Ketum MKA LAMR: Hindari Potensi Bentrokan Warga di Pantaicermin

Ketua Umum Majelis Kerapatan Adat Melayu Riau, Datuk H Marjohan Yusuf.

LAMANRIAU.COM, PEKANBARU – Lembaga Adat Melayu Riau (LAMR)  menghargai sikap masyarakat Desa Pantaicermin, Kecamatan Tapung, Kabupaten Kampar, tidak terprovokasi oleh tindakan sejumlah orang yang tidak menyenangkan berkaitan dengan sengketa tanah.

Tetapi, menurut Ketua Umum Majelis Kerapatan Adat (Ketum MKA) LAMR Datuk Seri H.R. Marjohan Yusuf, berbagai pihak yang terkait harus segera turun tangan, sehingga potensi bentrokan antarwarga tidak meledak.

“Secara organisatoris, kita minta LAMR Kampar untuk mengawali masyarakat adat kita, selain meminta pemerintah terutama gubernur dan bupati dapat menyesaikannya secara bijaksana,” kata Datuk Seri Marjohan, Sabtu 9 April 2022, menanggapi serangan terhadap masyarakat adat Pantaicermin oleh warga lain beberapa hari lalu.

Sebagaimana banyak diberitakan, masyarakat adat Pantaicermin dan warga transimigrasi Pagaruyung bentrok di hadapan polisi pada Kamis 7 April 2022) sekitar pukul 14.30 WIB, di lahan sengketa antara masyarakat adat Pantaicermin dengan warga transimigrasi PTPN V.

Tidak ada korban jiwa dalam peristiwa itu. Tetapi sejumlah warga adat leban-lebam.

“Kami dikepung ratusan orang transimigrasi. Mereka membawa senjata tajam ketika berhadapan dengan kami. Beberapa orang mengacungkan senjatanya,” ungkap seorang warga Pantaicermin, Ime (49).

Pemangku adat setempat Amir Husin Datuk Ghajo Kinantan/Ajo Kinantan yang diampingi Khairunnas Datuk Majo Sinagho, kepada Sekretaris Umum MKA LAMR Datuk Taufik Ikram Jamil mengatakan bahwa para perempuan memang berada di pondok itu atas inisiatif mereka. Hal ini merupakan cara mereka agar para lelaki tidak turun ke lapangan saat itu yang diperkirakan bisa menimbulkan bentrok.

“Malahan, ibu-ibu itu yang menaham kami para lelaki untuk tidak mendekati lokasi. Sebab mereka tahu, kalau kami berada di sana juga, bentrok fisik tidak dapat terhindarkan,” kata Datuk Ghajo Kinantan.

Meskipun demikian disebutkannya, kini lelaki dan perenpuan berjaga-jaga di kawasan yang disengketakan agar tidak ada kegiatan penanaman kembali.

“Kami minta LAMR dapat memediasi kami dengan gubernur, kemudian ikut mengawal kami dalam menyelesaikan masalah ini,” sambungnya lagi.

Mediasi

Akar persoalan memang sudah sejak lama. Ini dimulai ketika tahun 1985, PTPN V membangun kebun di kawasan itu dengan sistem Pola Inti Rakyat (PIR) 10,000 hektar lebih. Tokoh masyarakat menolak dikarenakan dalam pembangunan itu terdapat lahan peladangan, kebun masyarakat dan tanah ulayat/tanah adat Kenegerian Pantaicermin terutama di dalam lahan yang menjadi PIR II Kelapa Sawit PTPN V.

Atas penolakan tersebut berakibat ditangkapnya beberapa tokoh masyarakat. Setelah peristiwa penangkapan itu, terjadi perundingan antara masyarakat dengan pemerintah dan PTPN V terkait lahan yang akan dibangun perkebunan pola PIR.

Saat itu tokoh masyarakat Pantaicermin meminta agar kebun dibangun berjarak 1 KM dari kiri-kanan jalan yang menjadi jalan nasional. Loksi kebun plasma diperuntukkan kepada masyarakat Pantaicermin lokasi berada di pinggiran pemukiman atau berbatas dengan pemukiman masyarakat.

Pihak PTPN V saat itu menyampaikan bahwa kebun berstatus Hak Guna Usaha (HGU). Setelah habis masa berlakunya maka lahan tersebut bisa dipergunakan kembali oleh masyarakat.

Atas dasar itu masyarakat menyetujui tanah ulayat/tanah adat mereka dibangun kebun oleh PTPN V dengan harapan suatu saat nanti lahan tersebut akan kembali dan dapat dipergunakan untuk perkembangan Kenegerian Pantaicermin.

Namun kenyataan yang terjadi saat ini adalah bahwa lahan yang berada di pinggiran pemukiman atau berbatas dengan pemukiman masyarakat Pantaicermin oleh PTPN V menjadi lahan plasma milik petani Desa Pagaruyung dan Desa Mataram, sekitar 840 hektare.

Masyarakat Pantaicermin menuntut dikembalikannya tanah tersebut karena HGU sudah berakhir dan adanya penanaman kembali. Sehubungan dengan hal itu, Kepala Desa Pantaicermin  telah menyurati Kepala Desa Pagaruyung agar menunda pekerjaan peremajaan sawit 14 Februari 2022.

Oleh karena tidak digubris, masyarakat Pantaicermin melakukan penyetopan kegiatan pekerjaan sekaligus menduduki lahan pada 27 Februari 2022.

Mediasi dilakukan antara Pemdes Pantaicermin, BPD, Ninik Mamak Kenegerian Pantaicermin, Penguasa Ulayat Kenegerian Pantaicermin, Penguasa Ulayat dengan Pemerintahan Desa Pagaruyung, Kelompok Tani Desa Pagaruyung yang dihadiri oleh Camat Tapung, Kapolsek Tapung, Koramil Tapung, pada 1 Maret 2022. Namun mediasi tersebut tidak menemukan solusi atas persoalan dimaksud.

Malahan mediasi dilanjutkan 24 Maret 2022 yang turut dihadiri pihak PTPN V dan BPN Kabupaten Kampar serta Asisten 1 Sekda Kampar, Camat Tapung, Kapolsek Tapung, Koramil Tapung. Sayangnya pertemuan ini, juga tidak menemukan solusi.

“Sejak dua pekan lalu, kita meinta Gubernur Riau agar dapat memediasi kami dengan pihak terkait agar persoalan ini dapat diselesaikan. Surat kami kirim melalui Biro Umum,” kata Datuk Ghanji Kinantan. ***

Editor: Fahrul Rozi

Ikuti berita lamanriau.com di GoogleNews

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *