Cerpen Jasman Bandul: Muallaf Penjaja Hijab

DALAM sebuah perjalanan pulang, pada suatu musim dingin yang panjang. kita tidak dikutuk menjadi seorang Muallaf, sungguh. Ini keinginan tak terbatas dalam pencarian tempat bergantung diri. Semua akan menenui jalannya. tak perlu bimbang dan kawatir dengan penghidupan dan rezki. Setelah hujanlah kita dapat menyaksikan pelangi. Dan warna-warnanya adalah kehidupan yang akan kita masuki. Perih memang, tapi tak sendiri, ada Tuhan dan kawan-kawan senasib sepenanggungan, meski tak setempat kediaman. Kita berjalan sama di jalan yang sama dalam tujuan yang sama.

Wajahnya berkilauan dari balik hijab yang iya kenakan, sepanjang hari. Aime, yang kini berubah nama menjadi Asma, oleh kerabat muslimah yang menjadi keluarga angkatnya. Sudah sebulan iya menjadi muallaf. Keputusan itu ditolak oleh keluarga. Namun semangat kuat membuat aime tetap pada pendirian. Ia harus melawan arus tradisi keluarganya.

Hari ini tak banyak pembeli yang hadir di Losmen Asma, hujan hampir seharian. Beberapa ruas jalan air bertakung. Angin juga agak kencang. Hijab yang bertumpuk belum lagi terjual, satupun. Losmen yang disewa asma untuk berdagang hijab ini berukuran empat meter persegi dengan ruang belakang satu meter. Ia harus menyiapkan uang sewa satu juta rupiah perbulan. Di sinilah Asma berjibaku dengan waktu, setelah harus rela meninggalkan kemewahan dan keluarganya demi menjadi muslimah.

Pendapatan memang tak seberapa, apalagi oleh keadaan yang masih di kekang oleh covid-19. Jika musim baik, dapat lima sampai enam helai terjual. Jika tidak, bahkan sama sekali tak terjual. Asma tetap menjadi wanita teguh dan semangat.

Tak pernah ragu, Asma selalu yakin pada panggilan hatinya. Kehendak Tuhan selalu memberikan hikmah terdalam. “Sebalik peristiwa akan ada hikmahnya”, ucapan yang selalu di ucapkannya saat keadaan kurang bersahabat dan saat teman-temannya bertanya, tentang kehidupannya saat ini. “Aku harus menjadi wanita kuat yang tak tergoyangkan”, katanya menyemangati diri.

Asma akan melewati musim yang panjang dalam kehidupannya. Keberadaan kawan-kawan dan keluarga angkatnya akan menjadi kompas penunjuk arah, agar muslimah muallaf yang disandangnya tak menjadi beban bagi dirinya dan agama yang kini dianutnya. Memperdalam agama, membaca segala buku dan berguru dengan ulama, menjadi jadwal rutin Asma. Ini iya lakukan agar kelak menjadi muslimah yang kuat dan bisa mandiri dalam ibadah. Perihal usaha yang kini ia jalani, selain mencari rezki, juga berdakwah lewat usaha menjaja hijab. Semoga barokah. Tutupnya malam itu.

Sesi motivasi yang disampaikan salah seorang muallaf pada kajian islam, di sebuah pengajian kaum muslimah. Sangat memberikan pencerahan. Betapa kehidupan dalam islam harus dilewati dengan segala ketaatan dan kepatuhan kepada Allah Swt.

“Ustazah Asma”, salah seorang jamaah taklim memanggil, saat Asma akan keluar dari pintu masjid.

“Assalamulaikum Ustazah, boleh saya minta nomor kontak ustazah?”. Tanyanya. “Subhanallah, jangan panggil saya ustazah, tidak pantas Mbak”. Asma coba mengelak saaat dipanggil ustazah.

“Mbak layak jadi Ustazah, penyampaian mbak sangat menginspirasi kami yang sudah sejak kakek buyut menjadi islam”, katanya memberi semangat. “tapi kemampuan dan semangat kami dalam jalan islam tak sehebat Mbak, yang baru saja menjadi muslimah”, lanjutnya lagi.

“Ini adalah pilihan, bukan sebuah takdir yang mengada-ada. Selain dari hidayah yang jatuh ke saya”. Kata asma lembut, tapi juga bersemangat. “Mbak Shofie sangat berjasa dalam jalan menuju cahaya ini”, katanya sambil memandang wajah Shofie di sebelahnya. “Wanita ini adalah gudang ilmu, motivator nomor wahid di kehidupan saya saat ini”. Imbuhnya sambil bercanda. Mbak tersenyum tipis.

“Oh ya Mbak Asma, boleh donk kami, dari majlis taklim jalan-jalan ke tempat Mbak jualan hijab, barangkali ada yang berminat nantinya”, tannyanya sambil mengambil kartu nama Asma. “Alhamdulillah, jika Mbak dan kawan-kawan berkenan, silahkan, dengan senang hati”, senyum Asma lebar. “Sampai jumpa, Assalamualaikum”, tutup Asma dan berlalu menuju kendaraan di lahan parkir masjid.

Kehadiran Asma, sebagai Muslimah Muallaf ini juga telah menginspirasi. Penyampaian yang halus tanpa harus menceritakan bagaimana tekanan yang diberikan keluarganya. Ia sangat menyanyangi keluarganya. Namun jalan memeluk islam sudah menjadi pilihan hidupnya sampai akhir usia. Menjual hijab, salah satu usaha yang digelutinya untuk menjalan dakwah dan syiar agama. Rezki sudah ditentukan Allah, barangkali ini jalannya.

“Mbak Shofie, cukup sekali saja aku memberikan pengajian ke Ibu-ibu majlis taklim. Aku belum punya apa-apa ilmu untuk itu”, katanya kepada Shofie.

“Kamu itu orang akademik, sambil jalan saja”, kata Shofie santai. “Jangan Kawatir, semoga selalu dipermudah”, tambah Shofie. “ kita-kita butuh motivasidari orang-orang seperti anda, ulet, semangat dan memiliki keteguhan hati,” puji Shofie lagi.

Perjalanan dari tempat majlis taklim menuju losmen tempat Asma berjulan lumayan jauh. Hari masih belum larut malam, jadi ruas jalan masih dipenuhi kendaraan roda dua dan roda empat, hal itu menambah perjalanan menuju kediaman Asma menjadi lambat. Macet. Kondisi seperti ini ternyata tak membuat Asma dan Shofie bosan dan kawatir.

“Mbak, boleh aku mengaji”, tanya Asma ke Shofie. “Perjalanankan lama, aku mau lanjutin tadarusku”, lanjutnya. “Wah, silahkan, lebih perjalanan kita malam ini”, dukung Shofie.

“Mbak, menjadi Muslimah itu berat ya, merasakan itu sejak Syahadat aku lafalkan. Kesaksian bahwa Allah itu satu, dan Muhammad utusan Allah, tak hanya perlu di ucapkan, lalu aku harus bangga menjadi Muslimah”, ungkapnya ke Shofie, belumjuga mulai mengaji. “Kemarin, beberapa hari yang lalu, kakakku menemui ku di losmen, dia tidak banyak tanya, hanya dia bilang “ Nyaman jadi Muallaf?”, lalu meninggalkan losmen. Aku goyang dan sedih. Saudara-saudaraku tak lagi ramah,” ada genang air di matanya.”iya menemuiku, saat ia tahu bahwa aku tidak hanya berjualan di losmen, tetapi aku juga harus datang ke rumah-rumah muslim agar daganagan hijabku terjual, di sosmed juga,” lanjutnya. Shofie hanya menyimak sambil menjalankan mobil dengan hati-hati.

“Bahkan, aku pernah mimpi buruk, mimpi buruk, pada agama keluargaku adalah petanda buruk juga, dan itu akan jadi kenyataan. Aku istigfar, berwuduk lalu sholat sunnah dua rakaat. Agar begitu tidur lagi, takkan berulang mimpi yang demikian”, sambung Asma. “Bangun subuh, sholat dan membuka pintu losmen untuk usahaku, entah apa, aku agak loyo. mimpi tadi malam masih ngiang diingatan. Tak dapat aku buang serta merta. Lagi-lagi aku beristigfar, agar semangatku kembali. Masih saja tafsir-tafsir mimpi itu gelayut di pikiranku, ini pertanda apa?,” tanya Asma kepada Shofie yang sedang asyik menyimak cerita Asma, agak dikagetkan dengan pertanyaan itu. “Kamu sabar ya, pasti ada hikmah di balik kehilangan sandal di Masjid” sambil bergurau dan Asmapun cengegesan mendengar canda shofie, sebab teringat iklan di televisi. “Humm,” Asma bergumam.

“Mbak, aku ngaji ya,..”, pamitnya kepada Shofie.”Iya, iya udah dari tadi suruh, malam bercerita, kapan ngajinya”. Shofie bercanda.

Asmapun memulai membaca ayat suci Alquran dari Alquran mini yang selalu iya bawa kemana-mana saat bepergian. Ke masjlis taklim, bahkan saat iya menjajakan hijabnya. Sesuatu yang sudah menjadi kebiasaannya, meski belum terlalu fasih dalam pelafalannya. Tak di sadari oleh keduanya, dalam perjalanan yang merayap itu, suara ngaji Asma sangat membuat tenang, dan tiba-tiba mereka sudah sampai di depan losmen yang didiami Asma. “Terima Kasih Mbak, Assalamulaikum” keluar dari mobil dan langsung ke Losmennya. ***

——————
Jasman (Jasman Bandul), lahir di Bandul, (Riau) 10 Juni 1984, Beberapa puisi pernah terbit media Riau Pos, Radar Madura 2020. Sajaknya dan Cerpennya termaktub dalam beberapa antologi puisi Penyair Kopi Dunia (Aceh), Antologi Puisi Gempa Aceh (2017). Antologi Puisi Melukah Bulan di Musim Kemarau (2015), dan Kumpulan Cerpen Lorong (2015). Antologi Puisi, Menderas Sampai Siak, Matahari Sastra Riau, dan Mufakat Air (2017). Antologi Puisi Efitaf Padang Panjang (2018), antologi Puisi Negeri Poci 2019, antolgi Puisi Jazirah 2019. Dan antologi Hari Puisi Dunia “Berbisik pada Dunia” 2020. Antologi puisi Jazirah 2020. *

Baca: Cerpen Asih Drajad Lumintu: Kenangan Sepanjang Jalan

*** Laman Cerpen terbit setiap hari Minggu dan menghadirkan tulisan-tulisan menarik bersama penulis muda hingga profesional. Silakan mengirim cerpen pribadi, serta terjemahan dengan menuliskan sumbernya ke email: [email protected]. Semua karya yang dikirim merupakan tanggunjawab penuh penulis, bukan dari hasil plagiat,- [redaksi]

Ikuti berita lamanriau.com di GoogleNews

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *