Kemenyan

Bang Long

Bismillah,

”Jangan lupe beli kemenyan untuk kenduri nanti,” Emak mengingatkan Abah. Abah yakin tidak akan lupa dengan pesan penting itu.

Pohon kemenyan memiliki ketinggian antara 20 hingga 40 meter. Batangnya lurus. Cabangnya sedikit. Pohon ini berdiameter antara 20-30 cm. Kulit batangnya berwarna kemerahan. Pohon kemenyan berdaun tunggal. Daunnya berbentuk oval. Ujung daunnya meruncing. Pohon ini juga berbuah. Buahnya berbentuk bulat dan lonjong. Bijinya berwarna cokelat terbungkus dalam daging buah yang tebal dan keras. Kemenyan bisa tumbuh di dataran rendah sampai dataran tinggi pada ketinggian 60 hingga 2.100 meter di atas permukaan laut. Untuk tumbuh, tanaman kemenyan tidak memerlukan persyaratan yang istimewa terhadap jenis tanah.

Seperti gaharu, kemenyan pun memberikan faedah bagi kehidupan kita. Faedah kemenyan terutama sebagai bahan obat tradisional, batik, pengharum ruangan, dan upacara ritual. Kemenyan juga digunakan untuk aroma wewangian (parfum) dan aroma terapi. Selain itu, kemenyan juga merupakan bahan untuk perawatan kulit. Karena itu, kemenyan memiliki perjalanan sejarah yang termasyhur.

Dalam catatan sejarah, kemenyan diperdagangkan sejak lebih 5.000 tahun di Semenanjung Arab dan Afrika Utara. Bahkan, ada mural di dinding kuil Mesir kuno Ratu Hatsheput yang meninggal pada 1458 SM. Di nusantara, daerah Barus menjadi pelabuhan pengekspor kemenyan dan kamper (kapur barus) sejak abad ke-5. Bagi sebagian besar agama, keberadaan kemenyan pun mempunyai kedudukan tersendiri bagi penganutnya. Bahkan dalam Islam, penggunaan kemenyan sebagai wewangian sangat dianjurkan seperti misk dan aluwwah, yaitu sejenis kayu yang dibakar untuk dijadikan sebagai bahan pewangi. Namun, kemenyan pun sering dikaitkan dengan sesuatu yang mistik atau supranatural. Tentu saja kita dituntut untuk lebih bijak dalam pemanfaatan kemenyan dalam kehidupan keseharian.

Ketika masih kecil, saya sudah terbiasa dengan asap kemenyan. Baunya pun wangi dan saya suka. Setiap ada kenduri doa selamat, wewangian dupa kemenyan senantiasa tersedia. Tentu saja ini bukan sebagai syarat utama. Fungsinya hanya sebagai pengharum ruangan si yang empunya hajat. Rumah dan ruangan jadi wangi. Sebelum doa dimulai, kemenyan dibakar di tempat bara (pat bara). Asapnya mengepul. Bau wangi dari hasil pembakaran itu merebak di seluruh ruangan. Ingat, fungsi kemenyan bukan untuk penyampai doa, tetapi hanya sebagai pengharum ruangan majelis. Di sinilah letak pentingnya menghormati tamu dalam hubungan sosial.

Inti dari tumbuhan ini adalah wewangian. Kemenyan memberikan keharuman kepada kita dengan cara membakar dirinya. Semakin kuat bara api membakar kemenyan, wanginya kian membara melalui asap yang mengepul di udara. Filosofinya adalah memberikan sesuatu yang wangi (terbaik) kepada orang lain. Dalam kenduri nikah kawin pun, kemenyan dibakar untuk mengeluarkan semerbak wanginya.

Di sisi lain, kemenyan berfungsi sebagai simbol ilmu. Orang Melayu sangat menghormati orang berilmu. Mereka segan dengan ilmuan, baik ilmu duniawi apalagi ilmu agama. Orang Melayu pun segan dengan para penuntut ilmu. Bangsa ini menyadari betapa pentingnya ilmu, baik di dunia maupun di akhirat. Bagi bangsa Melayu, keberhasilan dunia dan akhirat sangat bergantung pada penguasaan ilmu. Karena itu, ilmu menjadi tanda khusus bagi bangsa Melayu. Dalam Tunjuk Ajar Melayu (1994:95) dikatakan Apa tanda Melayu jati/ Ilmu bermanfaat ia minati. Apa tanda Melayu bertuan/ Menuntut ilmu tahan bersusah. Ilmu yang mesti dituntut, yaitu ilmu yang bermanfaat. Yang disebut ilmu bermanfaat, tidak menyalah pada syariat, tidak menyimpang kepada adat (hlm. 113).

Perkara orang berilmu ini beragam. Ada yang berilmu seperti nibung tunggal. Ada juga yang berilmu bagai berteras di luar saja. Ada pula laksana ilmu padi. Derajat tertinggi orang berilmu seumpama lautan budi tepian akal atau lubuk akal lautan ilmu. Yang menyedihkan, ada bagaikan ilmu lintabung. Untuk mencapai derajat tersebut, kita semestinya menyauk kering-kering, membeli habis-habis. Alang-alang menyeluk pekasam, biar sampai ke pangkal lengan.

”Tong penuh berisi itu tak akan berbunyi. Kalaupun berbunyi, tetap nyaman didengar,” kata Emak. Sebaliknya kalau tong itu kosong, nyaring bunyinya memekakkan telinga sampai ke mana-mana. Seseorang yang berilmu memiliki inti bagaikan kemenyan. Ada wangi yang menyerlah di dalamnya. Wangi itu akan muncul semerbak jika dibakar (diamalkan) dalam keseharian. Jika disimpan begitu saja, wangi itu tidak akan dirasakan oleh orang lain. Raja Ali Haji dalam Gurindam Duabelas Pasal 5, Ayat 4 menulis, Jika hendak mengenal orang yang berilmu, bertanya dan belajar tiadalah jemu.

Ada juga orang berilmu, tapi pelokek alias kedekut. Orang ini berilmu, tapi tidak mau menurunkan ilmunya kepada orang lain. Ilmunya hanya untuk dirinya sendiri. Kalaupun diturunkan, dia hanya memberikan tanggung-tanggung. Orang seperti ini biasanya takut tersaingi. Karena itu, dia tidak seperti kemenyan yang membara. Yang lebih parah, sikap menyombongkan diri karena berilmu. Dia sendiri saja yang benar. Orang lain salah. Dia tinggi hati karena merasa derajat ilmunya melangit. Adab orang berilmu terpelanting dibuangnya entah ke mana.

”Apa gunanya kemenyan sebesar tungku kalau tidak dibakar?” pungkas Emak tatkala mentari mulai rebah.***

Alhamdulillah.
Bengkalis, Selasa, 23 Syawal 1443/24 Mei 2022

Baca: Gaharu

Ikuti berita lamanriau.com di GoogleNews

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *