Kampung Rohani

visi vokasi

ALHAMDULILLAH; sampai lah kita di hari terakhir Ramadan tahun ini. Syawal akan segera menjelang. Itu lah kehidupan. Datang dan pergi.

Suasana tanah tumpah darah kita tahun ini lebih bermaya, berdenyut, dan bergairah karena ziarah para zuriat yang balik kampung.

Aidil Fitri besok juga bertepatan dengan Hari Pendidikan Nasional tahun ini. Tema yang diusung kementerian: “Pimpin Pemulihan, Bergerak untuk Merdeka Belajar”.

Tersebab setiap diri adalah pemimpin, maka untuk pemulihan, lebih pas dimulai dari diri sendiri dalam kebun spiritual di kampung rohani hak milik seumur hidup.

“Bergerak untuk Merdeka Belajar”, itu perkara lama yang secara esensial telah dipikirkan dalam-dalam oleh Ki Hadjar Dewantara:

“Ketahuilah bahwa ‘Budi’ itu berarti ‘fikiran-perasaan-kemauan’, dan ‘pekerti itu artinya ‘tenaga’. Dengan adanya ‘budi pekerti’ itu tiap-tiap manusia berdiri sebagai manusia merdeka (berpribadi), yang dapat memerintah atau menguasai diri sendiri (mandiri). Inilah manusia yang beradab dan itulah maksud dan tujuan pendidikan dalam garis besarnya.”

Pemulihan jiwa yang terluka tidak lah semudah meracik tema Hardiknas itu. Apatah lagi miskin keteladanan. Visi edukasi Ki Hadjar Dewantara itu adalah genuine akademik, bukan jargon kalengan yang seringkali membingungkan, tak tentu arah, gaduh, dan bising.

Lebih baik kita urus kampung rohani sendiri melalui self-educating untuk self-recovery. Manusia adalah makhluk omnipoten. Pun tiap kita dikaruniai daya pulih (resiliency).

Pensucian jiwa melalui pesantren kilat puasa sebulan penuh merupakan modal baru yang paling berharga bagi pembangunan kebun spiritual di kampung rohani secara berkelanjutan.

Jiwa berasal dari kata Jiva (Bahasa Sankserta), artinya “Benih Kehidupan”. Jalaluddin Rumi memberi tuntunan metafisis, “Pendidikan bukanlah menabur benih pada dirimu, melainkan menumbuhkan benih-benih yang ada dalam dirimu.”

Ada juga ungkapan bijak yang entah punya siapa (anonymous), “Guru yang hebat adalah artis yang hebat, tapi medianya bukanlah kanvas, melainkan jiwa manusia.”

Pendidikan seharusnya lebih banyak mengurus perkara nilai (kualitatif) berkenaan dengan kapabilitas modal insaniah ketimbang perkara angka-angka semu (kuantitatif).

Pendidikan yang kemaruk memuja dan mengejar angka-angka dan peringkat itu hanya akan menambah kegersangan sosial di gurun pasir spiritual secara inklusif.

Dalam ekosistem pendidikan yang lebih mengejar peringkat dengan semua atribut dan derivasinya itu, mentalitas menerabas tumbuh subur menguatkan budaya mediokritas melalui manajemen asal ada bukti fisik laporan.

Pendidikan tanpa kebudayaan adalah suatu aktivitas pertukaran informasi yang bersifat teknis-mekanis belaka, tidak memiliki ruh budaya sama sekali (Darmaningtyas, 2014).

Praksis pendidikan semacam itu tidak akan mampu menumbuhkan manusia yang berkarakter, tapi hanya mencetak manusia-manusia yang taat pada instrumen teknis belaka

Dalam pandangan Plato, jiwa berperan sebagai pengatur tindakan rasional yang kemudian mengendalikan keinginan atau nafsu manusia.

Jika demikian adanya, maka irasionalitas tindakan para penguasa yang kian menguat akhir-akhir ini sesungguhnya update status kebersihan jiwa.

Pragmatisme telah menembus sampai ke jantung semua gatra pembangunan (ipoleksosbudhankam) dan cenderung abai pada politik etis dan keadaban publik. Padahal, “Murid adalah Kata, Guru adalah Kalimat, Pemimpin adalah Makna.”

Mari kita mudik ke kampung rohani menjemput datangnya Aidil Fitri. Semoga kampung rohani kita diberkahi dan kembali bersih seperti semula jadi.

Taqabbalallahu Minna Wa Minkum Taqabbal Ya Karim.
Selamat Aidil Fitri 1443 H, Mohon maaf zahir dan batin.

Apa Maciam…?***

Baca: Fitrah Manusia

#Kolom20

Ikuti berita lamanriau.com di GoogleNews

Respon (3)

  1. Setiap diri adalah pemimpin, maka untuk pemulihan, lebih pas dimulai dari diri sendiri dalam kebun spiritual di kampung rohani hak milik seumur hidup. Sangat setuju sekali Prof, dengan statement refleksi akan hal diri kita.
    Kadang emang lebih sulit menjadi pemimpin di diri kita sendiri. Thank Prof atas artikelnya.
    Taqabbalallaahu minna wa minkum, taqabbal ya karim. Minal ‘aidin wal faizin, mohon maaf lahir dan batin. Selamat Hari Raya Idul Fitri 1 Syawwal 1443 Hijriah Prof.

  2. Mari kita mudik ke kampung rohani menjemput datangnya Aidil Fitri. Semoga kampung rohani kita diberkahi dan kembali bersih seperti semula jadi.

    Amiin … Amiin …Amiin Ya ALLAH

  3. MasyaAllah… . Taqabbalallaahu minna wa minkum, taqabbal ya karim. Minal ‘aidin wal faizin, mohon maaf lahir dan batin. Selamat Hari Raya Idul Fitri 1 Syawal 1443 Hijriah om Prof.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *