Tinggi Hati?

TINGGI hati alias sombong itu sumber petaka. Kehancuran seseorang bermula dari rasa tinggi hati atau merasa diri lebih daripada orang lain. Itu telah terbukti sepanjang masa. Para raja dan penguasa zalim hancur karena kesombongan. Bahkan makhluk penghancurnya merupakan makhluk-makhluk kecil yang barangkali pada awalnya ia remehkan.

Apa itu tinggi hati atau sombong? Kata nabi Muhammad Saw, “Kesombongan adalah menolak kebenaran dan merendahkan manusia. (HR: Ahmad)

Hati-hati dengan rasa lebih diri bila dibandingkan dengan orang lain. Rasa ini akan menyebabkan lupa diri, menyebabkan orang tidak mencintai kebenaran, tertutup hatinya, menjadi pengikut iblis, dan mengundang murka Ilahi. Allah Swt sungguh tak menyukai rasa tinggi hati itu.

“Dan janganlah kamu memalingkan wajah dari manusia (karena sombong) dan janganlah berjalan di muka bumi dengan angkuh. Sungguh Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membanggakan diri” (QS: Luqman:18)

Suatu ketika nabi Musa AS diuji oleh Allah Swt. “Wahai Musa, jika esok engkau bertemu dengan-Ku lagi, bawalah seseorang yang menurutmu,  bahwa kamu lebih baik baik daripada dia,” demikian kira-kira perintah Tuhan kepada Nabi Musa.

Setelah itu, kemana-mana nabi Musa pun mencari seseorang yang lebih hina dari dirinya. Namun tak pernah dijumpainya. Setiap orang memiliki kekurangan dan kelebihannya masing-masing. Dan Musa merasa mereka tidak lebih hina daripadanya.

Kemudian Musa pun mencari binatang yang lebih hina daripada dirinya. Ia perhatikan setiap binatang yang ada, rerupanya sama dengan manusia. Setiap mereka punya kekurangan dan kelebihan tersendiri. Dan Musa merasa ia lebih hina daripada hewan-hewan tersebut.

Lalu Musa melihat seeokor anjing kurus yang berkurap. Musa pun merasa kalau inilah makhluk yang lebih hina daripada dirinya. Musa pun bertekad membawa anjing tersebut menghadap Tuhan. Namun di pertengahan jalan Musa pun merasa anjing itu lebih mulia daripada dirinya. Ia pun pergi menghadap Tuhan sendirian.

Ketika samppai di hadapan Tuhan, lalu Musa pun ditanya,”Mana orang yang Aku perintahkan kepadamu untuk kau bawa?” tanya Tuhan. Musa pun menjawab,”Tuhanku, aku tidak menemukan seorang pun yang aku lebih baik daripadanya,” jawab Nabi Musa dengan rendah hati.

Lalu Allah Swt pun berfirman kepada Musa,”Demi keagungan-Ku dan kebesaran-Ku. Wahai Musa, jika kamu datang membawa seseorang yang kamu anggap bahwa kamu lebih baik daripadanya, maka namamu akan Kuhapus dari daftar kenabian,” tegas Tuhan.

Kisah itu menyiratkan betapa berbahayanya memelihara sikap tinggi hati alias sombong. Sikap merasa diri kita lebih baik daripada manusia lain, bahkan makhluk lain. Bahkan sifat buruk itu dapat menjatuhkan  pangkat seorang nabi.

Betapa banyak penguasa di masa lalu jatuh dan hina karena memelihara sikap angkuh tersebut dalam dirinya. Namrudz akhirnya mati hina karena keangkuhannya. Dengan sadar ia menyatakan, “Adakah Tuhan selain aku?” Wah sungguh sombong dan tak tahu diri manusia ini. Kemudian, sejarah mencatat ia dikalahkan nyamuk yang masuk ke lubang hidungnya. Setelahnya muncul raja zalim baru yaitu Fir’aun yang juga hancur, mati dan binasa juga karena kesombongannya. Dengan lancang ia pernah berkata, “Aku adalah tuhanmu yang paling tinggi.” Betapa super angkuhnya manusia laknat ini. Sejarah pun menuliskan bahwa ia mati hina disebabkan air yang masuk ke paru-parunya.

Zaman terus berubah dan bergulir seiring bergantinya waktu. Penguasa zalim dan sombong tetap ada yang berkuasa. Muncul pula Abrahah dari Yaman. Ia ingin menghancurkan Ka’bah bersama tentara bergajahnya.

Lalu Abrahah dan pasukan bergajahnya pun mati tersungkur karena serangan burung ababil yang melemparkan sijjil (batu) dari neraka yang membuat tubuh mereka keriting dan hangus bagai daun dimakan ulat. Lagi-lagi muncul penguasa zalim lain di masa nabi Muhammad Saw, yaitu Abu Jahal.

Abu Jahal ini mati di tangan seorang sahabat nabi bernama Abdullah Ibn Mas’ud yang bertubuh mungil dan beraroma harum. Di awal memeluk Islam, saat nabi dan para sahabat berdakwah secara sirr atau sembunyi-sembunyi, Abdullah Ibn Mas’ud malah datang ke pasar Ukaz menyatakan keislamannya dengan meneriakkan dua kalimah syahadat di hadapan orang ramai.

Akibat dari pernyataan keislamannya di depan kaum kufar tersebut, Abdullah Ibn Mas’ud pun ditangkap dan disiksa oleh Abu Jahal dan orang-orangnya. Sebelah telinga Abdullah Ibn Mas’ud pun dipotong Abu Jahal.

Kelak, sebelum mati, Abdullah Ibnu Mas’ud yang bertubuh kecil itu pun menyayat telinga Abu Jahal seperti dulu telinganya pernah dipotong oleh Abu Jahal.

Jangan pernah sombong atau tinggi hati dalam hidup. Jangan pernah meremehkan orang-orang kecil. Jangan pernah menyepelekan makhluk-makhluk lemah yang seolah tak bermakna dan tak punya apa-apa. Masa akan berubah, musim akan berganti. Kini tuan dan puan sedang jaya-jayanya, esok belum tentu. Kini hidup dengan limpahan kemewahan.

Suatu hari nanti boleh jadi akan miskin dan terhina. Bisa jadi saat berkuasa dan kaya raya pernah meremehkan dan menyepelekan orang-orang yang dipandang rendah dan hina. Siapa tahu tuan dan puan esok akan hina-dina pula, dan orang yang pernah tuan dan puan hinakan justru diangkat derajatnya oleh Ilahi. Dan yang pasti, semua akan mati. Siapa pun dia, semua akan kehilangan nyawa dan berpisah dengan sesuatu yang dibanggakannya itu. Dan suatu saat semua kesombongan dan keangkuhannya akan berbuah penyiksaan dan penghinaan. Bahkan jauh lebih hina daripada anjing kurap sekalipun.

Jangan pernah sombong. “Kebesaran (kesombongan atau kecongkakan) adalah pakaian-Ku dan keagungan adalah sarung-Ku. Barang siapa merampas salah satu (dari keduanya), Aku lempar dia ke neraka.” (HR Abu Dawud). Demikian firman Ilahi dalam hadits qudsi.

Namun begitu, agaknya boleh sombong kepada orang-orang sombong karena ada ungkapan pamungkas.”Sombong kepada orang yang sombong adalah sedekah.” Sebab, apabila kesombongan dan keangkuhannya dibiarkan berkobar-kobar dan menjalar liar kemana-mana maka mungkin akan semakin banyak api permusuhan dan petaka yang dimunculkannya. Maka tak ada kata lain selain: padamkan.

Allahumma inni a’uzubika min al-kibr. Amin.

Wallahu a’lam. ***

Baca: Lapang, Bahagia, dan Dermawan

Ikuti berita lamanriau.com di GoogleNews

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *