Oleh Muhd Zulkifly Ramadhan
INDONESIA adalah negara demokrasi. Demokrasi merupakan suatu sistem pemerintahan dimana semua warga negaranya mempunyai hak dan kesempatan yang sama atau setara untuk berkontribusi dalam proses pengambilan keputusan yang dapat mempengaruhi hidup mereka. Demokrasi adalah pemerintahan yang diselenggarakan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Demokrasi mengizinkan warga negaranya untuk berpartisipasi baik secara langsung atau melalui perwakilan baik dalam perumusan, pengembangan, dan pembuatan hukum. Demokrasi merupakan bagian penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara karena memiliki banyak arti penting, yang dijabarkan dan diterapkan akan membuat kehidupan bernegara ini terasa adil dan nyaman. Salah satu dari mewujudkan suatu pemerintahan yang demokratis adalah dengan adanya kebebasan mengemukakan pendapat.
Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai negara hukum dan demokratis berwenang untuk mengatur dan melindungi pelaksanaan kebebasan berpendapat. Kemerdekaan berpikir dan mengeluarkan pendapat tersebut diatur dalam Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945 Pasal 28 E ayat (2) Setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.
Kebebasan mengemukakan pendapat juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 9/1998 tentang kemerdekaan dalam menyampaikan pendapat di muka umum. Dengan adanya dasar hukum yang mengatur tentang kebebasan mengemukakan pendapat dimuka umum ini, memberikan suasana keterbukaan kepada seluruh masyarakat dalam era reformasi saat ini. Meskipun demikian dalam hal penyampaian pendapat dimuka umum harus dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab sejalan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Di era demokrasi ini dimana seluruh elemen masyarakat baik komunitas, kelompok, organisasi, maupun mahasiswa memiliki kesempatan dalam menyampaikan pendapat. Tetapi sering disalah artikan dan tidak jarang berkahir dengan tindakan kekerasan yang mengakibatkan kerugian baik harta benda maupun korban jiwa. Sehingga dalam mengantisipasi tindakan tersebut perlu memerhatikan aspek perlindungan, Hak Asasi Manusia, norma hukum dan rasa keadilan bagi masyarakat.
Di wilayah Kota Padang terdapat cukup banyak kelompok kelompok masyarakat yang sering melakukan unjuk rasa diantaranya: BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa) Sumatera Barat, FKDOP (Forum Komunikasi Driver Online Padang), HMI cabang Padang, KKG (Kelompok Kerja Guru), dan masih banyak kelompok masyarakat lainnya yang masih belum tertib dalam menyampaikan pendapat di muka umum. Alasan utama dilakukannya sebuah unjuk rasa karena adanya berbagai kebijakan baru yang diterapkan oleh pemerintah, pihak perusahaan baik swasta maupun negeri, dan pihak lainnya yang menimbulkan pro dan kontra di mata masyarakat. Menyampaikan aspirasi di muka umum merupakan jalan terbaik agar aspirasi tersebut dapat ditinjau dan ditelaah kembali oleh pembuat kebijakan.
Unjuk rasa yang anarkis adalah aksi protes yang diwarnai dengan kekerasan dan menimbulkan kerugian baik materiil maupun immateriil. Dalam kegiatan unjuk rasa yang dilakukan oleh demonstran sering kali tidak mematuhi aturan dan melanggar aturan hukum. Adanya provokator yang tidak bertanggung jawab yang dapat memancing kemarahan dan emosi dari masyarakat yang melakukan unjuk rasa. Pelaksanaannya tidak jarang berakhir dengan kerusuhan. Terjadinya kerusuhan tersebut menunjukkan rendahnya kesadaran masyarakat dalam menyampaikan aspirasi dan pendapatnya sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 9/1998 tentang Kemerdekaan Mengemukakan Pendapat.
Salah satu unjuk rasa anarkis yang terjadi di tahun 2019 adalah unjuk rasa yang dilakukan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Sumatera Barat. Pada saat unjuk rasa tersebut, mahasiswa memaksa memasuki gedung DPRD Provinsi Sumatera Barat dan melakukan pengrusakan terhadap fasilitas-fasilitas yang terdapat di dalam gedung tersebut. Seperti yang telah dikutip sebagai berikut.
Regional.kompas.com (Rabu, 25 September 2019)
PADANG, KOMPAS.com – Massa mahasiswa Sumatera Barat membakar kursi anggota DPRD Sumbar saat aksi unjuk rasa di Gedung DPRD Sumbar, Rabu (25/9/2019). Api segera dipadamkan dan petugas kepolisian menghalau massa yang masuk ke dalam ruang sidang utama itu. Ruang sidang utama tersebut sudah sangat berantakan. Kaca meja pecah, kursi juga dirusak. Sementara asap bekas kebakaran masih mengepul di ruangan sidang itu. Aparat kepolisian yang dipimpin Kapolresta Padang Kombes Yulmar Try Hermawan langsung menginstruksikan mahasiswa keluar dari ruangan di DPRD Sumbar. “Mahasiswa semuanya keluar. Tidak ada lagi di dalam,” kata Yulmar, Rabu, bukan hanya ruangan sidang utama yang hancur berantakan, perpustakaan juga ikut dirusak. Semua buku dilempar keluar, meja dan kursi patah. Alat-alat elektronik, seperti televisi dan komputer, hancur berantakan. Ruangan fraksi-fraksi juga hancur diamuk massa. Hingga pukul 16.00 WIB, mahasiswa masih bertahan di DPRD Sumbar. Mereka membakar buku-buku dan sampah di depan gedung DPRD Sumbar. Demo mahasiswa itu menolak UU KPK, membatalkan RUU KUHP, RUU Pertanahan, dan sejumlah RUU lain yang dinilai bermasalah. (Regional.kompas.com, Rabu, 25 September 2019,
https://regional.kompas.com/read/2019/09/25/16261911/demo-mahasiswa-di-sumbar-ricuh-massa-bakar-kursi-dan-buku- ruangan-di-dprd?page=all)
Berdasarkan pemberitaan di atas, tindakan anarkis yang dilakukan oleh Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Se-Sumatera Barat, mengakibatkan rusaknya fasilitas baik yang terdapat di ruang sidang utama maupun di perpustakaan gedung DPRD Kota Padang.
Unjuk rasa penolakan Undang-Undang Omnibus Law tahun 2020 terjadi karena tidak setujunya rakyat terhadap isi dari peraturan tersebut yang banyak merugikan rakyat. Namun pemerintah beralasan bahwa undang-undang tersebut dapat menciptakan lapangan pekerjaan. Disamping itu dengan mengurangi persyaratan peraturan untuk izin usaha dan proses pembebasan lahan, dapat menarik investor asing untuk berinvestasi di Indonesia. Menjelang pengesahan Undang-Undang Omnibus Law, terjadinya aksi penolakan dari masyarakat seluruh Indonesia khususnya Kota Padang. Unjuk rasa penolakan Omnibus Law yang terjadi di Kota Padang tidak hanya sekali, namun unjuk rasa terjadi berkali kali.
Pada tanggal 5 Oktober 2020 Undang-Undang Omnibus Law resmi disahkan dan terjadilah unjuk rasa serentak di seluruh Indonesia khususnya di Kota Padang. Banyaknya aksi unjuk rasa yang menimbulkan korban jiwa dan kerugian materiil. Karena jumlah massa yang banyak dan tidak sebanding denga banyaknya personel yang dikerahkan.
Pada saat unjuk rasa penolakan Undang-Undang Omnibus Law 2020. Unjuk rasa yang terjadi tidak menimbulkan aksi anarkis. Memang terdapat aksi lempar botol kepada petugas, namun unjuk rasa tersebut tidak menimbulkan kerugian baik materiil maupun immateriil. Seperti yang telah dikutip sebagai berikut.
Padang, (ANTARA) – Ketua DPRD Sumatera Barat Supardi menyesali aksi pelemparan sejumlah material kepada petugas dalam aksi unjuk rasa terkait pengesahan UU Omnibus Law di gedung DPRD Sumbar pada Rabu sore. “Kami sesali hal ini karena ada aksi pelemparan dan bisa saja ini disusupi provokator,” kata dia di Padang, Rabu. Ia mengatakan sebelum dirinya menemui mahasiswa sudah ada pelemparan kepada petugas yang melakukan pengawalan. “Kalau ada pelemparan sepertinya sudah direncanakan dan kami minta mahasiswa jangan mau dihasut oleh oknum tersebut,” katanya. Menurut dia, jika mahasiswa ingin menyampaikan aspirasi dengan unjuk rasa dipersilakan namun jangan ada aksi pelemparan tersebut Apalagi mahasiswa yang melakukan unjuk rasa menggunakan almamater dan membawa nama kampus mereka. Terkait aksi unjuk rasa sendiri, dirinya mengapresiasi tuntutan yang mereka sampaikan dan semangat untuk unjuk rasa di tengah hujan. Ia mengatakan telah menemui mahasiswa dan mereka meminta agar DPRD membuat sikap menolak UU Omnibus Law namun hal itu tidak dapat dilakukan karena bukan kewenangan pihaknya. “Ini kewenangan pemerintah pusat dan untuk pernyataan sikap DPRD ini kolektif kolegial dan pernyataan DPRD dikeluarkan berdasarkan hasil keputusan di rapat paripurna,” kata dia. Ia mengatakan sepakat dengan tuntutan mahasiswa namun untuk menyatakan menolak atau tidak Undang-Undang Omnibus Law yang telah disahkan tidak dapat dilakukan. “Kami ada aturan yang mengatur hal tersebut. Walaupun mereka mendesak namun tetap tidak bisa kami lakukan,” kata dia. Sebelumnya aksi unjuk rasa untuk penolakan RUU Cipta Kerja di Kantor DPRD Sumatera Barat (Sumbar) sempat memanas dan diwarnai dengan aksi pelemparan botol air mineral di Padang, Rabu sekitar pukul 16.21 WIB oleh pendemo. Polisi tampak membuat barikade dan pertahanan di depan gerbang kantor dewan provinsi untuk menahan botol-botol yang beterbangan ke arah petugas. (Antaranews.com, 7 Oktober 2020,
https://www.antaranews.com/beritaZ1770193/ketua-dprd-sumbar- sesali-aksi-pelemparan-saat-unjuk-rasa-omnibus-law)
Berpijak dari pemberitaan diatas, dapat kita simpulkan bahwa terdapat suatu pencapaian yang dilakukan oleh Polresta Padang khususnya Satintelkam dalam melakukan penyelidikan, pengamanan, penggalangan sehingga menghasilkan deteksi dini, peringatan dini, serta pencegahan dini agar unjuk rasa anarkis tidak terjadi. Seperti yang kita ketahui, bahwa unjuk rasa penolakan Undang – Undang Omnibus Law diwarnai aksi kekerasan yang dilakukan oleh mahasiswa di berbagai daerah di Indonesia. Unjuk rasa anarkis tersebut mengakibatkan kerugian seperti, rusaknya gedung dan fasilitas umum, petugas yang terluka dan lain sebagainya.
Dalam melaksanakan tugas baik harian maupun operasional, anggota Polri khususnya personel Satintelkam selalu berpedoman pada manajemen operasional tujuh langkah (MOTL).
Manajeman Operasional Intelkam Polri adalah suatu proses kegiatan dengan menggunakan taktik dan teknik Intelijen (penyelidikan, pengamanan dan penggalangan) untuk memelihara situasi kamdagri terhadap Potensi Gangguan, Ambang Gangguan dan Gangguan Nyata yang merupakan sasaran tugas fungsi Intelkam Polri. (Akademi Kepolisian, Fungsi Teknis Intelkam 2019:167).
Dalam bahan ajar Fungsi Teknis Intelkam (Akademi Kepolisian, 2019:175).dijelaskan tentang Langkah langkah manajemen operasional tujuh langkah dijelaskan sebagai berikut:
Dalam kegiatan Operasional, unit melakukan 7 langkah kegiatan yang biasa disebut manajemen Operasional 7 langkah atau disingkat MOTL. Adapun langkah kegiatan tersebut meliputi:
a. Penalaran UUK.
Kanit melakukan penalaran UUK/TO yang diterima dari pimpinan atau user, sebagai bahan briefing awal terhadap anggotanya
.
b. Analisa sasaran dan tugas.
Melakukan diskusi dengan anggota untuk melakukan analisa terhadap tugas yang diterima dan sasaran yang akan dihadapi.
c. Pembagian tugas dan sasaran.
Melakukan pembagian tugas sesuai kemampuan anggota masing-masing manakala dihadapkan terhadap sasaran yang akan dihadapi.
d. Persiapan/Briefing.
1) Pengecekan kondisi fisik anggota.
2) Pengecekan kesiapan mental anggota.
3) Pengecekan sistim pengamanan (Cover, Siskom, tempat dan jam berhubungan, SH, MP, SP).
4) Penyiapan Alut/Alsus/Anggaran.
e. Pelaksanaan kegiatan lapangan.
Kanit maupun anggota melakukan kegiatan sesuai jadwal kegiatan masing-masing terhadap sasaran yang telah dibagi.
f. Debriefing.
1) Laporan setiap anggota unit kepada Kanit tentang tahap-tahap pelaksanaan tugas secara kronologis, terinci serta hasil-hasil yang dicapai oleh setiap anggota unit.
2) Penanyaan Kanit terhadap setiap anggota unit tentang hal-hal penting menyangkut data operasional dan baket, untuk memperoleh kejelasannya.
g. Pelaporan (Report Writing).
1) Anggota membuat Laporan kegiatan harian dan laporan informasi.
2) Kanit menghimpun laporan-laporan anggota dan menyatukannya dalam Laporan Penugasan.
3) Sistimatika Laporan penugasan:
а) I PENDAHULUAN.
2) II TUGAS POKOK.
3) III RENCANA KEGIATAN.
4) IV KEGIATAN YANG DILAKSANAKAN.
5) V HASIL YANG DICAPAI.
б) VI FAKTOR YANG MEMPENGARUHI.
7) VII PENUTUP.
8) Kesimpulan.
9) Saran-saran.
Dengan demikian peran satuan intelkam polri dalam mengantisipasi unjuk rasa yang selalu berpedoman pada ketentuan hukum yang berlaku untuk mengamankan dan menertibkan masyarakat sehingga tidak terjadi kekerasan dan anarkis unjuk rasa tersebut. ***