Puisi Puasa: Ramadankan Aku pada Sepuluh Malam Pertama

Bang Long

Bismillah,
RAMADANKAN Aku pada Sepuluh Malam Pertama merupakan puisi yang terangkum dalam kumpulan puisi Tak Malu Kita Jadi Melayu (TareBook, 2019:136-137). Larik-larik puisi saya tulis miring dalam esai ringkas ini.

Ramadan datang, kita berupaya menyambutnya dengan riang. Ada kesucian, pengampunan, dan penghapusan dosa. Ada ketenangan jiwa, amal ibadah yang membara, keberkahan, dan rahmat. Pahala di mana-mana. Selama Ramadan, kita memungutnya melalui tarawih, tadarus, dan sedekah.

Hari ini, empat hari kita berpuasa. Terkhusus kepada para mukmin yang tarawih. Kita bukan malaikat. Kita tak bisa terlepas dari dosa. Namun, kita terus berupaya untuk menghindarinya. Kita membakar dosa-dosa itu dengan berpuasa: dosa-dosa berlari ketakutan ditindih setiap dahi yang sujud. Dosa pergi meninggalkan hati bagai dikejar para malaikat yang suci. Pagi menjelma kembali sebersih salju, seputih kertas, sebening embun. Kita, engkau dilahirkan kembali. Insya Allah kita akan merepih kesucian bagai bayi yang lahir.

Mungkin tidak ada manusia yang tidak berdosa. Hakikatnya, tidak ada manusia yang mau melakukan dosa. Karena nafsu dan gangguan musuh yang paling nyata, manusia (kita) terjerumus dalam palung dosa. Dengan kekuatan iman malam kedua Ramadan, kita akan memperoleh pengampunan dari Ilahi. Pengampunan dosa ini pun membawa keberkahan kepada kedua orang tua. Terukir ketenangan jiwa: engkau merepih ampunan Ilahi. Emak dan Ayah tersenyum dibawa terbang bersama oleh burung-burung. Dalam jiwa yang tenang.

Ada keterikatan antara bait kedua dan ketiga. Pada bait ketiga, malaikat berdoa dengan seruan agar kita beramal. Tujuannya supaya Allah mengampuni kita dari dosa-dosa yang telah lalu. Amal yang kita lakukan bisa berupa ucapan, perbuatan, dan getaran hati. Rupa amalan tersebut bisa menjadi amal jariyah, amal saleh, dan amal ibadah. Malam ketiga, Lalu, malaikat berseru dan berdoa: ”Mulailah beramal. Semoga Allah mengampuni dosamu yang telah lalu.

Allah Taala memang memanjakan kita dengan keberkahan-Nya selama Ramadan. Jika malam keempat kita lakukan dengan amal yang sarat iman, maka kita akan memperoleh pahala yang luar biasa bagai pahala membaca kitab suci. Dengan demikian, kita akan memperoleh keberkahan dan rahmat. Semuanya ingin hidup dengan penuh berkah dari Allah Taala. Dalam buku Agar Hidup Selalu Berkah karya Habib Syarief Muhammad Alayidrus dijelaskan bahwa berkah bermakna kenikmatan dan kebahagiaan. Keberkahan dapat kita raih melalui amal yang dikerjakan. Sementara itu, rahmat bermakna kelembutan, kehalusan, kasih sayang. Al Ashfihani menegaskan bahwa rahmat berarti kelembutan yang menuntut berbuat baik kepada yang disayangi. Jika kita memperoleh rahmat, itu berarti bahwa kita adalah orang yang disayangi Allah Taala: pahala membaca empat kitab, engkau dapat penuh berkat, penuh rahmat.

Selain berkat dan rahmat, Allah Taala pun menyuguhkan pahala begitu banyak kepada orang beriman yang berpuasa dan tarawih. Pahala dalam bahasa Arab adalah ajrun. Pahala merupakan ganjaran, hadian, pemberian untuk hamba Allah yang beramal makruf. Pahala yang kita raih itu diumpamakan bagai pahala para alim di Masjidil Haram, Masjid Nabawi, dan Masjidil Aqsa. Bahkan, pahala pun mencintai kita: pahala-pahala terus mencintaimu. Bagai pahala para alim di Masjidil Haram. Di Masjid Nabawi dan Masjidil Aqsa.

Ternyata, pahala tidak hanya mencintai kita. Karena kerinduannya, pahala-pahala itu bahkan terus mencari kita. Pahala kita beramal di malam Ramadan seumpama pahala orang yang tawaf. Bahkan bebatuan pun memunajatkan doa untuk kita: pahala-pahala terus mencarimu. Macam pahala para orang yang tawaf di Baitul Makmur. Batu-batuan dan cadas berseru, bermohon untukmu.

Selama Ramadan, orang beriman meraih kemenangan. Kembali ke fitrah adalah kemenangan. Diampuni dosa-dosanya juga suatu kemenangan. Konsisten mengerjakan amal ibadah setelah Ramadan pun kemenangan. Kebaikan-kebaikan yang mendadak muncul merupakan kemenangan. Kemenangan yang ditunggu berada diujung Ramadan atau Idul Fitri. Kemenangan sejati ketika kita dengan rahmat-Nya dimanjakan dalam surga: dirimu laksana meraih derajat Nabi Musa a.s. ketika di Bukit Tursina. Juga kemenangan dari setiap kezaliman, dari setiap Firaun dan Haman.

Melalui Ramadan, Allah Taala mendidik kita untuk setia. Setia bermakna patuh, teguh pendirian, dan memenuhi janji. Kesetiaan berarti kepatuhan, keteguhan hati, dan ketaatan. Tentang praktik kesetiaan ini, Nabi Ibrahim patut menjadi teladan. Dia mencari sendiri siapa Allah sebenarnya. Bahkan, beliau rela berkurban anak kesayangannya untuk membuktikan kesetiaannya. Karena kesetiaannya itu, Allah Taala memberikan keistimewaan kepadanya. Dia bukan cuma setia kepada isteri dan anaknya, tetapi terlebih setia kepada Allah Taala: engkau ibarat Ibrahim a.s. yang setia. Allah memberimu apa saja.

Untuk beribadah seperti Rasulullah sallallahu alaihi wasalam, kita jauh panggang dari api. Untuk mendekati saja kita tak mampu apalagi menyamai. Namun, selama Ramadan, kita selalu berupaya beramal ibadah terbaik. Selama iman masih menyala, kita berupaya untuk beribadah sesuai kemampuan maksimal. Bagaimanapun, Rasulullah sallallahu alaihi wasalam merupakan teladan terbaik: ibadahmu seperti ibadah Rasulullah sallallahu alaihi wasalam. Larik ini agak hiperbolis untuk menjelaskan bahwa bukan tidak mungkin kita memperoleh pahala seperti pahala yang diraih oleh Rasul. Bukan berarti kita setara Rasul.

Ramadan datang membawa pelatihan. Hanya manusia beriman yang mampu menjalani latihan selama sebulan. Seluruh tubuh dilatih untuk melakukan kebaikan. Tubuh kita yang terdiri dari dua alam akan terlatih dalam jalinan kebaikan yang sebati. Hakikatnya, tubuh kita berdiam di alam syahadat dan alam ruh. Alam syahadat merupakan alam/dunia nyata yang kita alami ini. Alam ruh merupakan alam keyakinan yang dapat kita rasakan dan resapi hanya dengan keyakinan beribadah kepada Allah Taala. Melalui pelatihan selama Ramadan, semoga kita mampu menyebatikan dua alam tersebut dalam kebaikan: dirimu adalah jalinan kebaikan dua alam.
”Telah datang kepada kalian bukan yang penuh berkah. Diwajibkan kepada kalian untuk berpuasa” (HR Ahmad). ***

Alhamdulillah.
Bengkalis, Senin, 03 Ramadan 1443 / 5 April 2022

Baca: Ramadan

Ikuti berita lamanriau.com di GoogleNews

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *