Gaharu

BISMILLAH,
Lazimnya, masyarakat kita kenal dengan gaharu. Gaharu merupakan sejenis tumbuhan yang bisa mengeluarkan wewangian atau setanggi melalui getahnya (resin). Resin ini digunakan dalam industri percung (parfum dan setanggi) karena berbau harum. Kayu gaharu berwarna kehitaman. Pohon ini termasuk genus aquilaria malaccensis. Gaharu telah menjadi komoditas perdagangan dari nusantara ke mancanegara. Begitu terkenalnya pohon mahal ini sehingga menjadi diksi khas dalam peribahasa.

”Sudah gaharu, cendana pula,” begitulah Emak berperibahasa kepada mereka yang suka bertabiat seperti kura-kura dalam perahu itu.

Orang Melayu memiliki kesan tersendiri tentang gaharu. Dalam hal pengambilan madu lebah, misalnya, peranan gaharu sangat istimewa. Untuk mengambil madu, orang Melayu menggunakan suluh untuk mengusir lebah dari sarangnya. Mereka membakar suluh dan mengasapi sarang sehingga lebah pergi manjauh dari sarang. Madu diambil langsung dengan sarang. Proses ini dilakukan dengan tangan kosong. Kemudian, madu dan sarang lebah dimasukkan ke wadah yang terbuat dari kulit pohon gaharu yang disebut seludung. Keberadaan hutan tempat berdiam lebah senantiasa dibela. Karena itu, orang Melayu memiliki kearifan lokal dalam hal menjaga lingkungan alam sekitar. Tujuannya untuk menjaga kelestarian hutan dan alam sekitar. Tunjuk Ajar Melayu karya Tenas Effendy (1994:601) mengatakan kalau tak ada laut, hampalah perut/ bila tak ada hutan, binasalah badan/ kalau binasa hutan yang lebat, rusak lembaga hilanglah adat.

Gaharu pun menjadi simbol dalam keseharian. Dalam keseharian, perangai hidup kita beragam. Macam-macam kerenah yang kita lakukan. Tidak jarang kita menyaksikan orang berupaya menunjukkan kemampuan atau kelebihannya di depan orang lain. Bisa saja di depan bos, kawan, atau orang awam. Sebenarnya, unjuk kemampuan di depan orang lain wajar saja jika dilakukan dengan wajar sebagai bentuk aktualisasi diri. Unjuk kelebihan diri ini menjadi kurang wajar kalau bertujuan untuk pamer, apalagi diikuti dengan ketidakjujuran dan kesombongan. Akan menjadi kurang ajar seandainya suka pamer ini sampai mencelakakan orang lain.

”Itu namenye memancing di air yang keruh. Sombong dan tak jujur pun bisa membakar dirimu,” Emak menasihati aku.

Perangai pamer di depan bos, biasanya, ada udang di balik batu. Seseorang akan berupaya tampil sempurna di depan khalayak untuk menaikkan citranya di mata orang ramai. Dengan demikian, dia akan merasa tingkat dedikasi dan integritas dirinya melambung setinggi langit. Masyarakat, bos, atau kawan yang mudah terpedaya akan menyanjungnya. Itulah kepercayaan yang ingin diraihnya untuk mengambil hati orang-orang tertentu.

Kepercayaan itu penting. Bahkan, meraih kepercayaan itu sangat penting. Kita bukan cuma ingin meraih kepercayaan dari orang lain. Kita pun ingin meraih kepercayaan dari Allah Taala. Jika kepercayaan dari Allah Taala dan orang lain sudah kita raih, apa yang kita inginkan akan kita peroleh dengan mudah. Kalau kepercayaan dari Allah Taala dan orang lain tidak kita raih, semuanya tidak menjadi. Bahkan, yang akan muncul adalah kecurigaan, selalu diawasi, dan bagai tiada arti dalam kesehariannya.

Dalam hal meraih kepercayaan, terutama dari manusia, tidak jarang melalui jalan bengkok. Tidak sedikit yang melakukan segala muslihat untuk merepih kepercayaan dari bos, kawan, atau masyarakat. Bahkan, dengan cara angkat lampah/mengampu atau menjilat pun seseorang sanggup melakukannya. Tidak peduli dengan kecurangan. Yang penting, dia bisa memperoleh apa yang diinginkan. Perangai seperti ini sungguh berbahaya. Dia bisa membakar apa dan siapa saja. Jangankan kawan karib, saudaramara pun sanggup dia makan. Dia tak peduli. Yang penting, dia kenyang. Hebatnya lagi, kebusukannya terbungkus dan tersimpan rapi. Selama kebusukannya belum tercium, dia akan semakin pamer dan berhasil meraih kepercayaan itu.

”Sepandai-pandainya menyimpan bangkai, pasti akan tercium juga,” kata Emak lagi.

Kepercayaan memang mahal. Kepercayaan tak bisa dibeli. Kepercayaan sejati akan muncul dari kemampuan yang ikhlas. Kepercayaan sejati memerlukan waktu lama. Sebab itu, kita perlu mengerahkan kesabaran. Sementara itu, kepercayaan yang semu akan muncul dari kemampuan tipu daya. Kepercayaan yang dibangun dari kesejatian akan bertahan lama dan mahal seperti harum gaharu. Kepercayaan yang dibangun dari penderitaan orang lain atau kelicikan akan bersifat sementara seperti air di daun keladi.

”Gaharu dibakar, kemenyan berbau,” timpal Emak memberi perumpamaan.***

Alhamdulillah.
Bengkalis, Selasa, 16 Syawal 1443 / 17 Mei 2022

Baca: Puisi Puasa: Ramadankan Aku pada Sepuluh Malam Ketiga

Ikuti berita lamanriau.com di GoogleNews

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *