Rejim C Kuadrat

“Setelah dijengah baru dijenguk
mengapa dinda tetap merajuk
kalau ekonomi terus terpuruk
pertanda rejim akan ambruk!?”

“Kursi lama sangat mempesona
sudah  cendana mengapa gaharu
duduk lama lebih bermakna
apa artinya kursi baru.”

SEHARUSNYA tajuk Jengah Jenguk hari ini, “Buruk Sangka Taliban”, tetapi diganti menjadi “Rejim C Kuadrat”. Walaupun perubahannya tanpa rencana, tetap saja ada rekan yang komplain. Dua alasan yang sempat terdengar samar. Pertama, ihwal ke-taliban-an, selain sensi judulnya juga dapat menggugah girah perjuangan. Kedua, bukan saja akan kontroversi melainkan juga “debatable”. Girah dan kontroversi apa? Tentu saja minggu depan jawabannya.

Berusaha untuk tidak membela diri atau berapologia. Jujur tajuk pertama, akan tetap sangat krusial dua, tiga atau tujuh tahun ke depan. Sementara ihwal “Rejim C Kuadarat”, tidak dijamin isunya akan tetap aktual, kredibel dan populer. Ditambah tajuk bahasan ini dimaksudkan agar Jengah Jenguk  tetap menjadi rubrik yang dinamis, analitis dan diminati.

Sudah berulang kali dicoba untuk dilacak melalui jejak digital. Hasilnya berulang-ulang, belum ditemukan istilah atau konsep yang berhubungan dengan Rejim C Kuadrat (RC2). Sementara judulnya  juga dalam berbagai bahasa belum ditemukan. Simpulannya, tentu saja judul sekaligus bahasannya benar-benar minimal orisinal-otentik.

Oleh karena orisinal-otentik tentu saja sumber berdasar opini personal yang masih dapat menjadi perdebatan. Opininya tidak wajib untuk ditelan mentah-mentah. Lebih esensi menelannya setelah dimasak terlebih dahulu. Begitulah pentingnya membangun diskusi yang berperadaban, kritis dan cerdas. Sehingga istilah “viva aqal cerdas” dapat menjadi “kode pikir” atau kredo setelah membacanya.

Bepijak kredo “viva aqal cerdas” dapat dimaknai untuk mengulas-kilas ihwal RC2 menganalisisnya bersandar pendekatan kompleksitas. Pndekatan ini diargumentasikan pemahamannya bukan satu sisi, melainkan multi sisi. Misalnya dalam memahami sekaligus memaknai RC2, tidak hanya didekati melalui kekuasaan, politik, hukum, ekonomi atau tata negara semata. Pendekatan dapat dilakukan dengan memanfaatkan pendekatan jurnalistik investigatif misalnya.

Menggunakan pendekatan jurnalistik investigatif memabahas-ulas  istilah rejim jika dihubungkan dengan situasi ke-pandemi-an, seorang rekan menasihati, berhati-hati. Walaupun tidak diperuntukan esai ini sebagai konsumsi dalam negeri, nsional, tetap saja berhati-hati. Ulasan tajuk ini walaupun terkesan ringan, sedikit tak banyak dipastikan menarik perhatian. Dalam penjelasan yang subjektif jika ulasan menyangkut “kewibawaan kekuasaan kiln-klindan angka jutaan dolar, tentu saja menarik.

Bersagang hujah tersebut ihwal RC2,  keberadaannya bias di mana saja. Yang berhubungan dengan ke-rejiman-an (pemerintah yang sedang berkuasa), tentu ada di masa saja dibelahan dunia. Boleh jadi hubungannya, tidak terkait sama kali dengan dunia dalam ke-negeri-an. Namun jika ada pihak yang menghubung-hubungkan, tentu tidak ada aturan yang melarangnya. Silakan.

Memahami serba rigid realitas dunia kekinian yang katanya sedang dilanda “musibah pandemi”, tentu banyak kalangan prihatin. Pada sisi lain, tidak tertutup kemungkinan terjadi sebaliknya. Ada kalangan yang beranggapan, situasi ini bukan musibah, melainkan “ladang bisnis”, sulit untuk dibantah. Kondisi dunia dalam musibah (merugi), dan sebaliknya (untung) yang masih diliputi misteri, dan penuh teka-teki  inilah RC2 berada.

Pendapat seorang rekan, bukan memuji diri sangat relevan kondisi seperti ini didekati untuk memahami keberadaan RC2 berbasis pendekatan kompleksitas. Inilah pendekatan fleksibel dalam memahami situasi misteri dan penuh teka-teki tersebut. Pentingnya pendekatan ini adalah untuk memotret, memetakan dan mematrikan sebuah penerokaan ihwal keberadaan RC2 di tengah keresahan umat manusia di dunia ini dalam kepandemian.

Mengulas-ringkas keberadaan RC2 berdasar pendekatan kompleksitas dapat membantu setidaknya dengan memahami beberapa fenomena keaktual-kinian yang sedang berlangsung.

[1]. Nama Covid. Keberadaan RC2, dalam sudut pandang pendekatan jurnalistik investigatif (kompleksitas) dapat mengulas-tanyakan nama identitas ihwal nama covid. Paling teranyar, tentu saja nama ini disediakan oleh organiasi kesehatan dunia. Institusi dunia inilah yang dianggap oleh sebagian orang “berwenang memberikan nama” tersebut. Nama yang diberikan Covid-19. Angka 19 menunjukan tahun 2019. Angka ini, dari sisi bukan kompleksitas, tentu saja baru. Apalagi bagi mereka yang pengatahuannya hanya bersandar pada pendekatan linier (normal, bukan kompleks).

Pada sisi lainnya, sandaran kompleksitas dapat dimaknai, Covid-19 (C-19), bisa juga Covid-1019 (C-1019). Nama singkatan ini disandarkan sebuah rangkaian analisis yang menghubungkan bahwa angka sepuluh (10), berklid-klindan dengan tahun 2010. Terkait apa hubunganya, tentu saja perlu didalami informasinya untuk dilengkapi. Namanya juga banyak sisi, kompleksitas.

[2]. Singkatan Covid. Sandaran kompleksitas dalam RC2, Covid adalah singkatan dari Corona Virus Disease. Inilah singkatan dari WHO. Pada sisi lain, Covid ada juga yang memaknai kependekatan dari “Certificate of vaccination ID”. Yang lain  pula menyngkiat dengan “Certificate of Vaccination Identification with Artificial Intelligence”. Singkatan yang terakhir ini menurut pelacakan beberapa media maenstrean adalah  hoaks. Artinya, Singkatan tidak merujuk WHO. Artinya lagi, selain singkatan dari WHO adalah hoaks. Argumentasi ini tentu saja merangsang aqal cerdas untuk memaham-dekatinya bersagang pendekatan kompleksitas. Lebih lanjut jika pendekatan kompleksitas menemukan singkatan baru dengan dukungan investigatf jurnalistik sesuai realitas. Lalu apakah masih diklasifikasi sebagai hoaks? Silakan kemukakan pendapatnya.

[3]. Istilah New Normal. Keberadaan RC2 di dunia (ingat, tidak termasuk dunia lain) mana pun mengenal dan bersahabat dengan istilah “New Normal”. Oleh karena bersahabat tidak keliru istilahnya pun langsung diadopsi ke dalam bahasa menjadi “kehidupan normal kembali”. Yang berarti kehidupan sebelumnya tidak normal. Yang normal kehidupan sebelum setelah normal.

Yang teramat penting tentu saja pemaknaannya juga standar dari WHO (kalau istilah wartawan rumusan menulis berita dengan 5W1H). Realitas inilah penting didiskusikan. Sebab istilah New Normal sangat sensi, dan lainnya. Mengapa? Pendekatan kompleksitas dapat memaknainya dalam perspektif non ke-WHO-an. Boleh jadi kehidupan new normal bersumber dari ketidaknormalan (abnormal). Yang normalnya, misalnya lelaki menikahi perempuan. Sementara “New Normal”, perempuan menikahi perempuan, dan lelaki menikahi lelaki. Atau “kumpul kebo” dianggap “kumpul domba”, misalnya.

[4]. Doa Covid berakhir. Memohon doa agar pandemi cepat berakhir menjadi penting bagi RC2 di dunia, khususnya dunia muslim (negeri yang mayoritas berpenduduk muslim). Jejak digital berita hampir rerata media, para ustadz khususnya dan masyarakat secara personal umumnya, memohon kepada Allah SWT, agar masa pandemi secepatnya berlalu, berakhir. Masa kelam ini memporag-porandakan segala hal.

Dalam pendekatan kompleksitas, upaya berdoa jangan hanya menunjukan kepasrahan. Usaha maksimal, berjihad, berpikir radikal dan berusaha adalah penting. Kata jihad dan radikal jangan diburuk-sangkai. Jihad dimaknai bersungguh-sungguh dan radikal diartikan kritis cerdas. Upaya ini wajib membuktikan bahwa RC2, tidak menjadi bagian dari para pihak yang istilah pepatah klasik “menangguk di air keruh, musang berbulu ayam dan meggunting dalam lipatan”.

Mengkahiri bahasan ini beberapa rekan penasaran ihwal singkatan, kependekan dari RC2. Ada yang menebak-tebak, mereka-reka sebagai “Rejim Covad-Covid”. Ada pula yang menyebutnya “Rejim nCla-nCle”. Ada yang berkenan memberikan makna lain? Silakan.

Di lain sisi, beberapa rekan tidak percaya alias mustahil jika di dunia ini ada rejim seperti itu. “Kalau pun ada, pasti tidak di sini,” sembari  yang lain menimpali.

Semoga saja tidak ada. Boleh jadi ada, tetapi bersembunyi disebalik nama-istilah lain?  

Semungkin jadi?!

Wallahualam bissawab. ***

Baca : Babeh Aldo dan Babeh Bill Gates

Ikuti berita lamanriau.com di GoogleNews

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *