Sisi Lain Kehidupan Nabi Muhammad

Pemuda

TERLEPAS dari perdebatan tentang waktu kelahirannya, setidaknya pada hari Senin, 12 Rabiul Awal Tahun Gajah atau 23 April 571 Masehi, menjadi symbol sejarah penting dari lahirnya sosok mulia, teladan sepanjang zaman, Nabi Muhammad SAW. Kelahiran nabi yang mulia ini, disambut suka-cita oleh alam semesta. Alam bergemuruh bershalawat pada Nabi. Suasana hening dan udara cerah, mewarnai kelahiran manusia agung ini. Sehingga sangat lah wajar, jika umat beliau yang lahir 14 abad setelah kelahiran beliau ini, ikut serta merayakannya.

Banyak cerita misterius yang menyertai kelahiran Nabi ini, sebut saja misalnya pengakuan Aminah, Ibunda tercinta Nabi, ketika menunggu kelahiran Sang Nabi, dikejutkan oleh hadirnya empat perempuan mulia dalam sejarah umat manusia, Hawa, Sarah, Aisyah dan Maryam. Mereka datang menyampaikan kabar gembira tentang kemuliaan anak yang akan dilahirkan Aminah.

Kelahiran beliau juga dinanti oleh para pemuka agama-agama pada saat itu, para rahib atau pendeta Nasrani maupun Yahudi. Harapannya, Nabi menjadi pembawa rahmah, kasih sayang dan pemersatu bangsa-bangsa dan suku-suku yang ada di Arab saat itu. Dan begitulah sesungguhnya Nabi. Beliau dilahirkan untuk menjadi rahmah bagi sekalian alam. Tidak ada ungkapan dalam Alquran untuk para Nabi sebelum Nabi Muhammad tentang hal ini, kecuali hanya untuk Nabi Muhammad. Ungkapan Rahmatan lil alamin, raufurrahim, untuk Kanjeng Nabi ini, menegaskan bahwa kehadiran Nabi di tengah kehidupan masyarakat adalah untuk mewujudkan rasa kedamaian dan ketentraman bagi alam semesta dan manusia tanpa membedakan agama, suku, dan ras. Rasulullah menjadi rahmat bagi semesta, termasuk di dalamnya adalah hewan, tumbuhan, dan lingkungan disekitarnya.

Misi kasih sayang Nabi ini, diwujudkan dengan sikap dan perilaku beliau yang mampu “menggetarkan” para shahabat yang berada disamping beliau. Annemarie Schimmel dalam Cahaya Purnama Kekasih Tuhan: Dan Muhammad adalah Utusan Allah (2012: 71-77), memberikan catatan indah tentang Nabi, bahwa Nabi adalah sosok yang ramah, baik hati, tetapi serius, dan tidak sering tertawa. Namun, beliau juga pandai membuat tersenyum para shahabat.

Oleh karena itu, tidak heran jika Nabi kemudian merangkum misi kenabian beliau dengan menyempurnakan akhlak yang mulia. Sungguh mulut suci beliau tidak pernah marah-marah hanya karena kesalahan yang dilakukan oleh Anas bin Malik RA, salah seorang shahabat yang pernah menjadi asisten Rasulullah. Ataupun kepada Zaid bin Haritsah, pembantunya sejak zaman Khadijah hidup. Bahkan “beliau tidak pernah memukul pelayan, apalagi pelayan perempuan, atau salah seorang istrinya,” kata sebuah hadis.

Tutur katanya lembut, nasehatnya ringkas dan praktis, tidak ada kata nista keluar darinya. Imam at-Tirmidzi melukiskannya sebagai berikut: “Dia akrab dengan kesedihan, banyak berpikir, sedikit istirahat, tidak berkata-kata untuk waktu yang lama, dan tidak berbicara tanpa sebab. Dia memulai dan mengakhiri pembicaraannya dengan kata-kata ‘Bismillah’. Pembicaraannya ringkas, tidak terlalu panjang, juga tidak terlalu pendek, tidak kasar, tetapi juga tak main-main, dan ringan. Dia menghormati setiap tanda karunia Allah, walaupun hanya kecil, dan tidak pernah mencela apa pun.”

Dalam beberapa riwayat juga menjelaskan bahwa kehidupan beliau juga sangat kekurangan. Adalah Tariq Ramadhan dalam bukunya, In the Footsteps of the Prophet: Lessons from the Life of Muhammad (2007), menceritakan tentang bagaimana Nabi saw. dan keluarganya, terutama putri tercintanya, Fathimah, merasakan kelaparan selama bermalam-malam. Nabi selalu mengikatkan sebutir batu pada perutnya untuk menekan rasa lapar. Bahkan Umar bin Khathab menangis tersedu-sedu, tatkala melihat kemiskinan Nabi ini.

Kepahitan Nabi yang lebih mendasar lagi adalah ketika hari ini, Nabi masih dianggap sebagai sosok pengumbar nafsu dan kejahatan seksual. Begitu kata Lesley Hazleton dalam bukunya The First Muslim: The Story of Muhammad (2013). Tidak jarang, profiling Nabi yang beristeri banyak, dijadikan sebagai “tauladan” atau bentuk sunnah. Sementara Nabi yang miskin, lembut, tidak banyak bicara, kemulian akhlanya, dan lainnya, tidak dianggap sebagai sunnah. Seringkali orang tidak faham bahwa Nabi melakukan poligami ketika Khadijah sudah wafat. 25 tahun Nabi bersama Khadijah. Kecintaan Nabi terhadap Khadijah tidak ada bandingannya dengan isteri Nabi sesudahnya, bahkan Aisyah sering cemburu ketika Nabi mengenang Khadijah. Selain itu juga, ada tendensi dakwah atau perlindungan yang dilakukan nabi. Misalnya, beliau menikahi Saudah binti Zam’ah (50 tahun) karena ingin meringankan beban, meningkatkan derajat, dan menjaganya dari fitnah kaum musyrik.

Itulah beberapa catatan kecil dari sisi lain kehidupan yang mulia, Nabi Muhammad. Sungguh tidak cukup untuk menulis betapa mulianya Nabi sebagai teladan kita hari ini. Semakin banyak kita tulis kemuliaan beliau, semakin banyak pula ketidak mampuan kita meneladaninya. Tidak jarang kita marah-marah, hanya karena sepele, saling sikut, saling menjatuhkan, menahan hak orang lain, menindas, merendahkan orang lain, mencaci, melaknat, dan praktek-praktek lain yang jauh dari kebiasaan Nabi Muhammad.

Lewat bulan maulud ini, mari kita hadirkan beliau dalam hidup kita. Bukankah Nabi, sang pembawa rahmah tidak hanya untuk para shahabatnya saja? Rahmat nabi juga untuk kita saat ini. Lalu bagaimana Nabi bisa hadir di ruang kita, sementara 14 abad yang lalu Nabi sudah meninggal? Undang Nabi dengan bershalawat serta salam kepadanya. Ditempat-tempat yang disuarakan shalawat, disitu Nabi hadir. Kehadiran Nabi, menjadi sebuah kehormatan kepada kita semua. Sebagaimana kita menyampaian shalawat dan salam pada saat attahiyat dalam shalat. Wallahu A’lam bi al-Shawab. ***

Baca : UIN Untuk Semua Agama?

Ikuti berita lamanriau.com di GoogleNews

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *