Toleransi yang Terkoyak

Pemuda

WAJAH toleransi di negeri yang sangat majmuk ini, kembali terkoyak oleh pernyataan Muhammad Kece dan Yahya Waloni. Meskipun keduanya hari ini, sudah ditangkap oleh Kepolisian RI, namun jejak digital keduanya telah masuk dalam memori pemahaman setiap individu beragama di Indonesia. Dunia digital yang meluas saat ini, seringkali digunakan sebagai ruang imaginative kolektif tentang gagasan tertentu. Sehingga, ruang-ruang digital seringkali dijadikan media untuk memproduksi berita-berita bohong dan kebencian.

Peristiwa Muhammad Kece dan Yahya Waloni ini, menurut Menteri Agama sebagai tindakan pidana, karena telah melakukan penghinaan terhadap symbol-simbol dan keyakinan agama yang ada di Indonesia. Sebaliknya, Gus Menteri mendorong agar setiap umat beragama dapat menyebarkan nilai-nilai kebaikan, kedamaian, kasih sayang yang ada pada setiap agama. Bukan malah membuka ruang kebencian, dengan mencaci dan menyalahkan yang berbeda pemahaman keyakinan.

Sebagaimana yang kita ketahuai bersama, bahwa aneka ragam perbedaan yang ada di setiap wajah dan bentuk eksistensial dari manusia, merupakan fenomena sunnatullah, ketetapan Allah yang tidak bisa ditolak oleh siapapun. Oleh karena itu, menginsafi atas setiap perbedaan itu, menjadi sangat penting dilakukan, sambil tidak merendahkan dan menyalahkan agama lain.

Namun demikian, Indonesia yang sangat demokratis di sisi yang lain, seringkali dimaknai sebagai Negara yang membuka ruang seluas-luasnya bagi kebebasan berkespresi, berserikay, berkumpul dan kebebasan menyatakan pendapat. Bahkan HTI dan kelompok Islam garis keras yang menolak demokrasi, justru mengendaki dan mendorong Negara agar tetap menjadikan nilai-nilai demokrasi tersebut, menjadi tonggak dalam bernegara.

Di sini, muncul dilemma dalam berdemokrasi. Di satu sisi kita dituntut untuk membuka ruang kebebasan berpendapat dan berkeyakinan, namun di sisi lainnya kita juga tidak boleh memberikan pandangan yang berbeda dengan lainnya. Sebagaimana dalam bertoleransi, yaitu pemberian label “intoleran” pada kelompok lain juga sebuah problematika tersendiri secara sosiologis. Sebab, tidak ada orang atau kelompok tertentu yang bisa memonopoli pelabelan toleran dan intoleran itu sendiri.

Persoalannya adalah apa batasan toleransi? Merujuk pada deklarasi Cairo yang disusun pada tahun 1990, bahwa toleransi mendasarkan pada penguatan tentang kebebasan beragama dan penolakan terhadap diskriminasi. Deklarasi yang terdiri dari 24 Pasal tentang Hak Asasi Manusia berdasarkan Al-Quran dan sunah ini, kemudian menghendaki akan pentingnya tidak memaksakan kebenaran agama yang dimilikinya, dengan melemahkan atau menghina kebenaran yang dimiliki atau yang diyakini oleh kelompok atau agama lainnya. Selain itu, deklarasi Cairo juga mengingatkan untuk tidak melakukan diskriminasi atas kelompok atau agama yang berbeda.

Diskriminasi ini di antaranya adalah memilih atau memilah-milah beberapa kelompok yang berbeda berdasarkan perbedaan suku, rasa, bahasa, dan agama dalam berinteraksi. Kecendrungan ini muncul, karena adanya kecurigaan-kecurigaan yang begitu kuat dalam memori umat. Sikap curiga ini, dalam Islam disebut dengan su’u dzan, berprasangka buruk. Tentang sikap ini, Alquran memberikan penegasan soal proses psikologis ini: “Jauhilah olehmu sebagian besar dari prasangka. Sesungguhnya sebagian dari prasangka itu adalah keburukan (dosa)” (Q.S. Al Hujuraat: 12). Begitu juga dalam Hadits, Rasulullah SAW juga menegaskan bahwa: “Jauhilah prasangka, karena sesungguhnya prasangka adalah seburuk-buruknya perkataan”.

Sesunggunya tujuan utama dari toleransi adalah harmonisasi, sebuah kondisi yang damai, santun, indah dan dinamis. Bagai gemuruh irama yang mengalun indah, aneka suara terhimpun dalam symphony indah. Satu sama lain tidak ada yang menonjolkan iramanya. Masing-masing menuju pada keselarasan hidup yang indah. Indonesia yang dihuni oleh beraneka ragam suku, bahasa, dan agama, akan semakin indah jika masing-masing tidak saling menonjolkan diri identitas kesukuan, kebahasaan, dan keagamaan yang dimilikinya. Wallahu A’lam.***

Baca : Hidup Damai Bersama Indonesia

Ikuti berita lamanriau.com di GoogleNews

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *