Kecerdasan Naturalistik

visi vokasi

ALHAMDULILLAH; sepatutnya lah kita banyak bersyukur dan merawat baik-baik Bumi yang telah berumur 4,543 miliar tahun ini dengan segala limpahan ramat dan karunia yang tiada kira.

Bagaimana kondisi Bumi kita hari ini? Setengah abad yang lalu, kesehatan Bumi boleh jadi masih prima sehingga nyaman dan selesa bagi semua makhluk yang menghuninya.

Bergulirnya waktu, manusia mulai merasa kurang nyaman dan risau dengan kondisi kesehatan lingkungan hidupnya akibat ulahnya sendiri, meski ilmu dan teknologi kian memukau. Puncak ketidaknyamanan itu diperbincangkan dalam Konferensi Stockholm tahun 1972 di Swedia.

Dari percakapan mondial tersebut lahir permuafakatan memperingati Hari Lingkungan Hidup Sedunia (HLH) tanggal 5 Juni setiap tahunnya. Sebagai konferensi tingkat dunia pertama yang membahas isu lingkungan, Konferensi Stockholm meletakkan dasar untuk perlindungan lingkungan secara global.

HLH Sedunia tahun ini kembali diperingati dengan tema yang sama seperti 50 tahun silam; “Only One Earth” (Sustainably in Harmony with Nature). Untuk Indonesia, tema tahun ini disunting menjadi “Satu Bumi untuk Masa Depan.”

Lima puluh tahun lalu sudah diserukan bahwa kesehatan lingkungan hidup kita semakin mengkhawatirkan. Dia akan semakin tak berdaya jika tak ada tindakan nyata penyelamatan secara intensif.

Pada tahun 2045, jumlah penduduk Indonesia akan mencecah 319 juta jiwa. Sementara jumlah penduduk dunia ditaksir seramai 9 miliar jiwa. Dapatlah dibayangkan betapa besar tekanan terhadap kualitas kesehatan lingkungan di masa hadapan.

Sekarang ini saja, perubahan iklim semakin tak menentu. Krisis energi makin menguat. Lahan produktif makin menyusut dan tergerus. Keaneragaman hayati makin tergerus. Deforestasi makin melaju. Sumber air bersih makin berkurang. Urbanisasi makin mengganas. Laut makin tercemar. Udara makin pengap. Ozon makin menipis dan tembuk. Atmosfir makin membahang.

Menghadapi semua yang tak sedap itu, maka kepintaran saja dipastikan tidak cukup. Literasi lingkungan hidup nampaknya perlu dikembangkan melalui kecerdasan dan kearifan lingkungan.

Tak sudi hidup di masa depan yang kelam, Jepun sudah jauh-jauh hari merintis jalan futuristik bagi kehidupan masyarakat super cerdas (Society 5.0) yang berpaksi pada falsafah harmoni manusia dengan alam (sustainability and environmental harmony).

Howard Gardner dari Harvard’s Graduate School of Education dalam bukunya Frames of Mind: The Theory of Multiple Intelligence (1983) telah memperkenalkan tujuh jenis kecerdasan manusia: kecerdasan verbal (linguistik), matematika (logis), spasial, musik, kinestetik, interpersonal, dan kecerdasan intrapersonal.

Dua puluh tiga tahun kemudian, Gardner menambahkan Kecerdasan Naturalistik (KN) sebagai cabang kedelapan ke dalam model kecerdasan majemuknya itu melalui bukunya Multiple Intelligences: New Horizons in Theory and Practice (2006).

Menurut Gardner, KN adalah kemampuan untuk mengidentifikasi, mengklasifikasikan, dan memanipulasi elemen-elemen lingkungan, objek, hewan, atau tumbuhan. Orang-orang dengan KN memiliki kepekaan dan apresiasi yang tinggi terhadap alam.

Kecerdasan ini berhubungan dan selaras dengan alam dan lingkungan. Esensi dari KN a la Gardner ini adalah terkait dengan kemampuan memahami dan mengklasifikasikan pola-pola yang rumit di alam sekitar (Sadiku & Musa, 2021).

Individu dengan KN tinggi menunjukkan kecenderungan yang sangat kuat terhadap isu-isu lingkungan hidup, antara lain peduli dan suka berhubungan dengan alam, peka dan menghargai alam, sadar lingkungan, dan berpartisipasi dalam pelestarian lingkungan.

Karena KN bersifat pengalaman langsung, maka cara terbaik untuk mengembangkannya adalah melalui pembelajaran di luar kelas (outdoor learning). Beragam kegiatan pembelajaran berbasis KN dapat dikemas melalui pendekatan”CTL”= Coba Terapkan Langsung.

Aneka pembelajaran berbasis proyek yang dapat dikemas; wisata alam, berkebun, membaca buku-buku dan artikel tentang alam dan lingkungan, mengunjungi berbagai situs alami (termasuk pertanian), merawat hewan, satwa liar, membangun taman, melukis, fotografi, dan juga menulis artikel tentang alam (puisi, cerita, blog, dll)

Tersebab KN bisa tumbuh dan berkembang sepanjang hidup seseorang, maka ianya dapat diaktualisasikan melalui kegiatan habituasi, baik pendidikan formal, non formal, dan in formal secara terus menerus, intensif, dan masif. Ikhtiar produktif ini dapat memberikan kontribusi positif terhahap peningkatan kualitas lingkungan hidup secara inklusif dan global.

Agaknya, paradigma Pendidikan tentang Lingkungan dan Pendidikan untuk Lingkungan akan menjadi lebih holistik bila diperkuat dengan paradigma Pendidikan dalam dan dari Lingkungan sembari mengamalkan kecerdasan budaya “Alam terkembang menjadi guru.”

Kebijaksanaan Oriental menuturkan:

“Pohon yang besar tumbuh dari benih yang kecil. Menara tinggi dibangun dari seonggok tanah. Perjalanan panjang selalu dimulai dari langkah-langkah kecil.~Confucius

Apa Maciam…?***

Baca : Boleh Tahan

#kolom25

Ikuti berita lamanriau.com di GoogleNews

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *