mulai dirasakan oleh Andi Putra saat mereka melanjutkan perjalanan. Tepatnya di daerah Tanjung Pauh, Andi memberitahukan kepada Hendri dan Deli sepertinya ada kendaraan lain yang membuntuti mereka. 

“Hen, coba lihat mobil di belakang kita. Sepertinya ada mengikuti kita dari tadi,” kata Hendri menirukan perkataan Andi Putra yang mulai cemas.

Hendri mengaku tetap tenang. Soalnya, ia merasa tidak ada melakukan hal-hal yang menyimpang sebelum berangkat dari Kuansing.

“Emang siapa yang mau ikuti kita, Pak? Kan kita gak ada berbuat salah, Pak,” kata Hendri menjawab kecemasan Andi.

Andi Putra tetap tak bisa tenang. Ia meminta agar Deli menghentikan mobil dan masuk ke SPBU di Lipatkain untuk memantau pergerakan mobil yang membuntuti mereka. Anehnya, mobil yang mengikuti mereka justru ikut berhenti di SPBU.

Andi pun makin curiga. Ia meminta agar nomor plat polisi mobil yang mereka pakai pun diganti dengan plat palsu. Tujuannya diduga untuk mencoba mengelabui penyidik KPK.

“Ia, Pak Bupati minta dipasangkan nomor plat lain,” kata Deli.

Perjalanan kemudian dilanjutkan. Andi Putra, kata Hendri menyuruhnya untuk menghubungi seorang bernama Reki, staf protokol Bupati untuk mengecek identitas nomor polisi mobil yang mengekori mereka. Reki kata Hendri, menjawab kalau nomor plat mobil tersebut berstatus terdaftar.

Masih penasaran, Andi Putra pun meminta agar Hendri kembali menghubungi kenalan mereka seorang anggota polisi bertugas di Polda Riau bernama Raja Kosmos untuk membantu mengecek nomor kendaraan polisi tersebut. Namun kata Raja Kosmos, nomor polisi mobil itu terdaftar. Raja Kosmos meminta  agar mereka tetap tenang.

“Nanti perasaan kalian aja itu (merasa diikuti, red),” kata Hendri menirukan jawaban Raja Kosmos.

Sebelum sampai memasuki Pekanbaru, penguntitan KPK mulai tak dirasakan lagi oleh Andi Putra. Namun, sebelum sampai rumah, Andi Putra meminta agar Deli menyinggahkan mobil ke toko ponsel. Rupanya, Andi Putra ingin membeli telepon seluler dan nomor kartu baru. Sejak di perjalanan dari Kuansing yang suasananya tegang itu, ternyata handphone Andi dinonaktifkan. Andi kata Deli berkomunikasi menggunakan handphone milik Hendri.

Andi Putra pun tiba di rumahnya di Pekanbaru malam itu. Andi langsung masuk ke dalam rumah. Namun, tiba-tiba ada mobil yang berhenti dan memutar. Deli, sopir Andi Putra sempat berbicara kepada orang yang belakangan ternyata adalah penyidik KPK. Deli bertanya hendak kemana mereka. 

“Salah masuk,” kata Deli menirukan jawaban penyidik KPK tersebut.

Andi ternyata tak bisa tenang. Ia mengajak Hendri dan Deli untuk berputar-putar di Kota Pekanbaru. Mereka kata Hendri, diajak oleh Andi untuk ngopi-ngopi. 

Belakangan, sebuah panggilan masuk ke telepon Hendri. Ternyata, sosok yang menelepon adalah Wella Mayangsari. Wanita ini tak lain adalah istri Andi Putra. Wella kata Hendri menyampaikan agar Andi Putra segera datang ke Polda Riau. Di Polda Riau, sejumlah penyidik KPK sudah menunggu kedatangan mereka.

“Di Polda saya baru tahu kalau ternyata orang yang salat dengan kami di masjid itu memang adalah penyidik KPK,” kata Deli yang mengaku teman satu SMA dengan Andi Putra.

Meyer Simanjuntak, jaksa penuntut KPK sempat mempertanyakan soal adanya rencana Andi Putra untuk kembali ke Kuansing malam itu. Namun, Deli dan Hendri membantahnya.

“Gak ada Pak. Kami hanya mutar-mutar aja di Pekanbaru,” kata Deli.

Dalam perkara ini, Bupati Andi Putra telah ditetapkan sebagai tersangka penerima suap dari Sudarso. Berkas perkara Andi Putra telah dinyatakan lengkap dan informasinya pekan ini akan segera dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor Pekanbaru.

KPK menyebut kalau Andi diduga telah menerima uang sebesar Rp 500 juta dari Sudarso secara tunai pada 27 September 2021 lalu melalui supirnya Deli Iswanto.

Jelang operasi tangkap tangan pada 18 Oktober 2021, diduga akan ada pemberian yang sebesar Rp 250 juta. Namun, diduga transaksi urung dilakukan lantaran penyidik KPK lebih dulu menangkap Sudarso saat baru saja meninggalkan rumah kediaman Andi Putra di Kuansing.

KPK menduga Andi akan menerima total Rp 1,5 miliar sebagai kompensasi dari kesanggupan Andi Putra untuk mengeluarkan surat rekomendasi tidak keberatan kalau kebun plasma KKPA PT Adimulia Agrolestari cukup dibangun di Kabupaten Kampar. Padahal, lokasi kebun PT AA sebagian berada di Kabupaten Kuansing.

Hal itu disebut sebagai salah satu rekomendasi dari ekspos Kanwil BPN Riau dan Panitia B yang sebelumnya telah melaksanakan rapat di Hotel Prime Park, Pekanbaru untuk membahas syarat dan kelengkapan admiinistrasi perpanjangan HGU PT Adimulia Agrolestari.

Dalam kasus ini pun, sejumlah pejabat BPN termasuk Kakanwil BPN Riau, Syahrir disebut menerima uang sebesar Rp 1,2 miliar dari Sudarso. Namun, Syahrir telah membantah keras pengakuan Sudarso tersebut. Ia menyebut kalau pernyataan Sudarso sebagai fitnah. (*)

Editor: Zulfilmani/Sumber: SabangMerauke News.com

Ikuti berita lamanriau.com di GoogleNews

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *