Cerpen Ngah Aroel: Melepas Kekasih

AKTIVITAS dan kesibukan sehari hari terkadang memang membutakan mata hati, membuyarkan pikiran bahkan melupakan yang namanya percintaan. Banyak kasus di sekitar kita yang telah tampak begitu nyata. Ada yang gadis sampai tua bahkan sampai mati, ada juga yang bujangan seumur hidup. Penyebab terjadi hal seperti itu bukan disebabkan karena kurangnya pergaulan atau tidak tersedianya pasangan beda jenis kelamin. Namun sebagian besar masalah itu timbul akibat ketikpedulian terhadap lawan jenis dan percintaan. Banyak diantara mereka yang mengalami kasus serupa disebabkan karena lebih asik menggeluti profesi atau bidang aktivitas yang dijalani. Sangkin asiknya hingga kan lupa yang namanya menjalin hubungan kasih sayang dengan mesra. Bahkan lebih dahsyat lagi, terkadang mereka kurang bernafsu melihat lawan jenis. Bahasa lainnya bahwa orang orang seperti ini lebih mementingkan pekerjaan atau aktivitas nya dari pada bercinta.

Tak pernah sekalipun untuk memikirkan yang namanya Asmara. Meski usianya sedang berkembang dan cukup dewasa namun ia lebih senang berkumpul dengan kawan kawan pada sebuah komunitas Musisi yang ia geluti dan Sudi memang lebih mementingkan latihan mengulik dan menciptakan lagu pada Grup Band yang ia pegang dibandingkan menanam kisah benih cinta dalam hidupnya. Maklum, sebagai pentolan di Grup Band tersebut membuatnya menjadi orang yang paling sibuk di antara personil lainnya. Bagaimana tidak, band mereka belum memiliki manajer yang memaksa Sudi untuk mengurusi segala administrasi dan jadwa serta perkara lainnnya untuk kemajuan Grup band mereka. Belum lagi ia harus menciptakan materi materi lagu dan membahasnya serta mengatur kesepakatan jadwal latihan yang padat. Saat salah satu personil band mereka ada yang keluar karena kesibukkan lain, maka Sudi pula yang memikirkan siapa calon penggantinya. Sebenarnya ia pun tidak bekerja sendiri, kawan kawan personil lainnya turut membantu segala sesuatu prihal grup band bergenree PopRock tersebut. Hanya saja Sudi selaku pendiri dan dituakan maka kawan kawan lainpun segan dan selalu minta pendapat bahkan keputusan kepadanya.

Pernah suatu masa grup band yang ia pimpin mendapat undangan untuk manggung di luar Provinsi. Event tersebut memang event bergengsi dan besar. Dengan semangat dan bangga ia memberikan kabar ini kepada rekan rekan personil band lainnya. Mendengar kabar itu rekan rekan satu bandnya pun mengadakan perjanjian untuk berkumpul di studio music milik Anan sang Guitaris yang dijadikan tempat mereka berkumpul dan menghasilkan karya karya lagunya. Dengan waktu yang sudah disepakati dan tempat yang pasti mereka berkumpul siap untuk membahas dan mendengar kabar yang terselit dalam undangan yang dipegang oleh Sudi.

Tiba waktu yang ditunggu, Sudi mengeluarkan serangkap undangan lengkap dengan poster event dari dalam tas yang dipegang dan membaca di depan kawan kawannya. Terdengar sayu, hening dan senyap. Setelah selesai membaca tampak di masing masing wajah mereka menjadi girang bukan kepalang. Bagaimana tidak, Grup Band mereka akan diundang pada event cukup besar dan terkenal se Sumatra bulan depan, apalagi di dalam undagan tersebut terdapat tulisan bahwa segala bentuk akomodasi keperluan Grup Band selama proses pertunjukkan baik ongkos, komsumsi serta penginapan ditanggung oleh pihak panitia pelaksana. Kegirangan mereka pun memuncak ketika melihat lampiran kontrak event di belakang undangan bahwasanya tertulis grup band mereka akan diberi uang saguh hati yang cukup fantastis. Artinya ini salah satu capaian kesuksesan karir dalam grup band mereka yang sayang untuk terlewatkan. Dengan demikian bahwa malam itu mereka sepakat untuk menghadiri dan siap untuk memberikan persembahan yang terbaik pada event musik akbar yang selama ini mereka tunggu tunggu sejak beberapa tahun lalu.

Sejak perundingan itu mereka masing masing menyiapkan segala hal baik berupa materi lagu maupun kesehatan diri. Namun ada satu hal yang paling menganjal dan menjadi beban pikiran bagi Sudi yaitu ucapan pernyataan Wawan sang Vokalisnya yang menyatakan tak bisa ikut serta dalam kegiatan tersebut disebabkan pada bulan depan ia sudah mulai bekerja dengan kontrak di perusahan yang baru ia lamar. Lagi pula tempat tugasnya pun bukan di kota melainkan ia harus mandah ke daerah yang sedikit terpencil. “ ini masa depanku Sud, aku harus memilih masa depanku. Maafkan aku sud” ucapnya kepada Sudi saat pertemuan malam itu.

Malam itu purnama sedangan mengambang besar. Para bintang seperti bermain riang di langit kelam. Suara bunyi burung ketitir saut menyaut di hening malam. Sudi tersandar di kursi putar dalam kamarnya sembari memeluk gitar elektrik yang masih aktif tercolok ke ampli speaker miliknya. Niat awal hendak mengulik lagu sendirian untuk menyiapkan segala materi yang akan dipentaskan bulan depan. Namun pikirannya kusut sebab masih terbayang siapa yang bakal menjadi pengganti Wawan sang Vocalisnya yang menyatakan absen untuk pertunjukkan di kemudian hari. Terus memutar mutarkan kursi yang diduduk sembari berpikir. Sesekali meneguk secangkir kopi yang sudah tersedia. Rokok sudah berbatang batang terbakar bahkan ada beberapa batang rokok yang masih panjang terbiar di asbak cetak berpatung Bob Marley. Malam itu sungguh menyita waktu untuk memetikkan gitarnya. Seakan akan tiada daya meskipun satu lagu untuk dimainkan.

Tiba tiba Sudi tersentak dari lamunannya. Seakan akan pikirannya mengarah ke satu sosok orang yang bakal menjadi pengganti sementara sang Vokalis. Raut pipi agak sedikit ceria, wajah nya pun mulai berseri seri. “Zuraida…. Ya Zuraida” dari getar bibirnya seakan berucap.

Zuraida merupakan gadis teman sekolahnya waktu di SMA. Sejak zaman sekolah gadis berperawakan timur tengah itu memang dikenal aktif dan pandai menyanyi. Jika ia menyanyi lagu lagu rock seperti lagu Nicky Astria, Inka Cristi, Nike Ardila, Ella bahkan Ziana Zein baginya sangatlah mudah. Pernah suatu saat pada acara ulang tahun teman sekelas ia disuruh nyanyi dan ditantang untuk membawakan lagu She’s Gone dari band StellHeart. Dengan senang hati ia menyanyikan lagu yang cukup sulit tersebut tanpa ada kendala apapun jua. Bahkan ia pernah mendapatkan juara satu saat ajang lomba nyanyi tingkat SMA se kota. Bagi beberapa penyanyi yang cukup senior menilai tinggi suara milik Zuraida bisa mencapai tujuh oktaf.

Zuraida anak yang manis, wajahnya sangat menjual dan tidak memalukan. Punya mental panggung yang luar biasa. Yang jelas ia merupakan sosok wanita yang tangguh dan percaya diri. Pada masa sekolah memang banyak para siswa laki laki selalu menggodanya dan bahkan ada yang jatuh cinta kepada perempuan melayu yang sederhana. Tak terlepas pula dengan Sudi yang juga pernah menaruh harapan kasih pada senyuman Zuraida.

Berusaha mencari kontak di book number dan menghubungi Zuraida melalui telpon seluler. Telponnnya tersambung masuk namun tidak diangkat. Ia berusaha mencoba sekali lagi juga hasilnya sama. Ia berpikir bahwa mungkin Zuraida sedang melakukan aktifitas atau mungkin sudah tertidur pulas hingga tak mendengar telpon masuk dari Sudi. Harapan semakin menggunung sebab Sudi tau bahwa Zuraida belum bergabung dengan grup band atau musisi manapun jua. Info ini ia dapati saat beberapa hari lalu mereka mengobrol panjang saat tidak sengaja bertemu di salah satu kafe di sudut kota. Saat itu memang perasaan Sudi serba salah, sedikit grogi bahkan kaku. Namun sikap itu dianggap angin lalu oleh Zuraida yang bersikap lebih santai dan rilex.

Sudi mulai sedikit kecewa sebab usaha menghubungi Zuraida belum mendapatkan hasil. Mencoba untuk berpikir kembali siapa calon pengganti sementara vokalisnya. Meletakan gitar yang di pangkuan ke atas kasur, matikan segala peralatan perangkat sound dan mengambil sebatang rokok mulai membakarnya sembari menskroll daftar nama yang ada di dalam Phonebook Number di android hitam di genggaman tangan kanan. Selang beberapa waktu kemudian, Handphone milik Sudi bergetar dan berdering beberapa kali, ternyata di layar handphone tertulis dengan jelas nama Zuraida memanggil. Dengan cepat dan tangkas Sudi segera mengambil handphone dan mengangkat telepon panggilan masuk dari Zuraida.

Agak sedikit ragu dan gugup Sudi mulai memanggil nama cewek yang pernah ia sukai di waktu sekolah dahulu dengan lembut. Disambut balasan ramah darinya. Mereka mulai mengobrol basa basi dahulu hingga akhirnya Sudi mengungkapkan hajat hati untuk melamar Zuraida menjadi vokalis dalam grup band yang ia pimpin. Singkat cerita lamaran sebagai penyanyi rock untuk ajang helat akbar itu diterima dengan senang hati oleh Zuraida meskipun awalnya ia ragu untuk menerimanya. Berkat rayuan dan pujukkan Sudi akhirnya hati Zuraida luluh dan bersedia untuk bergabung. Mereka menetapkan janji untuk bertemu di salah satu café untuk melanjutkan cerita dan rencana serta materi lagu yang akan dibahas esok sore. Pembicaraan mereka diakhiri dangan salam hangat.

Usai menelepon Zuraida hati Sudi menjadi lega, pikirannya sudah tidak lagi bingung sebab bakal pengganti wawan untuk sementara sudah ia dapatkan. Segera ia mengkhabari berita ini kepada kawan kawan personil lainnya di dalam grup chat media social grupband mereka. “Alhamdulillah, pengganti wawan untuk sementara sudah dapat. Zuraida siap bergabung. Besok sore diharapkan kawan kawan dapat berkumpul di café untuk bahas materi”. Tulisnya singkat di grup watsapps. Berita itu disambut baik oleh kawan kawan lainnya. Bagaimana tidak, kawan kawannya sudah tau dan percaya atas kemampuan Zuraida mengolah vocal. Kehadiran cewek berpenampilan modis itu sudah tidak diragukan lagi. Dan mereka menyetujui untuk hadir di café esok hari.

Hujan sekejap cukup membasahi jalanan kota siang itu. Selepas zuhur kembali matahari segak tegak di atas langit. Menyengat dan terik. Seakan akan hendak membakar kulit bagi setiap orang yang melintas jalanan. Sudi kembali ke rumah setelah usai makan di sebuah kedai nasi pinggir jalan setelah pulang dari bekerja lebih kurang pukul lima belas sore. Menggunakan sepeda motor ia terus melaju di bawah sengatan matahari. Sesampai di rumah maka bergegaslah ia untuk mandi dan bersiap diri untuk memenuhi janji untuk bertemu kawan kawan dan Zuraida. Tentu kesempatan ini tidak akan terlewati. Terlebih lagi dengan Zuraida, sungguh hatinya sedikit bergetar ketika menyebut nama Zuraida. Ia kembali mengambil handphone dan menulis pesan di dalam grup Watsapp “jangan lupa sore ini kita ngumpul di café”. Tulisnya singkat. Lalu dibalas “OK” oleh teman teman lainnya.

Setelah berkemas diri, Sudi lansung tancap gas menuju café tempat mereka janji bertemu. Sesampai di sana tak terlihat rekan rekan lainnya. Sudi masih sendiri, berusaha menghubungi satu persatu teman lainnya namun mereka masih dalam perjalanan dan ada juga yang masih kuliah. Ia mencoba untuk menghubungi Zuraida untuk mendengar kabar namun Zuraida mengatakan bahwa ia masih di rumah dan belum bisa berangkat ke kafe sebab tidak memiliki kendaraan. Zuraida meminta Sudi untuk menjemputnya di rumah. Mendengar kabar itu Sudi lantas mengambil sikap untuk menjemput Zuraida di rumahnya. lagi pula rekan rekan lain pun belum juga sampai. Akhirnya Sudi bersedia dan pergi menjemput Zuraida di rumahnya menggunakan Motor bebek miliknya.

Secara ekonomi, keluarga Zuraida bukanlah termasuk keluarga yang mampu dan kaya. Orang tuanya sudah tua dan tidak lagi mampu bekerja di pelabuhan seperti dulu. Hal ini lah yang membuat orang tuanya hanya mampu berjualan sayur mayur dan kebutuhan pokok sehari hari dengan membuka kedai kecil di depan rumah. Ia sadar bahwa ekonomi orang tuanya tak mampu untuk membelikan sepeda motor baru untuknya. Di rumah itu hanya ada satu unit sepeda motor milik ayahnya. Itupun digunakan ayahnya untuk belanja ke pasar sebagai kenderaan operasional kedai. Sungguh ia tak sampai hati untuk membawa sepeda motor itu. Bila ia bawa untuk temu janji bersama sudi jelas ayahnya akan kesulitan untuk beraktifitas di kedai. Tentu itu tidak akan ia lakukan. Oleh karena itu ia meminta kepada sudi agar dapat menjemputnya di rumah untuk berkumpul bersama teman teman lain di café yang sudah disepakati pada janji itu.

Sudi sudah tau kondisi gadis itu sejak dulu lagi, waktu sekolah ia pernah menghantar pulang Zuraida ke rumahnya. tidak sekali, bahkan sering. Sudi sadar kenapa cewek manis ini memintanya untuk menjemput dirinya pada pertemuan itu. Sangat paham dan ia pun bersedia dengan senang hati. Sejak saat itulah ia selalu antar jemput Zuraida saat hendak pergi dan pulang dari latihan di grup band nya. Dan sudi pun tidak keberatan sama sekali.

Hampir dalam setiap seminggu ada tiga kali hari mereka latihan mengulik meteri lagu. Dalam tiga kali seminggu itu pula sudi terus menjemput dan menghantar Zuraida. Terkadang jadwal latihan mereka hingga malam hari. Tak jarang ia menghantar pulang Zuraida di malam hari. Sangkin seringnya ia melakukan antar jemput hingga ibunda Zuraida kenal akrab dan percaya kepadanya.

Hubungan mereka semakin akrab, semakin dekat dan semakin lekat. Namun hubungan itu hanya sebatas rekan satu grup band music saja. Bagaimana tidak, setiap kali jadwal latihan Zuraida selalu dijemput dan diantar dengan sepeda motor miliknya. Bahkan di beberapa kesempatan Sudi selalu mengajak Zuraida untuk minum di café sebagai pelepas lelah usai latihan mengulik lagu disela ia mengantar Zuraida pulang. Zuraida pun lama kelamaan tidak kaku dan ragu serta tidak malu lagi untuk naik dan bergoncengan dengan sudi di atas motor. Awal awal waktu ketika sudi menjemputnya. Zuraida terlihat seikit gugup. duduk agak menjarak dengan sudi di atas sepeda motor. Kini duduk itu agak sedikit rapat tak jauh seperti dulu. Hubungan mereka berdua bagaikan sepasang kekasih. Tidak ada maksud sudi untuk berpikir hubungan ini ada maksud lain meski pun sebenarnya rasa suka dan cinta itu ada di dalam hatinya. Namun tidak pernah ia ungkap.

Hubungan itu terus berlanjut tanpa ada masalah apapun. Saling mengerti dan saling memahami. Hari demi hari mereka bersama. Baik suka maupun duka. Menjalani bersama sama rekan lainnya dalam mengulik lagu, berdiskusi, hingga menentukan kesepakatan demi kemajuan Grup Band mereka bersama. Sementara wawan sang Vokalis aslinya menerima keadaan ini dengan hati lapang dada. Sebab ia sudah menyatakan sikap untuk tidak bergabung lagi ke grup band tersebut. Ia lebih memutuskan ambil kontrak mandah ke luar kota di perusahaan tempat ia bekerja. Otomatis ia tidak akan punya waktu untuk bergabung bersama kawan kawan satu grup bandnya lagi. Ia juga menyarankan kepada Sudi agar mengangkat Zuraida untuk menggati posisinya dengan permanen. Ia berharap kehadiran Zuraida memiliki warna baru dalam satu grup band bergenree pop rock tersebut.

Singkat cerita. Hari yang ditunggu tunggu sudah pun tiba. Tiga hari lagi mereka akan berangkat ke kota Provinsi tetangga untuk menghadiri undangan atas event akbar tersebut. Mereka berkumpul dan berunding segala kebutuhan, mulai dari jadwal berangkat, membeli tiket bus bahkan izin masing masing personil untuk kepergian ini. Zuraida meminta Sudi untuk mengajukan permohonan izin kepada ayah dan ibunya untuk berangkat esok dan beberapa hari ke depan. Awalnya Sudi ragu namun ia sadar bahwa hanya dia yang akan melakukan itu terhadap orang tua Zuraida. Sebab hanya dia satu satunya orang yang dipercayai oleh keluarga Zuraida terhadap kegiatan music ini. Maka, datanglah Sudi ke rumah Zuraida pada malam hari setelah pertemuan itu. Dengan sopan santun dan ramah lembut serta sedikit berdebar ia memohon minta izin dan restu hendak membawa Zuraida ke kota Provinsi sebelah untuk menghadiri helat konser akbar yang akan di laksanakan beberapa hari. Kedua orang tua Zuraida sudah pasti memberikan izin. Mereka percaya kepada Sudi sebab memang selama ini anaknya tidak pernah keluar rumah kecuali dengan Sudi. Bahkan mereka sudah beranggapan bahwa sudi adalah calon menantu mereka. “kami izinkan, tapi kamu harus jaga Zuraida baik baik. Saya titip Zuraida kepada mu” ucap ayahnya kepada Sudi.

Dengan senang hati permohonan mereka dizinkan dan mereka berangkat dua hari kemudian. Selama di kota orang lain Sudi bertanggung jawab penuh atas segala sesuatu tentang Zuraida. Itu merupakan pesan amanah ayahnya. cewek itu sedikit pun tak menolak dan mengikut apa yang dipesankan ayahnya kepada Sudi.

Sesampai ke kota tujuan mereka pun mengikuti serangkaian kegiatan yang sudah disusun oleh pihak panitia, mulai dari check in hotel, makan malam bersama, penampilan utama, hingga selesai mereka ikuti dengan tertib. Semua berjalan sukses dan lancer tanpa ada kendala apa pun.

Malam itu, setelah semua rangkaian kegiatan usai, Sudi mengajak Zuraida untuk berkeliling sejenak di taman dekat dengan hotel dimana seluruh peserta acara menginap. Ajakan itu diterima oleh Zuraida. Mereka berjalan berdua sambil mengobrol tentang semua kehidupan mereka. Mereka duduk di bangku taman sembari menikmati keindaan kota di malam hari. Lampu kelap kelip menghiasi menari nari di sudut taman. Suara kendaran yang lalu lalang seakan memecah keheningan malam. Entah mengapa maalam itu jantung Sudi bergetar dengan kencang. Seakan bergoncang keras bagaikan bid kick drum dengan ketukan seperenam. Sudi hendak mengungkapkan rasa hati nya kepada Zuraida bahwa ia mulai punya rasa cinta kepada gadis berkulit putih itu. Mungkin malam ini merupakan waktu yang tepat untuk mengungkapkan segala rasa. Tapi sungguh terlalu. Lebih kurang dua jam mereka berdua duduk di taman itu tak satu pun kata ungkapan rasa cinta terucap dari mulut Sudi. Seakan berat untuk mengungkapkannya. Setiap kali hendak berujar tentang perasaan, jantungnya semakin keras berdetap hinggakan ia hanya mampu mengobrol ke pembahasan lain.

Sebenarnya Zuraida pun sudah menyimpan rasa juga kepada Sudi sejak beberapa pekan lalu. Ia merasa nyaman bersama Sudi selama ini. Ia pun beranggapan bahwa Sudi merupakan sosok laki laki yang penuh tanggungjawab dan dapat dihandalkan. Namun perasaan itu pun hanya mampu ia simpan dan menunggu Sudi yang menungkapkan lebih dahulu malam itu. Di dalam hatinya berkata, bahwa jikalau Sudi mengungkapkan rasa cinta dan sayang kepadanya dan melamarnya menjadi kekasih hati ia pasti tidak akan menolak dan akan menerima cinta itu dengan senang hati. Zuraida selalu menunggu pernyataan dari Sudi. Tapi sayang, malam itu tak satu pun cerita mereka tentang cinta. Masing masing diantara mereka masih memendam rasa dan takut untuk mengungkapkan segala isi hati. Dan akhirnya Sudi hanya sanggup untuk mengajak Zuraida untuk kembali ke Hotel yang sudah disediakan oleh panitia tempat dimana mereka menginap selama rangkaian acara berlansung.

Sudi menghantar Zuraida hingga di depan pintu kamarnya. Namun tidak berani untuk masuk ke dalam kamar perempuan itu. Di depan pintu kamar “aku masuk ke kamar ya sud. Selamat malam”. izin gadis itu dengan lembut. Masuk ke kamar dan menutup pintu. Sementara Sudi melangkahkan kakinya menuju kamarnya pula. Di dalam kamar wajah Zuraida berubah, bersinar dan bersikap kasmaran. Rasa hatinya beda dengan hari hari sebelumnya. Ia tahu bahwa Sudi punya rasa cinta kepadanya. Hanya saja ia beranggapan bahwa Sudi belum sanggup dan menunggu waktu yang tepat untuk mengungkapkannya. Begitu juga dengan sudi. Di dalam kamar hotelnya ia merasa menyesal sebab tak sanggup untuk mengungkapkan rasa cinta itu kepada Zuraida meskipun ia tahu isi hati sang wanita idaman nya. Ia dapat merasakan bahwa Zuraida juga menyimpan persaan yang sama kepadanya. Hal itu dapat dilihat dari tatapan mata, cara bicara bahkan dari gerak gerik bahasa tubuh dari wanita berjilbab ungu malam itu.

Satu sisi Zuraida adalah Vokalis di dalam Grupbandnya yang tak pantas untuk di cintai sebagai seorang kekasih. Tapi di satu sisi lainnya rasa cinta itu selalu berputar dan bermain di dalam lubuk hatinya. Semalaman ia tak bisa tidur membayangkan perkara ini.

Esok hari setelah Asar mereka dijemput oleh mini Bus yang sudah disiapkan oleh panitia untuk pulang kembali ke kota mereka. Setelah segala administrasi selesai mereka berpamitan dengan pihak LO panitia yang selama ini mendamping mereka selama kegiatan berlansung. Sudi mengambil kursi di pinggir jendela yang bersebelahan dengan Zuraida. Mereka saling melemparkan senyum, mengobrol mesra dan saling menjaga satu sama lain. Saat dalam perjalanan di grup Watsapp band Sudi menulis suatu pesan bahwa seluruh personil grup band akan istirahat dahulu untuk beberapa pekan mengingat jadwal manggung mereka sedang off pada bulan ini. Itu artinya selama beberapa pekan ke depan tidak ada jadwal latihan dan tidak akan ada Sudi datang menjemput Zuraida ke rumahnya.

Setelah membaca pesan itu, Zuraida menatap wajah Sudi yang tepat duduk di sebelahnya. Sudi memahami apa yang terkandung di dalam hati Zuraida. Namun Sudi tak mengambil sikap apapun keculi tidur Hingga akhirnya sampai ke kota kampung halaman.

Tiga pekan berlansung, tanpa kegiatan, tanpa latihan tanpa ada pertemuan setelah acara konser akbar pada bulan lalu. Zuraida merasa kesepian. Merindui seorang sosok pria yang selalu menjemputnya untuk keluar rumah. Kini pria itu tak pernah muncul lagi. Ia tak berani untuk memulai menghubungi Sudi. Ia masih menjaga marwah sebagai perempuan suci. Ia beranggpan bahwa laki lakilah yang memancing cinta dan menyatakannya terlebih dahulu. Namun umpan pancing itu tak pernah diutarakan oleh Sudi. Ia selalu menunggu khabar dari Sudi namun handphonenya tak pernah menerima pesan atau panggilan masuk dari laki laki yang selalu ia nanti. Hampir setiap malam, setiap waktu ia selalu melihat pesan masuk dari androinnya. Sangat berharap ada pesan masuk dari Sudi, namun harapan itu sirna. Membuka dan membaca ulang chat chatnya yang bersama Sudi untuk melepaskan rasa rindu. Cowok itu seakan ditelan bumi tidak ada berita dan tak terdengar kabar, seakan hilang tanpa kontak setelah acara di kota seberang bulan lalu. Sepi, hening, rindu yang selalu menyelimuti hari hari Zuraida.

Sementara Sudi dan kawan kawan lainnya kembali ke pekerjaan dan kesibukan mereka masing masing. Sudi sebenarnya juga sangat merindui Zuraida. Hampir di setiap malam Pikirannya selalu membayangi wajah kekasih hatinya itu meski belum terucap. Ia memang sengaja untuk tidak mengajak kawan kawan satu grup band untuk berkumpul membahas lagu atau menyusun kegiatan. Memang saat itu grup bandnya kosong kegiatan. Hingga saat ini jadwal bandnya kembali akan diundang oleh pihak sponsor untuk manggung tepat pada dua bulan lagi. Rencana sudi, satu bulan hendak manggung barulah ia akan mengajak kawan kawan lain ngumpul dan menyusun program kegiatan pada grupbandnya. Ia tahu, kawan kawan lainnya punya kesibukan dan pekerjaan sehari hari. Ia tak mau menganggu waktu teman temannya. Hanya sesekali ia mengajak salah seorang rekan satu grup untuk ngopi bersama sebagai pelepas lelah seharian bekerja.

Sudi juga menyimpan rasa teramat rindu kepada Zuraida. Namun lagi lagi ia menunggu waktu yang tepat untuk mengungkapkan rasa hatinya. Ia berharap pada saat itu Zuraida akan menerimanya sebagai kekasih hati yang sangat ia sayangi. Merasa tidak akan canggung untuk membaur pada keluarga Zuraida sebab kedua orang tuanya sudah senang dan bakal setuju jika ia menjadi kekasih Zuraida. Ini hanya masalah ketidakberanian untuk mengungkapkan rasa dan cinta serta hanya menunggu waktu.

Pernah suatu waktu Sudi hendak main main ke rumah Zuraida sore itu. Sebagai ajang silaturahmi temu ramah dan juga pelepas rindu terhadap pujaan hati. Dengan segak memakai sepeda motor melaju menuju rumah Zuraida, beberapa belas meter hendak sampai menuju rumah itu ia diserang gugup yang luar biasa, dekupan jantung yang kuat dan seakan tak memiliki mental keberanian yang cukup untuk sampai ke rumah Zuraida dan akhirya sepeda motor itu terus saja melintasi depan rumah Zuraida tanpa sedikitpun berhenti singgah. Esok harinya ia juga memiliki perasaan yang sama. Kerinduan memuncak di atas kepala. Hendak menelepon tapi masih ada rasa kurang percaya diri dan akhirnya mengambil langkah untuk berkunjung lagi ke rumah Zuraida. Lagi lagi tak memiliki keberanian yang cukup untuk sampai ke rumahnya. baginya saat itu memandang atap rumah Zuraida dari jauh saja sudah cukup untuk melepaskan rasa rindu yang terpendam. Entah mengapa sikap itu bersemayam di hatinya. Ia sangat mencintai dan sayang sama Zuraida namun tak berani untuk menungkapkannya.

Rupanya waktu istirahat latihan itu cukup lama berlangsung. Bukan tiga pekan namun sudah tiga bulan kegiatan dalam grup band itu senyap senyap saja. Mendapat kabar pula bahwa agenda acara yang sudah disusun oleh panitia ditunda oleh pihak sponsor. Tentu hal ini membuat hubungan mereka semakin berjarak dan Sampai muncul keraguan Zuraida terhadap keseriusan Sudi dalam mengungkapkan cintanya. Kerinduan di hati seakan terlupakan bahkan Ia ragu apakah Sudi memang betul betul cinta atau hanya sekedar bualan belaka kepadanya. Atas ketidakpastian itu membuat rasa suka dan sayangnya kepada sudipun mulai sedikit luntur. Ia beranggapan cintanya bertepuk sebelah tangan. Menunggu sesuatu yang tak pernah datang dengan pasti hingga hari demi hari ia bisa melupakan yang namanya Sudi. Hatinya lama kelamaan menjadi membanting. Ia hanya beranggapan kisah hidupnya kemarin hanya sekedar rasa cinta monyet sementara yang tidak akan kekal di dalam sanubari.

Tiba tiba sore itu ada sebuah pesan masuk dari Sudi di dalam handphone Zuraida. Pesan itu ditulis dan dikirim Sudi setelah ia mencoba menelepon beberapa kali namun tak diangkat oleh Zuraida. Pesan itu masuk hanya satu pesan singkat. “Assalamualaikum, Zuraida. Malam ni kalau tak ada halangan kita kita keluar yuk, aku ada acara ni. Ikut?”. Zuraida mengangkat Handphone dan membuka pesan itu. Hatinya sedikit gembira namun ada rasa ragu. Untuk tidak mengecewakan hati Sudi ia membalas pesan itu dan mengatakan setuju atas ajakan Sudi untuk keluar malam ini.

Malam itu Sudi mendapat undangan acara Lounching buku Sastra karya temannya. Ia diundang untuk hadir sebagai sesama seniman di kota ini. Sudi tak hendak pergi sendiri. Ia mengajak Zuraida untuk ikut bersamanya di acara tersebut. Barangkali ini waktunya untuk melepas rasa rindu yang sudah sekian lama tidak bertemu. Mungkin ini juga waktu yang tepat untuk mengungkap segala rasa hati. Sudi menyusun rencana dan niat sedemikian rupa. Sehabis dari tempa acara ia akan mengajak Zuraida untuk duduk di café sembari bercerita dan mengungkap rasa hati.

Selepas Sholat Isya ia langsung menjemput Zuraida yang sudah siap menunggu di rumahnya dengan menggunakan sepeda motor. Lajunya mendahului waktu untuk segera sampai di depan rumah. Setelah sampai, rupanya Zuraida sudah menunggu di depan teras rumah itu. Ia mendekati Zuraida setelah memarkir sepeda motor tak jauh dari teras rumah. Melontarkan senyum dan mencoba untuk berbicara. “izin sama ayah dan ibu dulu, mereka ada di dalam rumah Sud”. Ucap Zuraida dengan lembut. Sudi mengucapkan salam dan masuk ke dalam rumah untuk menemui kedua orang tua Zuraida. Permintaan itu diizinkan. Maka segeralah mereka pergi dari rumah itu menuju gedung tempat acara lounching buku itu dilaksanakan.

Selepas menghadiri acara tersebut Sudi pun mengajak Zuraida untuk duduk di café beberapa saat, Zuraida tampak hanya mengikuti kemana saja Sudi membawa dirinya. Hingga akhirnya Sudi mengungkapkan rasa cinta itu kepada Zuraida di salah satu meja café yang agak sedikit menyudut.

“Zuraida, Aku ingin berbicara sedikit padamu, aku ingin mengungkapkan semua isi hati ini”. Ia menceritakan semua apa yang terasa, Mencoba untuk menggenggam tangan Zuraida kemudian kembali berkata “mau kah engkau menjadi kekasih ku?”. Zuraida terdiam, hening, beberapa saat kemudian sedikit meneteskan air mata. Dari wajahnya tampak rasa haru, ada juga rasa suka dan sedikit rasa marah. Pikirannya kacau. Bercampur dengan rasa sayang dan amarah. Ia marah bukan karena ia benci dengan Sudi, ia marah bukan karena tak suka dan muak dengan sudi, ia hanya marah kenapa baru sekarang Sudi mengucapkan kalimat itu? Kalimat yang ia tunggu tunggu selama beberapa bulan terakhir ini. Kalimat yang selama ini ia nantikan dengan penuh pengharapan di setiap malam, di setiap waktu. Kalimat yang ia ingin dengar dari mulut Sudi sendiri di depan matanya bukan sekarang tapi kamarin. Itu yang membuat ia marah kepada sudi. Air matanya jatuh di mulusnya kulit pipi. Membasahi butiran bedak yang memudar. Hatinya hendak memeluk sudi namun ia takut. Tangannya hendak menampar wajah Sudi sekuat mungkin tapi ia malu. Mulutnya seakan hendak mengucapkan “Sudi, kau penakut, Kau pengecut, kau bodoh” namun kalimat itu ia benam dengan genggam amarah. Sudi dapat merasakan apa yang ada dipikiran Zuraida. Melepaskan genggaman tangannya dan mencoba untuk menenangkan Zuraida. “ maafkan aku Zuraida, jika engkau tidak sudi aku tak masalah dan aku ikhlas”. Sudi mencoba untuk menyerah namun kalimat itu dibalas oleh Zuraida. “Sud, sebenarnya aku juga cinta dan sayang padamu, aku selalu menunggu kehadiran engkau baik dalam watsapp maupun engkau datang menjemputku. Tapi engkau tak pernah hadir di dalam hidupku, aku berpikir engkau hanya butuh aku disaat grupbandmu tidak punya vokalis dan aku menggantinya. Makanya aku mencoba untuk melupakan cintaku padamu. Aku selalu merinduimu di setiap malam menjelang tidurku, namun engkau tak pernah mengejutkanku lewat deringan handphone. Aku menunggu mu Sud.”

Air mata nya mulai kembali menghempas dinding pipi. Kali ini ia mencoba mendekati Sudi dan berkata “Sudi, maafkan aku, aku tak bisa menerima cintamu. Dua hari yang lalu Farid sepupu sebelah ibuku datang dan melamarku sebagai isterinya. Dan ayahku menerimanya, aku tak mau ayah terluka dan sakit hati sebab aku menolak keinginannya. Andaikan engkau datang sebelum ia datang kepadaku, sudah pasti aku akan menerima cintamu. Maafkan aku Sudi”. Sedikit terisak tangis. Sudi membisu, membatu kaku tak dapat berkata apa apa. Sementara gadis manis di depannya terus meneteskan air mata.

Sudi menyesal bukan kepalang. Ia hanya lambat beberapa hari. Hendak menangis tapi tertahan dengan keadaan. Seakan tak sanggup untuk memandang ke depan. Zuraida berdiri dari kursi, memandang sesaat kepada Sudi dan mulai pergi meninggalkannya dengan tangis. Melihat Zuraida mulai beranjak Sudi mengejarnya. Sudi tak mau melihat Zuraida pulang bukan dengannya. Ia masih ada rasa tanggung jawab kepada diri Zuraida. “Zuraida, maafkan aku, aku yang bodoh, aku yang lambat memberikan cintaku padamu” Sudi menahan laju lari Zuraida dengan memegang tangannya. “aku ikhlas akan semua ini tapi izinkan aku untuk menghantar engkau pulang untuk terakhir kalinya dan aku ingin meminta izin dan maaf kepada kedua orang tuamu”. ***

Dumai, 16 Maret 2022

————————-
Ngah Aroel bernama panjang Syahrul Affandi merupakan penulis yang sudah aktif menulis karya-karya sastra seperti puisi, syair, cerpen dan naskah drama sejak tahun 2004 silam. Bermastautin di Kota Dumai, Riau.

Baca : Cerpen Faridatul Jamilah: Telanjur Pasrah

*** Laman Cerpen terbit setiap hari Minggu dan menghadirkan tulisan-tulisan menarik bersama penulis muda hingga profesional. Silakan mengirim cerpen pribadi, serta terjemahan dengan menuliskan sumbernya ke email: [email protected]. Semua karya yang dikirim merupakan tanggunjawab penuh penulis, bukan dari hasil plagiat,- [redaksi]

Ikuti berita lamanriau.com di GoogleNews

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *